Rabu, 01 Mei 2019

MANUSIA DAN RELATIFITAS TAFSIR


Oleh: Khasan Bisri, M.Pd. 
 
Dalam lintasan sejarah, perbedaan pendapat yang terjadi diantara umat Islam tidaklah sampai menimbulkan permusuhan, perpecahan, dan kebencian. Karena umat Islam menyadari bahwa perbedaan adalah rahmat dan keniscayaan. Perbedaan tidaklah otomatis menjadi buruk atau bencana, sebagaimana tidak pula ia selalu baik dan bermanfaat. Perbedaan menjadi bencana jika mengarah menuju perselisihan sambil masing-masing menganggap diri dan kelompoknya memonopoli kebenaran, sedang selain dirinya dan kelompoknya memonopoli kesalahan.
Perbedaan pendapat bukanlah sesuatu yang baru, semenjak Nabi masih hidup pun perbedaan sudah terjadi dikalangan para sahabatnya. Sangat populer, sebuah kisah yang bersumber dari kitab hadist paling shahih, Bukhari dan Muslim yang menginformasikan bahwa suatu ketika nabi memerintahkan sejumlah sahabatnya ke perkampungan Yahudi, Bani Quraidzah sambil berpesan “Janganlah salah satu diantara kalian shalat Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraidzah”. Tetapi, ketika matahari hampir terbenam, para sahabat belum juga sampai di tempat tujuan. Sebagian sahabat ada yang melakukan shalat Ashar dan sebagaian lainnya tetap melanjutkan perjalanannya. Sahabat yang melakukan shalat Ashar sebelum sampai tujuan beralasan bahwa pesan nabi itu bertujuan memerintahkan bergegas dalam perjalanan agar sampai di Bani Quraidhah sebelum Maghrib, bukan memerintahkan shalat Ashar disana. Sehingga jika waktu Ashar hampir habis, sedang tempat yang dituju belum tercapai, maka shalat Ashar harus dilaksanakan dimanapun. Sedangkan sahabat lainnya memahami hadist nabi tersebut secara tekstual, sehingga mereka benar-benar baru melakukan shalat Ashar setelah sampai di Bani Quraidhah, kendati waktu itu matahari telah terbenam.
Setelah para sahabat kembali, peristiwa ini disampaikan kepada nabi. Ternyata nabi tidak mempermasalahkan dan tidak menyalahkan kedua kelompok sahabat yang berbeda penafsiran tersebut. Para sahabat kendati berbeda, mereka memiliki arah dan tujuan yang sama, yakni melaksanakan apa yang ditetapkan oleh nabi sesuai dengan pemahamannya masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa nabi tidak menafikan adanya kemungkinan perbedaan pemahaman atau penafsiran. Dalam peristiwa tersebut, nabi sedang mengajari kita bahwa kebenaran bisa saja beragam dan bertebaran pada berbagai interpretasi dan kelompok, tidak dimonopoli oleh kelompok tertentu saja.
Para imam madzhab seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Hambali, dll juga tidak selalu sepakat dalam memahami atau menetapkan suatu hukum, tetapi hal tersebut tidaklah membuat persaudaraan mereka luntur, atau keharmonisan hubungan mereka mendingin. Mereka saling menghormati perbedaan pemahaman dan interpretasi nash, serta tidak merasa memonopoli kebenaran. Imam Ahmad bin Hambal misalnya, yang menyatakan keharusan berwudhu setelah berbekam atau mimisan. Namun ketika ditanya seseorang, apakah anda akan sholat dibelakang imam yang sedang mimisan?, beliau menjawab "Bagaimana aku tidak sholat dibelakang Imam Malik dan Said bin Al Muayyab?", yang sebagaimana kita ketahui bahwa Imam Malik dan Said bin Al-Muayyab berpendapat bahwa mimisan tidak membatalkan wudhu. Jangankan ulama yang masih hidup, yang sudah wafatpun tetap mereka hormati pendapatnya. Imam Syafi'i yang berpendapat membaca qunut dalam sholat subuh hukumnya sunnah muakkadah, ketika beliau sholat shubuh di dekat makamnya Imam Abu Hanifah, beliau tidak berqunut karena menghormati Imam Abu Hanifah yang berpendapat membaca qunut bukanlah sunnah.
Sayangnya keteladanan para sahabat dan para ulama masa lalu, akhir-akhir ini tidaklah nampak pada sebagaian kaum Muslim. Hari ini kita dengan mudahnya menjumpai saudara-saudara seiman kita saling rebut dan mengklaim kebenaran, seolah-olah dirinyalah yang diberi mandat oleh Tuhan untuk memonopoli kebenaran. Orang-orang yang tidak mengikuti pendapat atau penafsiran pribadinya dianggap salah, sesat, keliru, dan tidak sesuai dengan ajaran Islam. Padahal jika mau bijak, bisa jadi penafsiran pribadinya benar, tetapi juga bisa jadi keliru, bisa jadi penafsiran orang lain benar, tetapi bisa jadi penafsiran tersebut keliru. Karena memang Tuhan tidak memberikan ‘otoritas kebenaran’ pada orang tertentu. Karena tidak ada yang diberikan ‘otoritas kebenaran’, maka seyogyanya tiap Muslim menghormati keragaman pendapat atau penafsiran.
Dalam menilai kebenaran Al Ghazali, Al Muzani, Al Qadhi, dan kelompok mu’tazilah telah mengajari kita bagaimana bersikap bijak dalam menilai kebenaran. Mereka menyatakan bahwa bisa saja kebenaran itu beragam dengan beragamnya pendapat. Sedangkan keempat imam madzhab Sunni yang popular berpendapat bahwa kebenaran hanya satu, namun yang salahpun dalam ijtihadnya ia tetap mendapatkan ganjaran. Tetapi untuk menentukan pendapat mana yang benar diantara beragamnya pendapat, tidaklah mudah. Sehingga para ulama madzhab tidak saling mengklaim kebenaran pendapatnya, mereka hanya berusaha menafsirkan (ijtihad), sedangkan validitas kebenarannya diserahkan kepada Tuhan.
Jika ulama-ulama besar saja tidak berani mengklaim dan meganggap pendapatnya sendiri paling benar dan memvonis yang lain salah, lantas apakah kita pantas untuk menyombongkan diri dengan memonopoli kebenaran, memaksa orang untuk tunduk dengan pemahaman kita, serta menuhankan penafsiran pribadi?. Sejak kapan Tuhan memberi kita mandat untuk memvonis orang lain yang berbeda pendapat dengan kita dengan tuduhan sesat, salah, keliru, munafiq, liberal, dan label-label negatif lainnya?. Wahai saudaraku, berhentilah menjadi Tuhan dan kembalilah menjadi manusia yang menghamba!






MODEL PENDIDIKAN AGAMA INTERRELIGIUS: PENDIDIKAN ALTERNATIF DALAM MASYARAKAT MULTIKULTUTUR


oleh: Khasan Bisri, M.Pd.

Pendidikan agama pada semua jenjang pendidikan umumnya masih berkutat pada sudut pandang kalangan dalam (internal), berbicara untuk internal, dan kurang responsif terhadap perubahan sosial, --atau dapat dikatakan pendidikan agama selama ini masih bersifat monoreligius-- sehingga lembaga dan komunitas agama-agama seringkali gagap melihat keanekaragaman atau kebhinekaan dan perubahan. Ditambah lagi dengan banyaknya penemuan buku-buku teks panduan belajar pendidikan agama di lembaga-lembaga pendidikan yang berisi konten-konten yang dapat berpotensi mengobarkan semangat kebencian. (Lihat Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah, 2016: 4).
Pendidikan agama monoreligius --yang selama ini dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan-- disadari memiliki beberapa celah yang perlu dicermati dan membutuhkan suatu pembaharuan. Celah dan pembaharuan tersebut yaitu: (Listia, 2007)
Pertama, banyak proses pendidikan agama monoreligius yang kurang atau bahkan sama sekali tidak memberi ruang penerimaan adanya ‘orang lain yang berbeda’, sehingga tidak menumbuhkan kepekaan pada cara pikir, cara hidup dan kebutuhan-kebutuhan dari orang lain yang berbeda agama. Banyak juga pendidik dalam pendidikan agama monoreligius yang mencukupkan diri pada aspek formalitas agama dan tidak mengangkat substansi agama-agama dalam proses pembelajaran sehingga pemahaman yang diperoleh peserta didik adalah pemahaman agama yang ‘hitam-putih’, sulit toleran dengan perbedaan dan cenderung menolak berdialog dengan berbagai perubahan sosial. 
Kedua, sistem pendidikan dalam banyak hal menjalankan mekanisme yang menyederhanakan proses dalam pembelajaran, banyak yang berorientasi pada hasil kuantitatif. Dalam pendidikan agama, hasil berupa nilai-nilai angka tentu tidak sepenuhnya mewakili pencapaian proses belajar peserta didik, apalagi berkaitan dengan tujuan penyelenggaraan pendidikan agama yang berurusan dengan karakter manusia. 
Ketiga adanya kultur dominasi dalam dunia pendidikan (secara umum), yang mempengaruhi peserta didik sehingga tidak dibiasakan untuk membangun kesadaran kesetaraan dengan ‘mereka yang berbeda’.
Keempat, adalah faktor pribadi guru dan dosen. Pada kenyataannya, tidak semua guru dan dosen yang memiliki mentalitas pendidik, melainkan sekedar mengoperasikan apa yang ada dalam kurikulum, tanpa hadir dalam kehidupan peserta didik untuk mencermati proses pembelajaran yang mereka alami dan mau terbuka untuk belajar bersama. Keadaan ini sering menyebabkan peserta didik tidak tertarik dengan pelajaran agama.
Pendidikan agama yang semacam itu menimbulkan berbagai dampak pada pola pikir dan sikap keagamaan siswa, salah satunya berpotensi menimbulkan sikap intoleransi. Barangkali terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa tindakan intoleransi tersebut disebabkan oleh pendidikan agama yang selama ini dilakukan. Namun demikian, fenomena maraknya intoleransi agama paling tidak dapat menjadi indikator kemungkinan adanya masalah dalam pendidikan agama. Hasil survai yang dilakukan Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) yang dilakukan pada Oktober 2010 sampai Januari 2011 yang melibatkan responden 590 dari total 2639 guru PAI dan 993 siswa beragama Islam dari total 611.678 siswa SMP dan SMA di 59 sekolah swasta dan 41 sekolah negeri di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) menunjukan antara lain bahwa 41,8-63,8 % responden mendukung intoleransi dan kekerasan terhadap warga non-muslim. Selain itu 62,7 % responden guru PAI keberatan jika non-Muslim membangun tempat ibadah di lingkungan tempat tinggal mereka, sedangkan siswa yang merasa keberatan 40,7 %. Hasil survai juga menyebutkan bahwa 57,2 % guru dan 45,2 % siswa tidak setuju jika non-Muslim menjadi kepala sekolah (Suhadi, 2016:75).
Hasil survai lainnya yang dilakukan LKiS tentang fenomena intoleransi beragama di kalangan siswa SMA Negeri di Yogyakarta juga menunjukan hasil yang hampir sama. Dari 760 responden dari 20 SMA Negeri di DIY menunjukan bahwa 6,4 % siswa SMA Negeri memiliki pandangan yang rendah dalam toleransi, 69,2 % memiliki pandangan yang sedang, dan hanya 24,3% siswa yang memiliki pandangan yang tinggi tentang toleransi. Sedangkan dalam hal tindakan, tercatat 31,6 % siswa memiliki tingkat toleransi beragama yang rendah, 68,2 % siswa memiliki tingkat  toleransi beragama sedang, dan hanya 0,3% siswa yang memiliki tingkat toleransi beragama tinggi (Suhadi, 2016:76).
Menurut survai The Wahid Institute -sebuah lembaga penerus gagasan dan perjuangan Gus Dur- merilis data dari 306 murid sekolah menengah di Jabodetabek, yang tak setuju mengucapkan hari raya keagamaan orang lain sebesar 27% dan ragu-ragu 28%. Murid yang akan membalas tindakan perusakan rumah ibadah mereka sebanyak 15% dan ragu-ragu 27%. Ada pula 3% murid yang tak mau dan ragu-ragu menjenguk teman sakit yang beda agama. Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) juga pernah mempublikasikan hasil survainya, bahwa pandangan intoleransi juga menguat diantara para guru. Ini tampak dari dukungan terhadap tindakan pengrusakan dan penyegelan rumah ibadah (24,5%), pengrusakan rumah atau fasilitas anggota keagamaan yang dituding sesat (22,7%), pengrusakan tempat hiburan malam (28,1%), pembelaan dengan senjata terhadap ancaman dari agama lain (32,4%), dan pernyataan bahwa Pancasila tidak relevan lagi (21%) (R. Arifin Nugroho, “Sekolah Kebhinekaan”, dalam Kedaulatan Rakyat, Rabu 19 April 2017, hlm. 12).
Hasil beberapa survai diatas menunjukkan tingginya angka intoleransi di kalangan siswa. Hal tersebut menunjukkan adanya permasalahan/ kurang berhasilnya pendidikan agama selama ini, maka perlu adanya reformulasi baru pembelajaran agama di sekolah yang mendukung terwujudnya toleransi siswa, baik sesama agamanya ataupun antar agama. Reformulasi pembelajaran agama dapat dimulai dari penerjemahan kembali UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (2) dan pasal 4 ayat (1).
Dalam UU tersebut, pendidikan nasional dimaknai sebagai pendidikan yang berakar pada nilai-nilai keagamaan. Kata ‘nilai-nilai keagamaan’ tersebut belum diterjemahkan pada keluhuran nilai-nilai universal dari beragam agama. Pendidikan agama selama ini masih bersifat eksklusif, belum inklusif yang memandang positif adanya perbedaan. Materinya pun terbelenggu dalam pengajaran ritus, simbol, ritual, dan normatif. Paradigma pendidikan agama Islam yang masih terbatas pada to know, to do dan to be, harus diarahkan kepada to live together. Artinya, bahwa kemampuan anak didik untuk dapat hidup bersama orang lain yang berbeda etnis, budaya dan agama, semestinya menjadi nilai yang melekat dalam tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam. Tujuan untuk menjadikan anak didik memiliki pemahaman dan perilaku religius yang berjalan paralel dengan kemampuan mereka untuk dapat hidup bersama orang lain yang berbeda etnik, budaya dan agama (Suyatno, 2003: 86-87).
Melihat situasi tersebut, strategi yang bisa digunakan adalah pluralisme de jure. Menurut Edward Schillebeeckx pola ini mengedepankan hubungan antar agama dari keinginan tulus, bukan keterpaksaan. Milton K Munitz mengungkapkan pula bahwa pendekatan yang digunakan tidak lagi memisahkan secara diametris antara subjek dan objek, normatifitas dan historisitas, universalitas dan partikularitas. Pendidikan agama di sekolah selayaknya menggunakan pendekatan yang mengedepankan dialog kritis, kreatif, sistematis, dan ekstensif antara keduanya. Pendekatan semacam itu hanya bisa diperoleh manakala ada interaksi antar murid beda keyakinan. Murid sadar bahwa Tuhan mencipta keindahan melalui keberagaman, bukan keseragaman (R. Arifin Nugroho, “Sekolah Kebhinekaan”, dalam Kedaulatan Rakyat, Rabu 19 April 2017, hlm. 12).
Sebagai respon dari berbagai problem pendidikan agama yang kompleks tersebut, beberapa sekolah berusaha untuk membuat dan menawarkan model baru pendidikan agama, diantaranya SMA BOPKRI 1 Yogyakarta. Sekolah tersebut menerapkan model baru pendidikan agama yang disebut pendidikan interreligius.
Dinamakan Pendidikan Interreligius karena proses pendidikan yang berlangsung bersumber dari nilai-nilai kebaikan yang ada dalam berbagai ajaran dan pengalaman beragama. Dalam upaya ini, dengan sadar menjadikan segala keragaman sebagai sumber sekaligus tujuan untuk menyukuri kehidupan. Dalam rasa syukur ini, berbagai keindahan dalam segala sumber yang dimuliakan, nilai-nilai kebaikan untuk kehidupan bersama dihadirkan sebagai semangat untuk saling memperkuat dan mendewasakan. Dari sisi sumber belajar ini juga menjadi ciri yang membedakan dengan praktek pendidikan multikulturalisme maupun pendidikan perdamaian (Listia, 2016:5). 


Selengkapnya dilahkan download link dibawah ini
Model Pendidikan Interreligius

KISI-KISI PAS PAI KELAS X SEMESTER GENAP 2018/2019 SMK PENERBANGAN AAG ADISUTJIPTO YOGYAKARTA

KISI-KISI PAS PAI KELAS X SEMESTER GENAP 2018/2019


Untuk mendapat kan kisi-kisi PAS PAI silahkan download dibawah ini.
klik disini


MENGINGATKAN
PAS DILAKUKAN DI BULAN RAMADHAN, ISILAH DENGAN HAL-HAL DAN KARAKTER YANG POSITIF, TERUTAMAKEJUJURAN
SELAMAT BELAJAR SEMOGA SUKSES

KISI-KISI PAS PAI SEMESTER GENAP KELAS XI T.P 2018/2019 SMK PENERBANGAN AAG ADISUTJIPTO




KISI-KISI UJIAN KENAIKAN KELAS (UKK) KELAS XI
SMK PENERBANGAN AAG ADISUTJIPTO
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti


Untung mendapatkan kisi-kisi PAS silahkan download
Klik Disini

MENGINGATKAN
PAS DILAKUKAN DI BULAN RAMADHAN, ISILAH DENGAN HAL-HAL DAN KARAKTER YANG POSITIF, TERUTAMA KEJUJURAN
SELAMAT BELAJAR SEMOGA SUKSES

Rabu, 06 Desember 2017

DAFTAR NILAI UAS SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2017/2018 SMK PENERBANGAN AAG ADISUTJIPTO


DAFTAR NILAI UAS
SEMESTER GANJIL
TAHUN PELAJARAN 2017/2018
SMK PENERBANGAN AAG ADISUTJIPTO











KELAS X 2








NO
NAMA
NILAI

1
ADELIA ERIKA PUTRI
81

2
ANDHINI RAHMAWATI
81

3
DEWI MULIKO
84

4
GUNTUR PRASTYO
69

5
MERLYN FATIHATUL HANADI
78

6
MIFTAHUL HUDA
69

7
MUHAMMAD KURNIAWAN


8
MUHAMMAD RAYKHAN RAJES AFFRIZAL
75

9
NANA DWI PURNOMO
81

10
NUZUL JUNIATI ROMADHONA KORI PUTRI
79

11
PRATAMA YUDHA MAHESWARA
64

12
RAMA SETYA NUGRAHA
70

13
SELVI SEPTIANA
58

14
SONYA MAHITA WIDYANINGRUM
83


NILAI TERENDAH
58


NILAI TERTINGGI
84


RATA-RATA
74,77




KELAS X 7








NO
NAMA
NILAI

1
AFDAL BINTANG SYAHPUTRA
73

2
AGAM WIBOWO
78

3
ALDI HENDA HERMAWAN
79

4
ALFAN DWI NURYANTO
64

5
ALGHA HENDRILIAN
76

6
ALIANSYAH RONAN BOMANTORO
69

7
ANISA DEWI RAHMAWATI
74

8
ANNISA RESTIA DWIANDRA
61

9
APRELIA AINUR ROCHMAH
85

10
AYU LILIYA SAPUTRI
72

11
DIDIK SALAMUDIN YUSUF
63

12
FAUZI DWI HARITS PUTRA RINARDI
75

13
GALA MALIK SULTAN PRAMUDYA
68

14
ILHAMU DZINURAIN MUHANDIS
88

15
INSAN MUGNI ALIMULLAH RAHMAN
66

16
KEVIN ADIL SYAFA'AN
59

17
LATIFAH WULANNINGSIH
83

18
LUTHFI RIDHO NUGROHO
64

19
MOCHAMMAD MAULUDYA SYAH PUTRA
83

20
MUHAMMAD FAJRUL FALAH


21
MUHAMMAD IBRAHIM ALMUBARAK
71

22
MUHAMMAD NUR ROHIM FAJAR RIYADI
77

23
MUHTARUDIN KHOIRI
64

24
NABILA MUTIARA
61

25
NAUFAL AHMAD MUDRIK AZHORIF
78

26
NINO BIMA ADITYA
65

27
NUR IZZATUL HANIFAH
79

28
SARI SEPTI SETIANINGSI
71

29
SINTYA PUTRI MARETIA
76

30
WISNU GUNAWAN PRAMUDITYA
74

31
YOGA RIAN SAPUTRA
78

32
YOZZA MUHAMAD YUSUF
54

33
YULIANA SARWO EDI
74


NILAI TERENDAH
54


NILAI TERTINGGI
88


RATA-RATA
71,94



KELAS X 8


NO
NAMA
NILAI

1
AAFIYAH HUSNAA
76

2
ADE KURNIAWAN
75

3
ADI PURWONO
84

4
ALFA ALVIAN ANDIKA PUTRA
82

5
ALFIAN KUSUMA CANDRA
84

6
ALVI KHASANAH
70

7
ANNISA SEPTIANI JANNAH
69

8
DHAVA DEWANDA
79

9
DILA RIVANINDA  ARDANINGGAR
78

10
EKA VIRNAWATI
82

11
FAHRUL HUSAZADA AUFA
85

12
FAJAR ROHMAN ROZAQI
84

13
GALANG JAHWA PRATAMA
91

14
GALAXY HAYDAR PASHA
77

15
GILANG FIRMANSYAH PRASETIA
79

16
HENDRA ERFINER HENDY PRATAMA
63

17
HILAL FADLILLAH
79

18
IAN AJI SAPUTRO
61

19
IRFAN FADHILLA ANDREANSYAH
77

20
KRISNA NUGROHO
75

21
LALU GALANG RAHMAT RAMADHAN
62

22
LARENZKA EKO PRIHANTORO
76

23
MUHAMMAD ABRAR DHARMA PUTRA
83

24
MUHAMMAD AGENG WIBOWO
80

25
MUHAMMAD DHIEMAS TRIMULYO
79

26
MUHAMMAD MUCHLIS AL FAHRI
65

27
NURIVANDA ADHEL WARDOYO
72

28
PUTRI KURNIASARI
83

29
RIFQI CHANDRA UTOMO
73

30
WAHYUDA FITRIADNA
69

31
YENI SEPTYANI
80

32
YUNITA WIJI LESTARI
80


NILAI TERENDAH
61


NILAI TERTINGGI
91


RATA-RATA
76,63




KELAS X 9


NO
NAMA
NILAI

1
ALDA ARUMANINGTIAS WULANDARI
78

2
ANGESTU ARDIANSYAH
83

3
ARIS PRABOWO
53

4
AYU STYANINGRUM
48

5
BIMA PRAJA SATRIYA
63

6
DEMA ANINDHITA NURVIANDIRGANTARA
68

7
DENNIS HUDA PRATAMA
73

8
DHIMAS INDRIANTO NUGROHO
62

9
FAISAL ADAM
87

10
IMA AZZAHRA WAHYU RAMADHANI
87

11
IMAM SOFI ALIROBI
57

12
INGE HERLINA SARI
71

13
KARENVIL WAHYU PUTRI
70

14
KOMANG PRASETYA DIMAS SUKAT
74

15
LUTVIA KHAIRANI AULIA
74

16
M. HAFIZH AL MILLATI
81

17
MIFTA KHUDDIN
68

18
MOHAMMAD YUSTISHIO UTOMO PUTRO
71

19
MUFFID ERYANA ALFARIZKY
73

20
MUHAMMAD BUKHORI
71

21
MUHAMMAD FAIZ ABDUL AZIZ
86

22
NDARU RAMADHAN
81

23
RADEN RORO ULFAH NURUL PUSPITA
83

24
RAFI MAULANA PUTRA
65

25
RAMADHAN NALURIAWAN
82

26
RHEGA KHALILOU FADIGA
69

27
RIO AJI PANGESTU
76

28
RIVALDO REVELINO
69

29
RIYAN CATUR RANGGA
73

30
VITTO FERDIANSYAH EKA PANGESTU
72

31
WAJEH PUJE MAS'UD
61


NILAI TERENDAH
48


NILAI TERTINGGI
87


RATA-RATA
71,9







KELAS X 10


NO
NAMA
NILAI

1
ADIT DITIYANA
83

 2
ALIF RAHMAN AL GHIFARI
63

3
ANANG KISWANTO
70

4
ARI WAHYUDI
64

5
BAGUS AJI PRANOTO
66

6
DEWI SEKAR ARUM
58

7
DIAN TIARA SARI
86

8
DONI YULIANTO
71

9
FIKI NUR FERDIAN
76

10
HAFIZ CHANDRA ADYATMA
58

11
INDAH DWI ARIYANTI
55

12
KHOIRUL BEKTI SAPUTRO
50

13
MATSNA NOVALIA RAMADHANI
71

14
MEYLIA AYU WIDIASTUTI
65

15
MUHAMAD YANUAR
60

16
MUHAMMAD EGYTYA SUHANDI PUTERA
70

17
MUHAMMAD IQBAL ALAMSYAH
68

18
MUHAMMAD RAMA DWIKA RAHMAN
73

19
MUHAMMAD RIDWAN EKA NUGRAHA
69

20
MUHAMMAD RIZQULLAH SALMAN
70

21
MUHAMMAD TAUFIK ADAM
58

22
MUTHOHA RULJANAN
69

23
NADIA NARESWARI ANDIKA PUTRI
67

24
RADEN SADEWO REPUBLIK INDONESIA 2  SAKTI AJI
78

25
RAFID RIZKY NUGROHO
87

26
RAHMAD BAYU AJI
73

27
RIYAN SETIYO NUGROHO
66

28
RIZQY KURNIAWAN
78

29
SENTOT ALISAH
78

30
TRI ALDO PUTRA AJI PRAKOSO
63

31
WAHID RIDZKY GUMILAR
52

32
ZHALVA TYANMA SEKAR SAFURI
67


NILAI TERENDAH
50


NILAI TERTINGGI
87


RATA-RATA
68,19



KELAS X 11








NO
NAMA
NILAI

1
AMANDA RANI MALIANA


2
ARIFIBRI ATMANTO
68

3
ATHALLAH HUDHAYFA ARMASYAPUTRA
74

4
AULIA FADILLAH WANI WANDANI
79

5
BAYU YUDHA WIRATAMA
59

6
CHANDRA SULISTYO PRIANDOKO
74

7
DIMAS PRASETYO
59

8
ELLYA FEBRI TRISCAHYANTI
81

9
ELZA AGUS QURNIAWAN
78

10
FERRY NUR RAHMAN
70

11
GUR ANISA HERAWATI
62

12
HANIF WAHYU KARTIKA
75

13
MELLISA  PUTRI SYAH
75

14
MERLIN DEWAYANI
79

15
MUHAMMAD ALVARISI
67

16
MUHAMMAD IQBAL NUGROHO
70

17
MUHAMMAD KHAIDIR WIRYAWAN SIREGAR
73

18
MUHAMMAD TAUFIQ DINAR AKBAR
75

19
NORA NUR FADILA
68

20
PUTRO WAHYU WIDODO
62

21
RADEN DANNY ADHITYA
73

22
RAHMAD YUSUF SETYAWAN
62

23
RENO STYAWAN
65

24
REZA SAFIRA
78

25
RIO ANGGA BUSONO FIRMANSYAH
74

26
RONI DWI SETIAWAN
64

27
ROSY VALENTINA
81

28
SINGGIH HARIS ARDIYANTO
61

29
TRI WAHYUNINGSIH
83

30
TRI YANI
61

31
WAHYU BIMO BASKORO
66

32
WAWAN DERMAWAN
45


NILAI TERENDAH
45


NILAI TERTINGGI
83


RATA-RATA
69,71



KELAS X 12








NO
NAMA
NILAI

1
AGUM KURNIA SANDI
60

2
ALVIN NOOR SATRIA
58

3
ANJUNG RAHMA SAPUTRA
61

4
BAHARUDDIN LUTFI TASLAM
71

5
BEBY MUTIA RAHMA
61

6
CAHAYA LINTANG PUTRI
75

7
DHAZILVA MUSADIQIN
76

8
DIMAS WAHYU ARDI
70

9
DISMA JUFIIKA PERMATA
64

10
EKO FATHU RIZKI
84

11
FARHAN IHZA MAHENDRA
66

12
FERNANDA WAHID KURNIAWAN
72

13
LAKSANA PUTRA HIMAWAN
64

14
MEGA KIRANA NUR FATIMAH
80

15
MOHANDAS DAFFA FATIHUDDIN
52

16
MUHAMMAD AKBAR NUR SHOLEH
43

17
MUHAMMAD ANJUNG KRESNA NATAKUSUMA
79

18
MUHAMMAD IQBAL SIDDIQIIN MUFLIKHUN
74

19
MUHAMMAD IRSYAD R
62

20
MUHAMMAD KHOIRUL UMAM
60

21
MUHAMMAD RAFLI PRATAMA
74

22
MUHAMMAD USMAN
80

23
OKTOFI EKA MARKHABAN
71

24
SEPTIAN CAHYO KURNIAWAN
64

25
TALIA SEPTIANA MAHARANI
70

26
TEGAR SAPUTRO SWARES
63

27
TONY SULISTIYANTO
63

28
WAHYU NURYANTO
30

29
YUDIT AFIF IBADURRACHMAN
75

30
YUNANDAR WIRANU
69

31
BINTANG FIRLANA SULEMAN
68


NILAI TERENDAH
30


NILAI TERTINGGI
84


RATA-RATA
66,42




KELAS X 13








NO
NAMA
NILAI

1
ADITYA HAFIZHA MALIK
79

2
ARIF SYAHDEWA
85

3
AULIA AHMAD FADILA
83

4
AURA INDRIASTUTI
89

5
ELISSA  UTAMI
88

6
EVA PRADHITA ARUM SARI
71

7
FACHRU SHOBRI FARCHAN
79

8
FERRYANNA RAHMA SUCIANTO
77

9
FIKRIE WARDANA WIWA TIKTA SONDAKH
79

10
GALUH ANGGITA SARI
83

1
JEFFRY FERNANDO
72

12
MAULANA SYAIKHAN
68

13
MOHAMAD RIZQI PUTRA PRATAMA
56

14
MOHAMMAD RIZKY PRATAMA
89

15
MUHAMMAD JUIS ELRANGGA MORRISON
77

16
MUHAMMAD WAHYU DWI FEBRIAN
75

17
MUHAMMAD YADNA YUDISTHIRA IRIANTO
77

18
RHESA RAMA REYHAN
84

19
RIFDAH ALYYA ROMADHON
83

20
RIZKI CAHYO AFRIANTO
64

21
SANJI SATHYA
87

22
WAHDHAN HADI PRASETYA
70

23
WENDIYA GUSNATA PRASETYO ADI
77


NILAI MINIMAL
56


NILAI MAKSIMAL
89


RATA-RATA
77,91



KELAS X 14








NO
NAMA
NILAI

1
AKMAL MAULANA ARRAHMAN
59

2
ARDIAN RAHMAT WIBOWO
61

3
ARDIYANTO
75

4
ARIANA
61

5
BAYU INDRA AGUNG WIDOSENO
53

6
CHANDRA SETIAJI
38

7
DEFI YULIYANTO
64

8
DETAP ROHIM SYAH
51

9
DEVITYA NUR ARIFAH
77

10
DWIE ILHAM YUDHA NUGRAHA
58

11
FAJAR ADI NUGROHO
67

12
FAJAR IMAM MUSTAQIM
64

13
FEBRI NURYANTO
60

14
FIRDAUS KUSUMA PUTRA
67

15
GALIH SANDY YUDHA NUR ALAMSYAH
59

16
HANIF ROIHAN MASHUDA
65

17
MUHAMMAD FAUZY
59

18
MUHAMMAD NUR WICAKSONO
69

19
NOVENDRA FAZA KURNIAWAN
51

20
OKY SETIAWAN
53

21
RIKI ISNAWAN
59

22
RIVAN DWI NUR CAHYO SETYO UTOMO
64

23
ROSALINDA NUR AMALIA
62

24
ROSSI IRVAN LINDU AJI
62

25
TITON JULIAFAN IRVIANTO
70

26
UTAMI ACHSANA PUTRI
66

27
WIKA ARDANA
57

28
YOGA BARY PURWANTO
56

29
YOGA SETYAWAN
53

30
YOVI WIDI SEPTIAWAN
75


NILAI MINIMAL
38


NILAI MAKSIMAL
77


RATA-RATA
61,17













PERINGKAT  TERTINGGI PARALEL
PERINGKAT
NAMA
KELAS
NILAI
1
GALANG JAHWA P
X 8
91
2
AURA INDRIASTUTI
X 13
89
2
MOHAMMAD RIZKY P
X 13
89
3
ELLISA PUTRI UTAMI
X 13
88
3
ILHAMU DZINURAIN M
X 7
88
4
FAISAL ADAM
X 9
87
4
IMA AZZAHRA W R
X 9
87
4
RAFID RIZKY N
X 10
87
4
SANJI SATHYA
X 13
87





PERINGKAT  TERENDAH PARALEL
PERINGKAT
NAMA
KELAS
NILAI
1
WAHYU NURYANTO
X 12
30
2
CHANDRA SETIAJI
X 14
38
3
M. AKBAR NUR SHOLEH
X 12
43
4
WAWAN DERMAWAN
X 11
45
5
AYU STYANINGRUM
X 9
48
6
KHOIRUL BEKTI S
X 10
50
7
NOVENDRA FAZA K
X 14
51
7
DETAP ROHIM SYAH
X 14
51
8
MOHANDAS DAFA F
X 12
52
8
WAHID RIZKY G
X 10
52

PERINGKAT RATA-RATA KELAS
PERINGKAT
KELAS
RATA-RATA
1
X 13
77,91
2
X 8
76,63
3
X 2
74,77
4
X 7
71,94
5
X 9
71,9
6
X 11
69,71
7
X 10
68,19
8
X 12
66,42
9
X 14
61,17


BAGI YANG MENDAPAT NILAI TERTINGGI PARALEL BERHAK MENDAPAT HADIAH. HADIAH AKAN SAYA BERIKAN DI KELAS KETIKA AWAL SEMESTER 2 BESOK

BAGI YANG NILAINYA DIBAWAH 70 (nilai 0 sampai 69) KERJAKAN BERIKUT INI!

Buatlah artikel dengan memilih salah satu  tema dibawah ini (pilih satu saja):
1. "Hukuman Bagi Pelaku Zina di Indonesia" 
2. "Pandangan HAM terhadap Hukuman Rajam Bagi Pelaku Zina"
3. "Jilbab dan Tantangan Masyarakat Modern"

Ketentuan:
1.      Ukuran kertas A 4 (batas atas, kanan, dan bawah 3 cm, serta batas kiri 4 cm)
2.      Jenis huruf Times New Roman
3.      Ukuran huruf 12
4.      Spasi 1,5
5.      Minimal 400 kata
6.   Dikirim via email ke bisri.hasan1994@gmail.com maksimal Selasa, 12 Desember 2017 pukul 24.00 WIB.
7.    Pengiriman email melebihi batas waktu yang telah ditentukan tidak diterima, dan nilai apa adanya sesuai hasil UAS