Kamis, 03 Desember 2015

KESULITAN BELAJAR BAGI SISWA KELAS V/VI


A.      Deskripsi Data
Dalam penelitian ini saya mengambil sampel dua anak/siswa masing-masing kelas V dan VI dari SD N 1 Logede, Pejagoan, Kebumen. Yang pertama: Irfa’i Yahya, siswa kelas VI.
Kebetulan ia masih family dengan saya yaitu anak paman saya. Kedekatan saya dengannya sangat baik, sehingga memudahkan saya dalam mengambil data/ informasi darinya. Ia terlahir dengan fisik yang normal. Anak bungsu dari dua bersaudara. Ia tinggal bersama kakek dan neneknya. Kedua orang tuanya merantau ke Bogor untuk mencari nafkah disana.        
Rutinitas sehari-harinya adalah sekolah, pulang, bermain, dan belajar di malam hari. Rutinitas yang cenderung sama dengan anak-anak seusianya. Jarak sekolah dari rumahnya tidak terlalu jauh, sekitar satu kilometer. Sedangkan tempat bermainnya biasa dilakukan di sekitar rumah.
Di lingkungan sekolah, kondisi infrastruktur secara keseluruhan dapat dikatakan baik. Hanya saja, didekat sekolah tersebut terdapat bengkel bubut yang suara mesinnya kadang terdengar sangat keras dari sekolah. Kebetulan letak SD N 1 Logede tempat sekolahnya berada persis didepan rumah saya, sehingga memudahkan saya dalam melihat kondisi riil lapangan.
Fasilitas belajar dirumahnya bisa dikatakan cukup memadai. Ruang belajar, tempat belajar, buku-buku pelajaran dan alat-alat penunjang belajar lainnya tersedia dirumahnya.
Ia termasuk anak yang biasa-biasa saja, tidak menonjol hasil belajarnya di kelas. “Nilai raportnya dari kelas 1-6 hampir tidak mengalami peningkatan yang signifikan, bahkan kadang ada nilai yang dibawah KKM”, hasil wawancara saya dengan neneknya.
Sedangkan sampel yang kedua, saya mengambil data/ informasi dari Hidayat, siswa kelas V SD dari SD yang sama dengan sampel yang pertama.
Dayat, begitulah panggilan akrabnya. Anak ke 4 dari 5 bersaudara dari keluarga yang kondisi ekonominya bisa dikatakan pas-pasan. Ayahnya meninggal dunia ketika Dayat masih kelas 3 SD. Ia tinggal ber 4 dengan ibu, kakak dan adiknya, sedangkan kedua kakaknya yang tertua merantau ke Jakarta untuk mengadu nasib.
Kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan mengakibatkan minimnya fasilitas belajar. Ruang/tempat belajar buku-buku pelajaran, dan alat-alat penunjang belajar lainnya sangat terbatas. Bahkan untuk makan saja hanya seadanya, hasil wawancara saya dengan ibunya (Daisah 46 tahun).
Ia tergolong siswa yang cukup berprestasi, selalu masuk peringkat sepuluh besar di kelasnya. Dayat lebih suka membaca dan belajar dirumah dibanding menyimak materi yang dipaparkan oleh guru di kelas. Katanya, “Saya selalu merasa bosan dan jenuh jika hanya berdiam diri di kelas sambil mendengarkan penjelasan guru”. Ia sering meminjam buku di perpustakaan sekolah ataupun buku temannya untuk dibawa pulang ke rumahnaya.
 Rutinitas kesehariannya juga cenderung sama dengan anak-anak seusianya, yaitu: sekolah, pulang, bermain, mengaji dan belajar. Jarak dari rumah ke sekolah sekitar satu kilometer. Dayat lebih senang berangkat dan pulang sekolah dengan jalan kaki bersama teman-teman yang kebetulan rumahnya berdekatan.

B.       Analisis/Pembahasan
Aktivitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat terkadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk mengadakan konsentrasi.
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik/prestasi belajarnya. Namun kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehaviour) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah dan sering minggat dari sekolah.
Dari data hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar, misalnya kurangnya perhatian orang tua, lingkungan sekolah yang kurang kondusif, model pembelajaran yang membosankan dan sebagainya.
Secara garis besar, factor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yaitu:[1]
1.      Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri.
2.      Faktor ekstern siswa, yaitu hal-hal atau keadaan-keadaan yang dating dari luar diri siswa.
Pada kasus yang pertama, yang dapat kita pahami walaupun sarana prasarana, fasilitas belajar, dan kondisi ekonomi keluarga yang serba kecukupan tidak menjamin kesuksesan belajar anak-anak. Karena ia hanya tinggal bertiga dengan kakek dan neneknya, mungkin motivasi belajar, kasih sayang dan perhatian yang diberikan kurang sehingga anak kehilangan kesemangatannya untuk belajar.
Perhatian orang tua yang tidak memadai akan menyebabkan anak merasa kecewa dan mungkin frustasi melihat orang tuanya yang tidak pernah memperhatikannya. Anak merasa seolah-olah tidak memiliki orangtua sebagai tempat menggantungkan harapan, sebagai tempat bertanya bila ada pelajaran yang tidak mengerti, dan sebagainya. Kerawanan hubungan orangtua dengan anak ini menyebabkan masalah psikologis dalam belajar anak di sekolah.[2]
Kekecewaan bahkan frustasi anak ini menyebabkan matinya semangat belajar anak yang pada akhirnya anak akan terbelenggu dalam kemalasan sehingga menghambat cita-citanya. Cita-cita merupakan suatu pendorong yang besar pengaruhnya dalam belajar anak-anak. Cita-cita merupakan pusat dari bermacam-macam kebutuhan, artinya kebutuhan-kebutuhan biasanya disentralisasikan disekitar cita-cita sehingga dorongan tersebut mampu memobilisasikan energy psikis untuk belajar.[3] Ini membutuhkan peran besar orang tua untuk memberikan tujuan-tujuan sementara yang dekat sebagai cita-cita sementara supaya menjadi pendorong yang kuat bagi belajar anak.
Pada sampel yang kedua bisa ditarik kesimpulan bahwa permasalahannya terletak pada kebosanan siswa belajar dikelas. Guru seharusnya mampu memberikan sajian materi yang menyenangkan peserta didiknya, bukan malah mematikan kreativitas siswa.
Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan yang setiap hari anak didik datangi tentu saja mempunyai dampak yang besar bagi anak didik. Kenyamanan dan ketenangan anak didik dalam belajar akan ditentukan sampai sejauh mana kondisi dan sistem social disekolah dalam menyediakan lingkungan yang kondusif dan kreatif. Bila tidak demikian, maka sekolah ikut terlibat menimbulkan kesulitan belajar bagi anak didik. Maka wajarlah jika bermunculan anak didik yang mengalami kesulitan dalam belajar.
Kondisi ekonomi keluarga juga ikut berpengaruh besar dalam menciptakan suasana belajar anak. Misalnya anak yang tidak mempunyai ruang/tempat belajar yang khusus di rumah. Karena tidak memiliki ruang belajar, maka anak belajar kemana-mana; bisa di ruang tamu, dapur, atau belajar ditempat tidur. Anak yang tidak mempunyai tempat belajar berupa kursi/meja terpaksa memanfaatkan meja dan kursi tamu untuk belajar. Akibatnya bila ada tamu yang datang dia menjauh entah kemana, mungkin ke dapur karena tidak ada pilihan lain.
Selain itu, kondisi lingkungan sekitar sekolah juga berpengaruh terhadap konsentrasi belajar siswa. Suasana yang bising sangat mengganggu kenyamanan belajar siswa. Sehingga perlu adanya hubungan yang harmonis antara masyarakat dengan sekolah, begitu juga sebaliknya.

C.      Kesimpulan
Kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana anak didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan ataupun gangguan dalam belajar.
Diagnostik kesulitan belajar sebagai suatu upaya untuk memahai jenis dan karateristik serta latar belakang kesulitan-kesulitan belajar dengan menghimpun dan mempergunakan berbagai data seobjektif mungkin sehingga memungkinkan untuk mengambil kesimpulan dan keputusan serta mencari alternatif kemungkinan pemecahannya.
Faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yaitu:
1.      Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri.
2.      Faktor ekstern siswa, yaitu hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa.
Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa, seperti: yang bersifat kognitif (ranah cipta), afektif (ranah rasa), dan psikomotorik (ranah karsa).
Faktor ekstern siswa meliputi: factor anak didik, sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar.


DAFTAR PUSTAKA

Bahri, Syaiful, Djamarah. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Suryabrata, Sumardi. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja GrafindoPersada.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.






[1] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya), 1995, hlm. 170.
[2] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta), 2011, hlm. 242.
[3] Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja GrafindoPersada), 2007, hlm. 254