BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan merupakan usaha sadar untuk membangun kepribadian anak
bangsa agar dapat berperan positif dalam kehidupannya, baik dalam kehidupan
sekarang maupun yang akan datang. Oleh karena itu setiap negara memiliki suatu
system pendidikan nasional, yang mana sistem ini mempunyai acuan bagi setiap
pendidikan yang ada di negara tersebut. Setiap negara memiliki sistem
pendidikan yang berbeda dengan negara lain, walaupun tidak dapat dinafikan
adanya kesamaan sistem yang diterapkan dalam setiap negara tergantung dengan
kondisi dan kebutuhan bagi negara tersebut.
Begitu juga Mesir yang terkenal dengan sebutan ardhul anbiyâ (negeri
para nabi), memang telah menjadi kiblat keilmuan keislaman dunia. Di samping mempunyai segudang peradaban, negeri seribu menara ini
juga merupakan gudang segala ilmu. Negara ini seakan memiliki magnet
tersendiri. Terbukti, Mesir telah memikat jutaan hati para pelajar dari
berbagai penjuru dunia untuk menimba ilmu di sana.
Mesir diakui
secara luas sebagai pusat budaya dan politikal utama di wilayah Arab dan Timur
Tengah. Modernisasi pendidikan di Mesir berawal dari pengenalan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi Napoleon Bonaparte pada saat penaklukan Mesir.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang dicapai Napoleon Bonaparte yang
berkebangsaan Perancis ini, memberikan inspirasi yang kuat bagi para pembaharu
Mesir untuk melakukan modernisasi pendidikan di Mesir yang dianggapnya diam
ditempat. Diantara tokoh-tokoh tersebut Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh,
dan Muhammad Ali Pasha. Dua yang terakhir, secara historis, kiprahnya paling
menonjol jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh yang lain.
Modernisasi
pendidikan merupakan sebuah perkembangan pendidikan yang bisa menyesuaikan laju
zaman. Perkembangan itu dapat dilihat dari berbagai aspek seperti kondisi
negaranya, kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan, pengembangan
pendidikan di negara tersebut dan lainnya.
Begitu juga
perkembangan pendidikan di Mesir. Perubahan-perubahan di negara Mesir mampu
mengubah pendidikan menjadi lebih baik dan berkembang pesat. Oleh karena itu
dalam makalah ini akan membahas mengenai potret pendidikan di Mesir.
B.
Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, penulis hanya akan
memfokuskan pembahasan pada beberapa rumusan masalah, yaitu:
1.
Bagaimana sejarah dan perkembangan pendidikan
di Mesir?
2.
Apa tujuan pendidikan di Mesir?
3.
Bagaimana Manajemen pendidikan di mesir dan
problematikanya?
4.
Bagaimana system pendidikan di Mesir?
5.
Bagaimana rekonstruksi pengembangan pendidikan
di Mesir?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui sejarah dan perkembangan pendidikan
Mesir
2.
Mengetahui tujuan pendidikan Mesir
3.
Mengetahui menejemen pendidikan dan problemnya
di Mesir
4.
Mengetahui system pendidikan Mesir
5.
Mengetahui rekonstruksi pengembangan pendidikan
Mesir untuk Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah dan Perkembangan Pendidikan di Mesir
Dinasti Fathimiyah adalah Dinasti Syi’ah yang berkuasa dari 909 M
(296 H) sampai dengan 1171 M (569 H) atas dasar legitimasi klaim keturunan Nabi
lewat Fatimah (Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatulloh, 2002 : 293) dan Hazrat Ali
dari Ismail anak Ja’far Sidiq, keturunan keenam dari Ali (Ajid Thohir, 2009 :
112). Dinasti ini didirikan sebagai tandingan bagi penguasa dunia muslim saat
itu yang terpusat di Baghdad, yaitu Bani Abbasiyah (Lukman Yasin dkk, 2008 :
787). Ubaidillah Al Mahdi mendirikan Dinasti Fatimiyah yang lepas dari
kekuasaan Abbasiyah (Samsul Munir, 2009 : 254).
Masa kegemilangan Dinasti Fatimiyah ditandai dengan berpindahnya
pusat pemerintahan ke Kairo. Setelah Kairo berdiri dan dilengkapi dengan
berbagai sarana termasuk masjid Al Azhar yang kemudian dijadikan pusat
Perguruan Tinggi Islam oleh Khalifah Fatimiyah Al Aziz (975 – 996 M). Jauhar
juga mendirikan Dar al-Hikmah di tahun 1005 M. Kemudian Dinasti
Fatimiyah yang ditopang dengan wilayah pengaruhnya yang luas mampu
membangkitkan berbagai kegiatan ilmiah, perdagangan, dan keagamaan.
Sejak masa pemerintahan Dinasti Fatimiyah ini, Mesir menjadi pusat
intelektual Muslim dan kegiatan ilmiah lainnya. Kegiatan pendidikan biasanya
dilakukan di masjid-masjid maupun di tempat keramaian. Tumbuhnya Mesir sebagai
pusat ilmu keislaman didukung oleh para penguasanya yang sepanjang sejarah
menaruh minat besar pada bidang pengetahuan. Kecenderungan para khalifah untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan terlihat dari zaman Al Muiz. Usaha yang mereka
lakukan adalah menyebarkan para da’i untuk melakukan dakwah yang disampaikan
dengan tujuan untuk menyampaikan doktrin agama dan menghimbau rakyat untuk
berpendidikan tinggi.
Adapun metode yang digunakan adalah halaqoh di halaman
masjid. Pada masa Khalifah Al Aziz, semangat intelektual dan pengembangan
kualitas pemikiran orang Mesir mampu mengungguli Negara lain. Al Aziz mencoba
merubah fungsi masjid Al Azhar yang dibangun oleh Jauhar menjadi sebuah
Universitas pertama di Mesir yaitu Universitas Al Azhar dan Mesir menjadi pusat
peradaban dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman (Binti Maunah, 2011 : 87).
Secara historis, modernisasi pendidikan di Mesir berawal dari
pengenalan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Napoleon Bonaparte pada saat
penaklukan Mesir (wikipedia.org). Perjalanan Napoleon ke Mesir pada 2 Juli 1798 M
membawa sebuah harapan dan perubahan yang bagus bagi sejarah perkembangan
bangsa Mesir, terutama yang menyangkut pembaharuan dan modernisasi pendidikan
di sana. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Perancis banyak memberikan
inspirasi bagi tokoh-tokoh Mesir untuk melakukan perubahan baik secara sistem
dan kurikulum pendidikan yang sebelunya dilakukan secara konvesional.
Kedatangan Napolen ke Negara Mesir tidak hanya dengan pasukan perang,
tetapi juga dengan membawa seratus enam puluh orang diantaranaya pakar ilmu
pengetahuan, dua set percetakan dengan huruf latin, Arab, Yunani, peralatan
eksperimen, diantaranya membawa teleskop, mikroskop, kamera, dan lain
sebagainya, serta seribu orang sipil. Tidak hanya itu, ia pun mendirikan
lembaga riset bernama Institut d’Egypte, yang terdiri dari empat
departemen, yaitu: ilmu alam, ilmu pasti, ekonomi dan polititik, serta ilmu
sastera dan kesenian (Harun Nasution, 1974 : 30). Lembaga ini bertugas
memberikan masukan bagi Napoleon dalam memerintah Mesir. Lembaga ini terbuka
untuk umum terutama ilmuwan (ulama) Islam. Ini adalah moment kali pertama
ilmuwan Islam kontak langsung dengan peradaban Eropa, termasuk Abd al-Rahman
al-Jabarti. Baginya perpustakaan yang dibangun oleh
Napoleon sangat menakjubkan karena Islam diungkapkan dalam berbagai bahasa
dunia. Diantara tokoh yang mendapatkan inspirasi tersebut
adalah Muhammad Ali Pasya dan Muhammad Abduh. Dua tokoh ini, kiprahnya
paling menonjol jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh yang lain.
Muhammad ali Ali Pasya sebetulnya
buta huruf, namun ia mengetahui betapa pentingnya arti pendidikan dan ilmu
pengetahuan untuk kemajuan dan kekuatan suatu negara. Dalam rangka memperkuat
kedudukan di Mesir dan sekaligus melaksanakan pembaharuan pendidikan di Mesir,
ia mengadakan pembaharuan dengan jalan mendirikan sekolah yang meniru sistem dan
pengajaran Barat. Di sekolah-sekolah, diajarkan berbagai macam ilmu pengetahuan
seperti yang ada di Barat. Bahkan untuk memenuhi tenaga pengajar Ali Pasya
mendatangkan guru-guru dari Barat (terutama dari Prancis). Muhammad Ali juga
mengirimkan sejumlah pelajar ke Barat, dengan tujuan agar mereka menguasai ilmu
pengetahuan Barat, agar setiba kembali ke Mesir mampu mengembangkan ilmunya di
Mesir (Harun Nasution, 1974 : 120).
B.
Tujuan Pendidikan di Mesir
Pada tahun 1987, pemerintah
Mesir menyatakan bahwa pengembangan secara ilmiah harus dilakukan dalam sistem
pendidikan. Oleh sebab itu, diputuskan bahwa konsep struktur, fungsi dan
manajemen pendidikan semua harus ditinjau ulang.
Mesir memprogramkan
wajib belajar, Masyarakatnya harus pandai dalam hal baca tulis dan terdidik,
harus memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menjadi masyarakat
yang produktif, pendidikan juga harus fleksibel, dan relevan dengan kebutuhan
masyarakat.
Adapun tujuan-tujuan utama dari pendidikan di Mesir
adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan dan mengembangkan warga Mesir
dengan cara yang akan membantu mereka untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan
masyarakat yang berubah modern untuk menghadapi tantangan terbarukan, selain
memungkinkan mereka untuk memahami dimensi religius, nasional, dan budaya dari
identitas mereka.
2. Pendidikan dimaksudkan untuk menegakkan demokrasi dan
persamaan kesempatan serta pembentukan individu-individu yang demokratis.
3. Upaya pembentukan Negara independen setelah bebas dari
penjajahan Barat.
4. Pendidikan juga dimaksud sebagai pembangunan bangsa
secara menyeluruh, yaitu menciptakan hubungan fungsional antara produktivitas
pendidikan dan pasar kerja.
5. Pendidikan harus mampu mengiring masyarakat pada
pendidikan sepanjangan hayat melalui peningkatan diri dan pendidikan diri
sendiri.
6. Pendidikan harus mencakup pengembangan ilmu dan
kemamuan tulis baca, berhitung, mempelajari bahasa-bahasa selain bahasa arab,
cipta seni, serta pemahaman atas lingkungan (Departemen Agama RI, 44).
C. Manajemen Pendidikan di Mesir
1. Otoritas
Sistem pendidikan Mesir adalah tanggungjawab
kementrian negara. Kementrian Pendidikan bertanggungjawab mulai dari pendidikan
prasekolah sampai ke pendidikan tinggi dalam aspek perencanaan, kebijakan,
kontrol kualitas, kordinasi dan pengembangannya. Pejabat-pejabat pendidikan di
tingkat governorat bertanggung jawab atas pengimplementasiannya. Mereka yang
memiliki lokasi, membangun, dan melengkapi serta mengawasinya agar berjalan
dengan baik. Mereka juga berusaha mendorong sumbangan dana partisipasi
masyarakat. Ringkasnya, mereka bertanggung jawab atas segala sesuatu untuk
menjamin terselenggaranya operasional dengan efisien.
Menteri bersidang dalam waktu-waktu tertentu dengan
dewan-dewan yang berada di bawah kesertariatan dan sejumlah dewan-dewan lain.
Menteri juga memimpin sidang dewan universitas yang bertanggungjawab atas
prencanaan dan pembuatan kebijakan. Struktur organisasi goernorat pada dasarnya
mirip dengan struktur organisani di pusat kementrian tetapi hanya lebih
sederhana. Mesir juga dibagi dalam 140 distrik pendidikan dengan jaringan
supervisor dan administrator.
Kementrian Al-azhar bertanggung jawab mengatasi
kebijakan dan perencanaan pendidikan pada universitas Al-azhar dan perguruan
tinggi serta sekolah-sekolah lainnya dalam lingkungan Al-azhar (Agustian Syah
Nur, 2011 : 233).
2. Kurikulum dan Metodologi Pengajaran
Sejarahnya,
Muhammad Ali Pasya seorang keturunan Turki yang merupakan peletak dasar
pendidikan modern di Mesir. Ia mempunyai pandangan bahwa Mesir dapat menjadi
negara maju apabila mampu mengadopsi dan memasukkan sistem dan kurikulum
pendidikan Barat (Binti Maunah, 2011 : 88).
Di
Mesir, garis besar kurikulum ditentukan oleh sebuah tim. Tim kurikulum ini terdiri
dari konsultan, superversior, para ahli, para profesor pendidikan, dan
guru-guru yang berpengalaman. Biasanya ada sebuah panitia untuk setiap mata
pelajaran atau kelompok pelajaran, dan ketua-ketua panitia ini diundang rapat
sehingga segala keputusan dapat dikoordinasikan. Kurikulum yang sudah
dihasilkan panitia diserahkan kepada Dewan Pendidikan Pra Universitas yang
secara resmi mengesahkan untuk diimplementasikan. Berdasarkan peraturan,
kurikulum dapat dirubah dan disesuaikan untuk mengakomodasi kondisi setempat
atau hal-hal khusus. (Agustian Syah Nur, 2011 : 233). Adapun Pusat Pendidikan
Nasional bertanggung jawab mengumpulkan informasi mengenai materi pengajaran
berdasarkan kurikulum dan implementasinya di lapangan.
Pada
tingkat implementasi kurikulum, Kementrian Pendidikan Mesir lebih bertanggungjawab
untuk pengembangan pendidikan ditingkat secondary education dan tanggung jawab
juga sampai pada penyelenggaraan ujian nasional. Sementara itu untuk
pengembangan dan implementasi pendidikan pada jenjang pendidikan Pre-School dan
Elementary Educatin menjadi tanggungjawab tingkat distrik, dan pada tingkat
Preparatory Education pada tigkat states atau tingkat propinsi.
Pada
penjabaran di atas, salah satu faktor penghambat berkembangnya kurikulum secara
merata adalah kualitas guru yang bertetangan dengan apa yang digariskan
kurikulum. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan dan pengetahuan guru yang
dilakukan di Mesir lebih mengarah pada pemenuhan standar kompetensi yang tidak
hanya untuk memenuhi standar nasional, tetapi juga untuk peningkatan kemampuan
standar internasional. Arah kebijakan ini memiliki nilai strategis dalam
penyiapan SDM guru yang mampu mengawal pendidikan yang berkualitas di masa
mendatang.
Pemerintah
Mesir sangat gigih mendorong lebih banyak pengajaran bahasa asing terutama
bahasa inggris dengan visi pendidikan global. Bahasa asing di ajarkan
pada sekolah menengah dan kadang-kadang juga mulai diajarkan pada
sekolah-sekolah dasar swasta. Pelajaran bahasa asing merupakan keharusan di
sekolah, dan bahasa Inggris, Prancis dan Jerman merupakan tiga bahasa asing
yang banyak di pilih.
Pada
umumnya, sekolah dan masing-masing guru mempunyai kebebasan yang agak luas
dalam memilih materi pelajaran (Agustian Syah Nur, 2011 : 235-236).
Dalam
proses pelaksanaan pengembangan kurikulum untuk mencapai pendidikan yang
direncakanakan, nampaknya tidak semudah yang telah direncanakan. Timbul
berbagai kendala Dan problematika, di antaranya adalah masalah pertumbuhan
penduduk yang begitu cepat di Republik Arab Mesir. Hal ini berdampak meningkatnya
tuntutan atas pendidikan, dan seterusnya, meningkat pula jumlah murid.
Peningkatan jumlah murid ini sebagai pengaruh dari kenyataan bahwa semenjak
Revolusi tahun 1952, Mesir selalu berjuang memperluas pendidikan sebagai salah
satu prasyarat untuk pembangunan sosial dan ekonomi.
Problem
lain yang ditimbulkan yakni sistem birokrasi dan administrasi yang carut marut,
infrastruktur yang belum memadai, sehingga tak memungkinkan bagi semua mahasiswa
untuk masuk dalam kelas, dengan jumlah mahasiswa yang membludak, namun ruang
kelas belum bisa menampungnya secara sempurna. Barangkali ini juga yang
menyebabkan absen kuliah tak lagi penting di Universitas Al-Azhar. Bisa dikata,
dari segi satu ini, mungkin kita bisa sedikit berbangga. Karena setidaknya
sebagian sekolah atau universitas kita di Indonesia, mempunyai sistem birokrasi
dan administrasi yang lebih tertata, walau masih banyak juga yang keadaannya
masih sangat memprihatinkan.
Dari
sini dapat ditarik sebuah simpulan kecil bahwa setiap negara bahkan itu negara
maju sekalipun memiliki sebuah permasalahan khususnya dalam bidang pendidikan
yang masih saja terdapat kendala-kendala. Untuk itu perlu kiranya kita
mengambil pelajaran yang bisa kita petik dari corak pendidikan Mesir tersebut,
dan mencoba membandingkan dengan pendidikan yang ada di Indonesia. Mengambil
segi positifnya dan mengubahnya menjadi
lebih baik.
3.
Ujian Kenaikan
Kelas dan Sertifikasi
Sistem ujian di Mesir sangat memengaruhi pemikiran
murid, orang tua serta para pejabat pendidikan karena begitu pentingnya hasil
ujian itu. Ujian naik kelas ditetapkan pada Grade 2, 4, dan 5, dan ujian negara
pertama dilaksanakan pada akhir grade 8. Murid yang lulus mendapat Sertifikasi
Pendidikan Dasar, dan dengan itu dapat melanjutkan ke pendidikan yang lebih
tinggi. Jumlah skor menentukan jenis sekolah yang akan dimasuki, dan itu sangat
penting karena umumnya hanya murid-murid yang mendapat skor tinggi saja yang
dapat masuk ke sekolah-sekolah menengah akademik yang diinginkan menuju
universitas. Kalau tidak, mereka masuk kesekolah-sekolah teknik atau institut
pendidikan lain. Jadi, masa depan anak muda mesir banyakn tergantung pada nilai
yang diperoleh pada ujian negara. Hal ini menjadi sangat penting sehingga
menjadi persaingan sesama murid sangat ketat (Sudiyono, 2009 : 10-12).
Sama halnya dengan siswa-siswa yang akan menamatkan
pendidikan menengah, karena jumlah skor yang diperoleh menentukan fakultas atau
universitas mana yang mereka masuki. Ujian yang sangat kompetitif ini membuat
siswa harus belajar keras, dan bahkan menimbulkan percontekan dalam berbagai
rupa, dan juga mengakibatkan timbul-timbulnya kursus-kursus
privat.
D.
Sistem
Pendidikan di Mesir
Sistem pendidikan Mesir mempunyai dua
struktur parallel yaitu struktur sekuler dan struktur keagamaan Al-Azhar.
Struktur sekuler diatur oleh Kementrian Pendidikan, sedangkan Struktur Al-Azhar
dilaksanakan oleh Kementrian Agama di negara-negara lain. Selain dari kedua
struktur ini, ada pula jenis sekolah yang diikuti sejumlah kecil anak-anak.
Misalnya, anak cacat masuk ke sekolah-sekolah khusus, bagi yang ingin
menjadi militer masuk ke sekolah militer, dan ada pula generasi muda yang
meninggalkan sekolahnya dan mendaftar pada program-program nonformal yang diselenggarakan
oleh berbagai badan atau lembaga.
Dalam penyeleksian tenaga
pengajar, sebagai lembaga internasional yang bergerak dalam bidang pendidikan,
UNESCO Mesir mengembangkan suatu sistem pelatihan guru untuk mendukung
tercapainya sumber daya manusia Mesir yang handal. Training ini diselenggarakan
melalui kerjasama dengan perusahan-perusahaan besar yang berperan dalam
melakukan sertifikasi keahlian guru selepas training.
Sistem Pendidikan
modern di negara Mesir meliputi:
a. Sekolah Dasar (Ibtida’i) selama 5 tahun.
b. Sekolah Menengah Pertama (I’dadi) selama 3 tahun.
c. Sekolah Menengah Atas (Tsanawiyah ‘Ammah) selama 3
tahun.
d. Pendidikan Tinggi selama 4-6 tahun.
1. Sistem Sekolah Sekuler (Umum)
Jenjang pertama yang dikenal dengan “Sekolah
Dasar” mulai dari “Grade 1” samapai “Grade5”, dan jenjang kedua, yang
dikenal dengan “Sekolah Persiapan”, mulai dari “Grade 6” sampai ”Grade” 8.
Sekolah persiapan ini baru menjadi pendidikan wajib dalam tahun 1984. Pada
sekolah umum tahun pertama (Grade 9) adalah kelas pertama pada Grade 10 murid
harus memilih antara bidang sains dan non sains (IPA vs Non IPA) untuk
Grade 10 dan 11.
Pendidikan tinggi di universitas institusi
spesialisasi lainya mengikuti pendidikan akademik umum. Pendidikan pada
sebagian lembagaa pendidikan tinggi berlangsung selama dua, empat atau lima
tahun tergantung pada program dan bidang yang dipilih.
2. Sistem Sekolah Al-Azhar
Sistem sekolah ini
hampir sama dengan sistem sekolah sekuler ada tingkatan sekolah dasar.
Perbedaannya ialah bahwa pendidikan agama Islam lebih mendapat tekanan. Dalam
kurikulumya terdapat perbedaan, murid boleh memilih apakah ingin masuk ke
sekolah umum dua tahun lagi atau masuk ke sekolah agama selama dua tahun.
Pada tingkatan
universitas, misalnya terdapat fakultas-fakultas umum konvensional seperti
kodokteran, Teknik, Farmasi, Pertanian dan lain-lain, juga memiliki fakultas Darul
‘Ulum yang menyelenggarakan studi Islam.
3. Pendidikan Nonformal
Pendidikan Nonformal didefinisikan sebagai serangkaian
kegiatan pendidikan terencana diluar sistem pendidikan ini dimaksudkan untuk
melayani kebutuhan pendidikan bagi kelompok-kelompok orang tertentu apakah itu
anak-anak, generasi muda, atau orang dewasa, apakah mereka laki-laki atau
perempuan, petani, pedagang, atau pengrajin, apakah mereka dari keluarga orang
kaya atau keluarga miskin. Di Mesir, pendidikan nonformal terutama dikaitkan
dengan penghapusan ilistrasi. Dengan demikian, kebanyakan program lebih
dikonsentarikan pada pendidikan nonformal ada dalam aspek itu.
Sistem pendidikan Mesir,
baik sekolah negeri maupun Al-Azhar, dan pendidikan swasta lainnya, memang
mewajibkan pelajar Muslim untuk menghafal Al-Quran. Selain itu, pengajian di
mesjid-mesjid bagi jamaah, khususnya anak-anak sekolah juga berperan penting untuk
mendorong warga menghafal Al-Quran, kata Menteri Zakzouk, yang juga mantan
dekan fakultas teologi Universitas Al-Azhar tersebut.
Sistem pendidikan di Mesir,
sejak taman kanak-kanak sudah diwajibkan menghafal Al-Quran. Di Universitas
Al-Azhar, misalnya, bagi mahasiswa Mesir program S-1 diwajibkan menghafal 15
juz (setengah) Al-Quran, program S-2 diwajibkan menghafal seluruh Al-Quran.
Adapun program S-3, tinggal diuji hafalan sebelumnya.
Kewajiban hafal Al-Quran ini
tidak berlaku bagi mahasiswa asing non-Arab, di mana program S-1 diringankan,
yaitu hanya diwajibkan hafal delapan juz Al-Quran, dan program S-2 sebanyak 15
juz Al-Quran, sementara program S-3 baru diwajibkan hafal seluruh Al-Quran.
Sementara itu, Pemerintah
Mesir dilaporkan setiap tahun mengalokasikan dana khusus sebesar 25 juta dolar
AS (1,2 miliar pound Mesir) untuk penghargaan bagi penghafal Al-Quran.
Penghargaan itu diberikan setiap peringatan hari-hari Besar Islam bagi pemenang
hifzul (penghafal) Al-Quran, berupa uang tunai maupun dalam bentuk beasiswa dan
tunjangan hidup. Sudah menjadi tradisi di negeri Seribu Menara itu, perlombaan
hafal Al-Quran di setiap hari-hari besar Islam dilakukan secara serentak dari
tingkat pusat hingga ke daerah-daerah.
E.
Rekonstruksi
Pengembangan Pendidikan di Mesir
Ketika kita
membicarakan system pendidikan di Mesir, baik itu kurikulmya, tenaga
pengajarnya, peserta didiknya dan lain-lain. Maka jika kita bandingkan dengan
Indonesia yang katanya merupakan umat muslim terbesar di dunia, masih jauh
terdapat perbedaan, baik dari segi kualitas pengelolaan pendidikan, tenaga
pengajar, dan kurikulum yang diterapkan masih banyak terjadi ketidak efektipan.
Untuk itu, mungkin
terdapat banyak hal atau system pengelolaan dalam pendidikan di Indonesia yang
bisa di rekontruksi dan adopsi dari system pengelolaan pendidikan Mesir dan
implementasinya di lapangan, diantaranya yaitu :
1. Sistem Evaluasi
pendidikan di Mesir cukup baik, soal Ujian Nasional mereka berbentuk Essay
sedangkan di Indonesia Pilihan Ganda.
2. Sistem Pengkoreksiannyapun baik, dilembar jawaban tidak
di cantumkan nama siswa sedang di Indonesia di cantumkan. Sistem ini mungkin akan menghindarkan
tindakan kecurangan yang dapat dilakukan oleh guru, dan di Indonesia ini
seringkali terjadi apalagi pada waktu Ujian Nasional.
3. Di Mesir adanya penyesuaian mata pelajaran yang diberikan
sesuai dengan usia siswa.
4. Melakukan pendidikan untuk calaon Guru dengan cara
yang lebih sekektif. Misalanya, UNESCO Mesir mengembangkan suatu sistem pelatihan guru
untuk mendukung tercapainya sumber daya manusia Mesir yang handal.
5. Semangat pembeharuan yang begitu kuat tertanam pada
generasi-generasi muda-nya, baik pembaharuan dalam pendidikan, namun juga
peradaban dan kebudayaan, maka tidak heran jika Mesir salah satu Negara Islam
yang menjadi kiblat peradaban dunia.
6. Memprioritaskan kemampuan para peserta didiknya untuk
terus mengembangkan dirinya sesuai dengan minat dan bakatnya.
7. Tenaga pengajar memang ahli dalam bidang yang ia
ajarkan kepada para peserta didik.
BAB
III
KESIMPULAN
Sejarah Pembaharuan pendidikan di Mesir di
mulai pada saat mendaratnya Napolean Bonaparte (1798-1799) di Mesir karena
merekalah yang mengenalkan kemajuan Barat.
Tokoh-tokoh pembaharuan pendidikan di Mesir
yaitu : Muhammad Ali, Jamaluddin al-Afghani, Al-Tahtawi, Muhammad Abduh.
Sistem pendidikan Mesir
mempunyai dua struktur parallel yaitu struktur sekuler dan struktur keagamaan
Al-Azhar. Struktur sekuler diatur oleh Kementrian Pendidikan. Struktur Al-Azhar
dilaksanakan oleh Kementrian Agama di negara-negara lain.
Tim kurikulum terdiri
dari konsultan, supervisor, para ahli, para profesor pendidikan, dan guru-guru
yang berpengalaman. Biasanya ada sebuah panitia untuk setiap mata
pelajaran atau kelompok pelajaran, dan ketua-ketua panitia ini diundang rapat
sehingga segala keputusan dapat di koordinasikan.
Rekontruksi dan adopsi
dari system pengelolaan pendidikan Mesir dan implementasinya di Indonesia, diantaranya
yaitu:
soal Ujian Nasional
mereka berbentuk Essay sedangkan di Indonesia Pilihan Ganda, Sistem pengkoreksiannya tidak di cantumkan nama siswa di lembar jawabnya sedang di Indonesia di
cantumkan, adanya penyesuaian mata
pelajaran yang diberikan sesuai dengan usia siswa,
semangat
pembaharuan yang begitu kuat tertanam pada generasi-generasi mudahnya, baik
pembaharuan dalam pendidikan, namun juga peradaban dan kebudayaan, memprioritaskan
kemampuan para peserta didiknya untuk terus mengembangkan dirinya sesuai dengan
minat dan bakatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir, 2009, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah
Departemen Agama RI, Belajar Islam di Timur Tengah, Jakarta:
Departemen Agama RI
Hitti,
Phillip K, 2008, History Of The Arabs, Terj: R. Cecep Lukman Yasin dan
Dedi Slamet Riyadi dengan judul Sejarah Arab, Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta
Maunah,
Binti, 2011, Perbandingan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras
Nasution,
Harun, 1974, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta:
Bulan Bintang
Syah Nur, Agustiar. 2001.
Perbandingan Sistem 15 Negara. Bandung: Lubuk Agung.
Sudiyono, 2009, Ilmu Pendidikan Islam,
Jakarta: Rineka Cipta
Thohir, Ajid,
2009, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-Akar
Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Tim Penulis
IAIN Syarif Hidayatullah, 2002, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta:
Djam-batan