Kamis, 11 Agustus 2016

POTRET PENDIDIKAN DI MESIR

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan usaha sadar untuk membangun kepribadian anak bangsa agar dapat berperan positif dalam kehidupannya, baik dalam kehidupan sekarang maupun yang akan datang. Oleh karena itu setiap negara memiliki suatu system pendidikan nasional, yang mana sistem ini mempunyai acuan bagi setiap pendidikan yang ada di negara tersebut. Setiap negara memiliki sistem pendidikan yang berbeda dengan negara lain, walaupun tidak dapat dinafikan adanya kesamaan sistem yang diterapkan dalam setiap negara tergantung dengan kondisi dan kebutuhan bagi negara tersebut.
Begitu juga Mesir yang terkenal dengan sebutan ardhul anbiyâ (negeri para nabi), memang telah menjadi kiblat keilmuan keislaman dunia. Di samping mempunyai segudang peradaban, negeri seribu menara ini juga merupakan gudang segala ilmu. Negara ini seakan memiliki magnet tersendiri. Terbukti, Mesir telah memikat jutaan hati para pelajar dari berbagai penjuru dunia untuk menimba ilmu di sana.
Mesir diakui secara luas sebagai pusat budaya dan politikal utama di wilayah Arab dan Timur Tengah. Modernisasi pendidikan di Mesir berawal dari pengenalan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Napoleon Bonaparte pada saat penaklukan Mesir. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang dicapai Napoleon Bonaparte yang berkebangsaan Perancis ini, memberikan inspirasi yang kuat bagi para pembaharu Mesir untuk melakukan modernisasi pendidikan di Mesir yang dianggapnya diam ditempat. Diantara tokoh-tokoh tersebut Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Ali Pasha. Dua yang terakhir, secara historis, kiprahnya paling menonjol jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh yang lain.
Modernisasi pendidikan merupakan sebuah perkembangan pendidikan yang bisa menyesuaikan laju zaman. Perkembangan itu dapat dilihat dari berbagai aspek seperti kondisi negaranya, kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan, pengembangan pendidikan di negara tersebut dan lainnya.
Begitu juga perkembangan pendidikan di Mesir. Perubahan-perubahan di negara Mesir mampu mengubah pendidikan menjadi lebih baik dan berkembang pesat. Oleh karena itu dalam makalah ini akan membahas mengenai potret pendidikan di Mesir.

B.     Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, penulis hanya akan memfokuskan pembahasan pada beberapa rumusan masalah, yaitu:
1.      Bagaimana sejarah dan perkembangan pendidikan di Mesir?
2.      Apa tujuan pendidikan di Mesir?
3.      Bagaimana Manajemen pendidikan di mesir dan problematikanya?
4.      Bagaimana system pendidikan di Mesir?
5.      Bagaimana rekonstruksi pengembangan pendidikan di Mesir?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui sejarah dan perkembangan pendidikan Mesir
2.      Mengetahui tujuan pendidikan Mesir
3.      Mengetahui menejemen pendidikan dan problemnya di Mesir
4.      Mengetahui system pendidikan Mesir
5.      Mengetahui rekonstruksi pengembangan pendidikan Mesir untuk Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah dan Perkembangan Pendidikan di Mesir
Dinasti Fathimiyah adalah Dinasti Syi’ah yang berkuasa dari 909 M (296 H) sampai dengan 1171 M (569 H) atas dasar legitimasi klaim keturunan Nabi lewat Fatimah (Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatulloh, 2002 : 293) dan Hazrat Ali dari Ismail anak Ja’far Sidiq, keturunan keenam dari Ali (Ajid Thohir, 2009 : 112). Dinasti ini didirikan sebagai tandingan bagi penguasa dunia muslim saat itu yang terpusat di Baghdad, yaitu Bani Abbasiyah (Lukman Yasin dkk, 2008 : 787). Ubaidillah Al Mahdi mendirikan Dinasti Fatimiyah yang lepas dari kekuasaan Abbasiyah (Samsul Munir, 2009 : 254).
Masa kegemilangan Dinasti Fatimiyah ditandai dengan berpindahnya pusat pemerintahan ke Kairo. Setelah Kairo berdiri dan dilengkapi dengan berbagai sarana termasuk masjid Al Azhar yang kemudian dijadikan pusat Perguruan Tinggi Islam oleh Khalifah Fatimiyah Al Aziz (975 – 996 M). Jauhar juga mendirikan Dar al-Hikmah di tahun 1005 M. Kemudian Dinasti Fatimiyah yang ditopang dengan wilayah pengaruhnya yang luas mampu membangkitkan berbagai kegiatan ilmiah, perdagangan, dan keagamaan.
Sejak masa pemerintahan Dinasti Fatimiyah ini, Mesir menjadi pusat intelektual Muslim dan kegiatan ilmiah lainnya. Kegiatan pendidikan biasanya dilakukan di masjid-masjid maupun di tempat keramaian. Tumbuhnya Mesir sebagai pusat ilmu keislaman didukung oleh para penguasanya yang sepanjang sejarah menaruh minat besar pada bidang pengetahuan. Kecenderungan para khalifah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan terlihat dari zaman Al Muiz. Usaha yang mereka lakukan adalah menyebarkan para da’i untuk melakukan dakwah yang disampaikan dengan tujuan untuk menyampaikan doktrin agama dan menghimbau rakyat untuk berpendidikan tinggi.
Adapun metode yang digunakan adalah halaqoh di halaman masjid. Pada masa Khalifah Al Aziz, semangat intelektual dan pengembangan kualitas pemikiran orang Mesir mampu mengungguli Negara lain. Al Aziz mencoba merubah fungsi masjid Al Azhar yang dibangun oleh Jauhar menjadi sebuah Universitas pertama di Mesir yaitu Universitas Al Azhar dan Mesir menjadi pusat peradaban dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman (Binti Maunah, 2011 : 87).
Secara historis, modernisasi pendidikan di Mesir berawal dari pengenalan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Napoleon Bonaparte pada saat penaklukan Mesir (wikipedia.org). Perjalanan Napoleon ke Mesir pada 2 Juli 1798 M membawa sebuah harapan dan perubahan yang bagus bagi sejarah perkembangan bangsa Mesir, terutama yang menyangkut pembaharuan dan modernisasi pendidikan di sana. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Perancis banyak memberikan inspirasi bagi tokoh-tokoh Mesir untuk melakukan perubahan baik secara sistem dan kurikulum pendidikan yang sebelunya dilakukan secara konvesional.
Kedatangan Napolen ke Negara Mesir tidak hanya dengan pasukan perang, tetapi juga dengan membawa seratus enam puluh orang diantaranaya pakar ilmu pengetahuan, dua set percetakan dengan huruf latin, Arab, Yunani, peralatan eksperimen, diantaranya membawa teleskop, mikroskop, kamera, dan lain sebagainya, serta seribu orang sipil. Tidak hanya itu, ia pun mendirikan lembaga riset bernama Institut d’Egypte, yang terdiri dari empat departemen, yaitu: ilmu alam, ilmu pasti, ekonomi dan polititik, serta ilmu sastera dan kesenian (Harun Nasution, 1974 : 30). Lembaga ini bertugas memberikan masukan bagi Napoleon dalam memerintah Mesir. Lembaga ini terbuka untuk umum terutama ilmuwan (ulama) Islam. Ini adalah moment kali pertama ilmuwan Islam kontak langsung dengan peradaban Eropa, termasuk Abd al-Rahman al-Jabarti. Baginya perpustakaan yang dibangun oleh Napoleon sangat menakjubkan karena Islam diungkapkan dalam berbagai bahasa dunia.  Diantara tokoh yang mendapatkan inspirasi tersebut adalah Muhammad Ali Pasya dan Muhammad Abduh. Dua tokoh ini, kiprahnya paling menonjol jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh yang lain.
Muhammad ali Ali Pasya sebetulnya buta huruf, namun ia mengetahui betapa pentingnya arti pendidikan dan ilmu pengetahuan untuk kemajuan dan kekuatan suatu negara. Dalam rangka memperkuat kedudukan di Mesir dan sekaligus melaksanakan pembaharuan pendidikan di Mesir, ia mengadakan pembaharuan dengan jalan mendirikan sekolah yang meniru sistem dan pengajaran Barat. Di sekolah-sekolah, diajarkan berbagai macam ilmu pengetahuan seperti yang ada di Barat. Bahkan untuk memenuhi tenaga pengajar Ali Pasya mendatangkan guru-guru dari Barat (terutama dari Prancis). Muhammad Ali juga mengirimkan sejumlah pelajar ke Barat, dengan tujuan agar mereka menguasai ilmu pengetahuan Barat, agar setiba kembali ke Mesir mampu mengembangkan ilmunya di Mesir (Harun Nasution, 1974 : 120).

B.     Tujuan Pendidikan di Mesir
Pada tahun 1987, pemerintah Mesir menyatakan bahwa pengembangan secara ilmiah harus dilakukan dalam sistem pendidikan. Oleh sebab itu, diputuskan bahwa konsep struktur, fungsi dan manajemen pendidikan semua harus ditinjau ulang.
Mesir memprogramkan wajib belajar, Masyarakatnya harus pandai dalam hal baca tulis dan terdidik, harus memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menjadi masyarakat yang produktif, pendidikan juga harus fleksibel, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Adapun tujuan-tujuan utama dari pendidikan di Mesir adalah sebagai berikut:
1.      Menyiapkan dan mengembangkan warga Mesir dengan cara yang akan membantu mereka untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan masyarakat yang berubah modern untuk menghadapi tantangan terbarukan, selain memungkinkan mereka untuk memahami dimensi religius, nasional, dan budaya dari identitas mereka.
2.      Pendidikan dimaksudkan untuk menegakkan demokrasi dan persamaan kesempatan serta pembentukan individu-individu yang demokratis.
3.      Upaya pembentukan Negara independen setelah bebas dari penjajahan Barat.
4.      Pendidikan juga dimaksud sebagai pembangunan bangsa secara menyeluruh, yaitu menciptakan hubungan fungsional antara produktivitas pendidikan dan pasar kerja.
5.      Pendidikan harus mampu mengiring masyarakat pada pendidikan sepanjangan hayat melalui peningkatan diri dan pendidikan diri sendiri.
6.      Pendidikan harus mencakup pengembangan ilmu dan kemamuan tulis baca, berhitung, mempelajari bahasa-bahasa selain bahasa arab, cipta seni, serta pemahaman atas lingkungan (Departemen Agama RI, 44).



C.    Manajemen Pendidikan di Mesir
1.      Otoritas
Sistem pendidikan Mesir adalah tanggungjawab kementrian negara. Kementrian Pendidikan bertanggungjawab mulai dari pendidikan prasekolah sampai ke pendidikan tinggi dalam aspek perencanaan, kebijakan, kontrol kualitas, kordinasi dan pengembangannya. Pejabat-pejabat pendidikan di tingkat governorat bertanggung jawab atas pengimplementasiannya. Mereka yang memiliki lokasi, membangun, dan melengkapi serta mengawasinya agar berjalan dengan baik. Mereka juga berusaha mendorong sumbangan dana partisipasi masyarakat. Ringkasnya, mereka bertanggung jawab atas segala sesuatu untuk menjamin terselenggaranya operasional dengan efisien.
Menteri bersidang dalam waktu-waktu tertentu dengan dewan-dewan yang berada di bawah kesertariatan dan sejumlah dewan-dewan lain. Menteri juga memimpin sidang dewan universitas yang bertanggungjawab atas prencanaan dan pembuatan kebijakan. Struktur organisasi goernorat pada dasarnya mirip dengan struktur organisani di pusat kementrian tetapi hanya lebih sederhana. Mesir juga dibagi dalam 140 distrik pendidikan dengan jaringan supervisor  dan administrator.
Kementrian Al-azhar bertanggung jawab mengatasi kebijakan dan perencanaan pendidikan pada universitas Al-azhar dan perguruan tinggi serta sekolah-sekolah lainnya dalam lingkungan Al-azhar (Agustian Syah Nur, 2011 : 233).

2.      Kurikulum dan Metodologi Pengajaran
Sejarahnya, Muhammad Ali Pasya seorang keturunan Turki yang merupakan peletak dasar pendidikan modern di Mesir. Ia mempunyai pandangan bahwa Mesir dapat menjadi negara maju apabila mampu mengadopsi dan memasukkan sistem dan kurikulum pendidikan Barat (Binti Maunah, 2011 : 88).
Di Mesir, garis besar kurikulum ditentukan oleh sebuah tim. Tim kurikulum ini terdiri dari konsultan, superversior, para ahli, para profesor pendidikan, dan guru-guru yang berpengalaman. Biasanya ada sebuah panitia untuk setiap mata pelajaran atau kelompok pelajaran, dan ketua-ketua panitia ini diundang rapat sehingga segala keputusan dapat dikoordinasikan. Kurikulum yang sudah dihasilkan panitia diserahkan kepada Dewan Pendidikan Pra Universitas yang secara resmi mengesahkan untuk diimplementasikan. Berdasarkan peraturan, kurikulum dapat dirubah dan disesuaikan untuk mengakomodasi kondisi setempat atau hal-hal khusus. (Agustian Syah Nur, 2011 : 233). Adapun Pusat Pendidikan Nasional bertanggung jawab mengumpulkan informasi mengenai materi pengajaran berdasarkan kurikulum dan implementasinya di lapangan.
Pada tingkat implementasi kurikulum, Kementrian Pendidikan Mesir lebih bertanggungjawab untuk pengembangan pendidikan ditingkat secondary education dan tanggung jawab juga sampai pada penyelenggaraan ujian nasional. Sementara itu untuk pengembangan dan implementasi pendidikan pada jenjang pendidikan Pre-School dan Elementary Educatin menjadi tanggungjawab tingkat distrik, dan pada tingkat Preparatory Education pada tigkat states atau tingkat propinsi.
Pada penjabaran di atas, salah satu faktor penghambat berkembangnya kurikulum secara merata adalah kualitas guru yang bertetangan dengan apa yang digariskan kurikulum. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan dan pengetahuan guru yang dilakukan di Mesir lebih mengarah pada pemenuhan standar kompetensi yang tidak hanya untuk memenuhi standar nasional, tetapi juga untuk peningkatan kemampuan standar internasional. Arah kebijakan ini memiliki nilai strategis dalam penyiapan SDM guru yang mampu mengawal pendidikan yang berkualitas di masa mendatang.
Pemerintah Mesir sangat gigih mendorong lebih banyak pengajaran bahasa asing terutama bahasa inggris dengan visi pendidikan global. Bahasa asing di ajarkan  pada sekolah menengah dan kadang-kadang juga mulai diajarkan pada sekolah-sekolah dasar swasta. Pelajaran bahasa asing merupakan keharusan di sekolah, dan bahasa Inggris, Prancis dan Jerman merupakan tiga bahasa asing yang banyak di pilih.
Pada umumnya, sekolah dan masing-masing guru mempunyai kebebasan yang agak luas dalam memilih materi pelajaran (Agustian Syah Nur, 2011 : 235-236).
Dalam proses pelaksanaan pengembangan kurikulum untuk mencapai pendidikan yang direncakanakan, nampaknya tidak semudah yang telah direncanakan. Timbul berbagai kendala Dan problematika, di antaranya adalah masalah pertumbuhan penduduk yang begitu cepat di Republik Arab Mesir. Hal ini berdampak meningkatnya tuntutan atas pendidikan, dan seterusnya, meningkat pula jumlah murid. Peningkatan jumlah murid ini sebagai pengaruh dari kenyataan bahwa semenjak Revolusi tahun 1952, Mesir selalu berjuang memperluas pendidikan sebagai salah satu prasyarat untuk pembangunan sosial dan ekonomi.
Problem lain yang ditimbulkan yakni sistem birokrasi dan administrasi yang carut marut, infrastruktur yang belum memadai, sehingga tak memungkinkan bagi semua mahasiswa untuk masuk dalam kelas, dengan jumlah mahasiswa yang membludak, namun ruang kelas belum bisa menampungnya secara sempurna. Barangkali ini juga yang menyebabkan absen kuliah tak lagi penting di Universitas Al-Azhar. Bisa dikata, dari segi satu ini, mungkin kita bisa sedikit berbangga. Karena setidaknya sebagian sekolah atau universitas kita di Indonesia, mempunyai sistem birokrasi dan administrasi yang lebih tertata, walau masih banyak juga yang keadaannya masih sangat memprihatinkan.
Dari sini dapat ditarik sebuah simpulan kecil bahwa setiap negara bahkan itu negara maju sekalipun memiliki sebuah permasalahan khususnya dalam bidang pendidikan yang masih saja terdapat kendala-kendala. Untuk itu perlu kiranya kita mengambil pelajaran yang bisa kita petik dari corak pendidikan Mesir tersebut, dan mencoba membandingkan dengan pendidikan yang ada di Indonesia. Mengambil segi positifnya dan mengubahnya menjadi  lebih baik.

3.      Ujian Kenaikan Kelas dan Sertifikasi
Sistem ujian di Mesir sangat memengaruhi pemikiran murid, orang tua serta para pejabat pendidikan karena begitu pentingnya hasil ujian itu. Ujian naik kelas ditetapkan pada Grade 2, 4, dan 5, dan ujian negara pertama dilaksanakan pada akhir grade 8. Murid yang lulus mendapat Sertifikasi Pendidikan Dasar, dan dengan itu dapat melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Jumlah skor menentukan jenis sekolah yang akan dimasuki, dan itu sangat penting karena umumnya hanya murid-murid yang mendapat skor tinggi saja yang dapat masuk ke sekolah-sekolah menengah akademik yang diinginkan menuju universitas. Kalau tidak, mereka masuk kesekolah-sekolah teknik atau institut pendidikan lain. Jadi, masa depan anak muda mesir banyakn tergantung pada nilai yang diperoleh pada ujian negara. Hal ini menjadi sangat penting sehingga menjadi persaingan sesama murid sangat ketat (Sudiyono, 2009 : 10-12).
Sama halnya dengan siswa-siswa yang akan menamatkan pendidikan menengah, karena jumlah skor yang diperoleh menentukan fakultas atau universitas mana yang mereka masuki. Ujian yang sangat kompetitif ini membuat siswa harus belajar keras, dan bahkan menimbulkan percontekan dalam berbagai rupa, dan juga mengakibatkan timbul-timbulnya kursus-kursus privat.                       

D.    Sistem Pendidikan di Mesir
Sistem pendidikan Mesir mempunyai dua struktur parallel yaitu struktur sekuler dan struktur keagamaan Al-Azhar. Struktur sekuler diatur oleh Kementrian Pendidikan, sedangkan Struktur Al-Azhar dilaksanakan oleh Kementrian Agama di negara-negara lain. Selain dari kedua struktur ini, ada pula jenis sekolah yang diikuti sejumlah kecil anak-anak. Misalnya, anak cacat masuk ke sekolah-sekolah khusus, bagi yang ingin menjadi  militer masuk ke sekolah militer, dan ada pula generasi muda yang meninggalkan sekolahnya dan mendaftar pada program-program nonformal yang diselenggarakan oleh berbagai badan atau lembaga.
Dalam penyeleksian tenaga pengajar, sebagai lembaga internasional yang bergerak dalam bidang pendidikan, UNESCO Mesir mengembangkan suatu sistem pelatihan guru untuk mendukung tercapainya sumber daya manusia Mesir yang handal. Training ini diselenggarakan melalui kerjasama dengan perusahan-perusahaan besar yang berperan dalam melakukan sertifikasi keahlian guru selepas training.
Sistem Pendidikan modern di negara Mesir meliputi:
a.       Sekolah Dasar (Ibtida’i) selama 5 tahun.
b.      Sekolah Menengah Pertama (I’dadi) selama 3 tahun.
c.       Sekolah Menengah Atas (Tsanawiyah ‘Ammah) selama 3 tahun.
d.      Pendidikan Tinggi selama 4-6 tahun.
1.      Sistem Sekolah Sekuler (Umum)
Jenjang pertama yang dikenal dengan “Sekolah Dasar” mulai dari “Grade 1” samapai “Grade5”, dan jenjang kedua, yang dikenal dengan “Sekolah Persiapan”, mulai dari “Grade 6” sampai ”Grade” 8. Sekolah persiapan ini baru menjadi pendidikan wajib dalam tahun 1984. Pada sekolah umum tahun pertama (Grade 9) adalah kelas pertama pada Grade 10 murid harus memilih  antara bidang sains dan non sains (IPA vs Non IPA) untuk Grade 10 dan 11.
Pendidikan tinggi di universitas institusi spesialisasi lainya mengikuti pendidikan akademik umum. Pendidikan pada sebagian lembagaa pendidikan tinggi berlangsung selama dua, empat atau lima tahun tergantung pada program dan bidang yang dipilih.
2.      Sistem Sekolah Al-Azhar
Sistem sekolah ini hampir sama dengan sistem sekolah sekuler ada tingkatan sekolah dasar. Perbedaannya ialah bahwa pendidikan agama Islam lebih mendapat tekanan. Dalam kurikulumya terdapat perbedaan, murid boleh memilih apakah ingin masuk ke sekolah umum dua tahun lagi atau masuk ke sekolah agama selama dua tahun.
Pada tingkatan universitas, misalnya terdapat fakultas-fakultas umum konvensional seperti kodokteran, Teknik, Farmasi, Pertanian dan lain-lain, juga memiliki fakultas Darul ‘Ulum yang menyelenggarakan studi Islam.
3.      Pendidikan Nonformal
Pendidikan Nonformal didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan pendidikan terencana diluar sistem pendidikan ini dimaksudkan untuk melayani kebutuhan pendidikan bagi kelompok-kelompok orang tertentu apakah itu anak-anak, generasi muda, atau orang dewasa, apakah mereka laki-laki atau perempuan, petani, pedagang, atau pengrajin, apakah mereka dari keluarga orang kaya atau keluarga miskin. Di Mesir, pendidikan nonformal terutama dikaitkan dengan penghapusan ilistrasi. Dengan demikian, kebanyakan program lebih dikonsentarikan pada pendidikan nonformal ada dalam aspek itu.
Sistem pendidikan Mesir, baik sekolah negeri maupun Al-Azhar, dan pendidikan swasta lainnya, memang mewajibkan pelajar Muslim untuk menghafal Al-Quran. Selain itu, pengajian di mesjid-mesjid bagi jamaah, khususnya anak-anak sekolah juga berperan penting untuk mendorong warga menghafal Al-Quran, kata Menteri Zakzouk, yang juga mantan dekan fakultas teologi Universitas Al-Azhar tersebut.
Sistem pendidikan di Mesir, sejak taman kanak-kanak sudah diwajibkan menghafal Al-Quran. Di Universitas Al-Azhar, misalnya, bagi mahasiswa Mesir program S-1 diwajibkan menghafal 15 juz (setengah) Al-Quran, program S-2 diwajibkan menghafal seluruh Al-Quran. Adapun program S-3, tinggal diuji hafalan sebelumnya.
Kewajiban hafal Al-Quran ini tidak berlaku bagi mahasiswa asing non-Arab, di mana program S-1 diringankan, yaitu hanya diwajibkan hafal delapan juz Al-Quran, dan program S-2 sebanyak 15 juz Al-Quran, sementara program S-3 baru diwajibkan hafal seluruh Al-Quran.
Sementara itu, Pemerintah Mesir dilaporkan setiap tahun mengalokasikan dana khusus sebesar 25 juta dolar AS (1,2 miliar pound Mesir) untuk penghargaan bagi penghafal Al-Quran. Penghargaan itu diberikan setiap peringatan hari-hari Besar Islam bagi pemenang hifzul (penghafal) Al-Quran, berupa uang tunai maupun dalam bentuk beasiswa dan tunjangan hidup. Sudah menjadi tradisi di negeri Seribu Menara itu, perlombaan hafal Al-Quran di setiap hari-hari besar Islam dilakukan secara serentak dari tingkat pusat hingga ke daerah-daerah.

E.     Rekonstruksi Pengembangan Pendidikan di Mesir
Ketika kita membicarakan system pendidikan di Mesir, baik itu kurikulmya, tenaga pengajarnya, peserta didiknya dan lain-lain. Maka jika kita bandingkan dengan Indonesia yang katanya merupakan umat muslim terbesar di dunia, masih jauh terdapat perbedaan, baik dari segi kualitas pengelolaan pendidikan, tenaga pengajar, dan kurikulum yang diterapkan masih banyak terjadi ketidak efektipan.
Untuk itu, mungkin terdapat banyak hal atau system pengelolaan dalam pendidikan di Indonesia yang bisa di rekontruksi dan adopsi dari system pengelolaan pendidikan Mesir dan implementasinya di lapangan, diantaranya yaitu :
1.      Sistem Evaluasi pendidikan di Mesir cukup baik, soal Ujian Nasional mereka berbentuk Essay sedangkan di Indonesia Pilihan Ganda.
2.      Sistem Pengkoreksiannyapun baik, dilembar jawaban tidak di cantumkan nama siswa sedang di Indonesia di cantumkan. Sistem ini mungkin akan menghindarkan tindakan kecurangan yang dapat dilakukan oleh guru, dan di Indonesia ini seringkali terjadi apalagi pada waktu Ujian Nasional.
3.      Di Mesir adanya penyesuaian mata pelajaran yang diberikan sesuai dengan usia siswa.
4.      Melakukan pendidikan untuk calaon Guru dengan cara yang lebih sekektif. Misalanya, UNESCO Mesir mengembangkan suatu sistem pelatihan guru untuk mendukung tercapainya sumber daya manusia Mesir yang handal.
5.      Semangat pembeharuan yang begitu kuat tertanam pada generasi-generasi muda-nya, baik pembaharuan dalam pendidikan, namun juga peradaban dan kebudayaan, maka tidak heran jika Mesir salah satu Negara Islam yang menjadi kiblat peradaban dunia.
6.      Memprioritaskan kemampuan para peserta didiknya untuk terus mengembangkan dirinya sesuai dengan minat dan bakatnya.
7.      Tenaga pengajar memang ahli dalam bidang yang ia ajarkan kepada para peserta didik.


BAB III
KESIMPULAN

Sejarah Pembaharuan pendidikan di Mesir di mulai pada saat mendaratnya Napolean Bonaparte (1798-1799) di Mesir karena merekalah yang mengenalkan kemajuan Barat.
Tokoh-tokoh pembaharuan pendidikan di Mesir yaitu : Muhammad Ali, Jamaluddin al-Afghani, Al-Tahtawi, Muhammad Abduh.
Sistem pendidikan Mesir mempunyai dua struktur parallel yaitu struktur sekuler dan struktur keagamaan Al-Azhar. Struktur sekuler diatur oleh Kementrian Pendidikan. Struktur Al-Azhar dilaksanakan oleh Kementrian Agama di negara-negara lain.
Tim kurikulum terdiri dari konsultan, supervisor, para ahli, para profesor pendidikan, dan guru-guru yang berpengalaman.  Biasanya ada sebuah panitia untuk setiap mata pelajaran atau kelompok pelajaran, dan ketua-ketua panitia ini diundang rapat sehingga segala keputusan dapat di koordinasikan.
Rekontruksi dan adopsi dari system pengelolaan pendidikan Mesir dan implementasinya di Indonesia, diantaranya yaitu: soal Ujian Nasional mereka berbentuk Essay sedangkan di Indonesia Pilihan Ganda, Sistem pengkoreksiannya tidak di cantumkan nama siswa di lembar jawabnya sedang di Indonesia di cantumkan, adanya penyesuaian mata pelajaran yang diberikan sesuai dengan usia siswa, semangat pembaharuan yang begitu kuat tertanam pada generasi-generasi mudahnya, baik pembaharuan dalam pendidikan, namun juga peradaban dan kebudayaan, memprioritaskan kemampuan para peserta didiknya untuk terus mengembangkan dirinya sesuai dengan minat dan bakatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir, 2009, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah
Departemen Agama RI, Belajar Islam di Timur Tengah, Jakarta: Departemen Agama RI
Hitti, Phillip K, 2008, History Of The Arabs, Terj: R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi dengan judul Sejarah Arab, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta
Maunah, Binti, 2011, Perbandingan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras
Nasution, Harun, 1974, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang
Syah Nur, Agustiar. 2001. Perbandingan Sistem 15 Negara. Bandung: Lubuk Agung.
Sudiyono, 2009, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Rineka Cipta
Thohir, Ajid, 2009, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-Akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, 2002, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djam-batan