Selasa, 28 Maret 2017

METODE RISET PERKEMBANGAN (KORELASI, EKSPERIMEN, KROSSEKSIONAL, LONGITUDINAL, DAN SEKUENSIAL)

METODE RISET PERKEMBANGAN
(KORELASI, EKSPERIMEN, KROSSEKSIONAL, LONGITUDINAL,
DAN SEKUENSIAL)

Khasan Bisri
Konsentrasi Pendidikan Agama Islam Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Email: bisri.hasan1994@gmail.com

Abstrak

Para ahli membagi metode riset dalam psikologi perkembangan menjadi dua yaitu metode umum dan metode spesifik. Metode umum memberikan pengertian akan keseluruhan proses perkembangan atau beberapa aspeknya dan meninjau pengaruh faktor endogen (bawaan) atau eksogen (lingkungan) bagi perkembangan seseorang. Sedangkan metode spesifik adalah cara-cara khusus yang digunakan untuk mengetahui gejala perkembangan yang sedang timbul. Metode umum diantaranya metode krosseksional, metode longitudinal, dan metode sekuensial. Sedangkan metode spesifik diantaranya metode observasi, eksperimen, klinis, test, dsb. Selain itu sebagian ahli lainnya membagi berdasarkan strategi untuk mengatur studi penelitian dan berdasarkan pertimbangan rentang waktu penyelidikan. Berdasarkan strategi untuk mengatur studi penelitian meliputi korelasional dan eksperimental, sedangkan berdasarkan rentang waktu penelitiannya meliputi krosseksional, longitudinal, dan sekuensial. Pembahasan mengenai metode riset perkembangan ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian tentang bagaimana para pendidik, psikolog perkembangan, dan orang tua melakukan tugasnya dalam mendapatkan lebih banyak pengertian akan gejala perkembangan peserta didik/anaknya serta bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut dalam proses perkembangannya.

Kata Kunci    : metode riset, psikologi perkembangan, pendidik.


Pendahuluan
Manusia dikenal sebagai makhluk yang berfikir (homo sapiens), makhluk yang berbuat (homo faber), makhluk yang dapat dididik (homo educandum), dll. Dari pandangan tersebut dapat diketahui bahwa manusia adalah mahluk yang kompleks. Karena manusia merupakan makhluk yang kompleks tentunya manusia dalam hidupnya akan mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan digunakan untuk menyatakan perubahan-perubahan kuantitatif mengenai fisik maupun biologis, sedangkan perkembangan digunakan untuk perubahan-perubahan kualitatif mengenai aspek psikis dan aspek sosial.[1]
Dari penjelasan diatas, dikatakan bahwa manusia merupakan manusia yang dapat dididik, untuk itulah manusia membutuhkan pendidikan. Dalam konteks pendidikan, maka manusia disebut peserta didik/siswa.[2] Peserta didik adalah setiap individu yang melakukan kegiatan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dalam rangka membentuk kepribadiannya yang lebih baik. Secara empiris, peserta didik memiliki keanekaragaman yang sangat banyak, baik karakteristik, intelektualitas, minat, bakat, pola pikir, dsb. Oleh karena itu tenaga pendidik khususnya guru memerlukan aneka ragam pengetahuan psikologis yang memadai untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Seorang pendidik harus meyakini adanya perbedaan individual (individualized instruction) untuk menggali potensi dari masing-masing peserta didik sesuai minat dan bakatnya.[3]
Perilaku manusia yang sangat kompleks memunculkan berbagai teori untuk menjelaskan fenomena-fenomena perilaku manusia tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi sebuah perilaku dalam suatu waktu dan tempat tertentu sehingga penjelasan yang tampak sederhana kurang bisa diterima. Penjelasan yang sederhana dan mudah seringkali salah atau tidak lengkap, karena itu metode-metode penelitian telah berkembang dengan kemampuan generalisasi yang lebih memuaskan terhadap penjelasan perilaku yang telah terjadi. Metode yang lebih baik kini digunakan untuk membuat observasi yang sistematik mengenai perilaku yang hasilnya dapat diterima secara luas.[4]
Melihat setiap peserta didik memiliki karakteristik yang berbeda-beda, maka guru dituntut untuk bisa menghadapi situasi yang sedemikian rupa, karena beda karakter tentunya beda pula cara menanganinya. Dari hal tersebut, maka seorang guru penting untuk mengetahui sejauh mana siswanya berkembang, apa saja yang harus dilakukan, serta apasaja yang diperlukan untuk melaksanakan hal tersebut, maka guru sangat penting untuk mengetahui bagaimana metode dan instrumen untuk melakukan itu semua.
Dengan mempelajari metode riset perkembangan ini diharapkan para guru, psikolog, dan yang berkecimpung didalamnya mampu memahami dan melakukan tugas mereka. Para guru, psikolog, dan yang berkecimpung didalamnya diharapkan memahami gejala-gejala yang berkaitan dengan perkembangan dan cara untuk mengatasi berbagai hambatan dan problem yang berkaitan dengan perkembangan.

Pembahasan
Perkembangan merujuk pada pola kontinuitas dan perubahan dalam kemampuan manusia yang terjadi dalam kehidupan. Perkembangan merupakan perubahan-perubahan psiko-fisik sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak, ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam kurun waktu tertentu menuju kedewasaan.[5] Perkembangan anak berbeda satu sama lain yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, namun demikian perkembangan anak tetap mengikuti pola yang umum. Agar anak mencapai tingkat perkembangan yang optimal, dibutuhkan keterlibatan orang tua dan orang dewasa untuk memberikan rangsangan yang bersifat menyeluruh dan terpadu yang meliputi pendidikan, pengasuhan, kesehatan, gizi, dan perlindungan  yang diberikan secara konsisten melalui pembiasaan.[6]
Psikologi perkembangan tertarik untuk mempelajari perubahan individu –secara fisik maupun psikologis-- seiring pertambahan usia. Perubahan-perubahan tersebut terjadi dalam tiga tingkat yang berbeda dan saling terkait secara rumit, yaitu: proses fisik yang meliputi perubahan pada sisi biologis individu; proses kognitif yang meliputi perubahan pada pikiran, kecerdasan, bahasa individu; dan proses sosioemosional yang meliputi perubahan dalam hubungan individu dengan orang lain, dalam emosi, dan dalam kepribadian.
Para peneliti psikologi ataupun para pendidik harus mampu memahami ketiga proses (fisik, kognitif, dan sosioemosional) tersebut. Inti dari penelitiannya adalah menggali keterkaitan usia individu dengan berbagai aspek dalam karakteristik fisik, kognitif, dan sosioemosional mereka. Untuk meneliti hal tersebut maka berkembang beberapa metode yang akan penulis jelaskan di penjelasan selanjutnya.
Metode riset dalam psikologi perkembangan dibedakan menjadi dua yaitu metode umum dan metode spesifik. Metode umum memberikan pengertian akan keseluruhan proses perkembangan atau beberapa aspeknya dan meninjau pengaruh faktor endogen (bawaan) atau eksogen (lingkungan) bagi perkembangan seseorang. Sedangkan metode spesifik adalah cara-cara khusus yang digunakan untuk mengetahui gejala perkembangan yang sedang timbul.
Selain itu sebagian ahli lainnya membagi berdasarkan strategi untuk mengatur studi penelitian dan berdasarkan pertimbangan rentang waktu penyelidikan. Berdasarkan strategi untuk mengatur studi penelitian meliputi korelasional dan eksperimental, sedangkan berdasarkan rentang waktu penelitiannya meliputi krosseksional, longitudinal, dan sekuensial.

Metode Korelasional
Penelitian korelasional adalah suatu penelitian untuk mengetahui hubungan dan tingkat hubungan dua variabel atau lebih tanpa adanya upaya untuk mempengaruhi variabel tersebut sehingga tidak terdapat manipulasi variabel. Metode korelasi ini membantu peneliti untuk mengetahui apakah ada hubungan antara variabel X dengan variabel Y.[7] Adanya hubungan dan tingkat variabel ini penting karena dengan mengetahui tingkat hubungan yang ada, peneliti akan dapat mengembangkannya sesuai dengan tujuan penelitian. Jenis penelitian ini biasanya melibatkan ukuran statistik/ tingkat hubungan yang disebut dengan korelasi.[8]
 Penelitian korelasional digunakan untuk: (1) mengukur hubungan di antara berbagai variabel, (2) meramalkan variabel tak bebas dari pengetahuan kita tentang variabel bebas, dan (3) meratakan jalan untuk membuat rancangan penelitian eksperimental.[9]
Penelitian korelasional menggunakan instrument untuk menentukan apakah dan untuk tingkat apa terdapat hubungan antara dua variabel atau lebih yang dapat dikuantitatifkan. Contoh korelasional dalam pendidikan misalnya penelitian untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pendidikan qurban terhadap tingkat religiusitas siswa. Apakah ada hubungan antara intensitas shodaqah dengan tingkat religiusitas siswa, dsb.
Penelitian korelasi digunakan untuk melakukan penelitian terhadap sejumlah variabel yang diperkirakan mempunyai peranan yang signifikan  dalam mencapai proses pembelajaran. Sebagai contoh, misalnya tentang pencapaian hasil belajar dengan motivasi internal, belajar strategi, intensitas kehadiran mengikuti kuliah, dan lain sebagainya.
          Disamping itu, penelitian korelasi dilakukan untuk menjawab tiga pertanyaan penelitian tentang dua variabel atau lebih. Pertanyaan tersebut yaitu: (1) Adakah hubungan di antara dua variabel? (2)  Bagaimanakah arah hubungan tersebut? (3) Berapa besar/ jauh hubungan tersebut dapat diterangkan?.
Penelitian ini memiliki tiga karakteristik, yaitu:[10]
1.      Penelitian korelasi tepat jika variabel kompleks dan peneliti tidak mungkin melakukan manipulasi dan mengontrol variabel seperti dalam penelitian eksperimen.
2.      Memungkinkan variabel diukur secara intensif dalam setting (lingkungan) nyata.
3.      Memungkinkan peneliti mendapatkan derajat asosiasi yang signifikan.
Penelitian ini hanya terbatas pada penafsiran hubungan antar variabel saja tidak sampai pada hubungan kausalitas. Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya seperti penelitian eksperimen.[11] Untuk memahaminya perhatikan istilah yang dicetak tebal berikut ini:

Peneliti menghubungkan konsumsi kopi dengan kangker prankreas
Ukuran otak berhubungan dengan jenis kelamin
Psikolog menemukan hubungan antara keyakinan agama dengan kesehatan

Membaca judul berita diatas, seseorang dapat menyimpulkan bahwa kopi menyebabkan kanker pankreas; jenis kelamin menyebabkan perbedaan ukuran otak; dan keyakinan agama menyebabkan kesehatan yang prima. Kata-kata yang tertulis tebal hanya memiliki arti yang sama dengan korelasi, namun tidak dengan kausalitas (sebab-akibat).[12]
Korelasi tidak sama dengan sebab-akibat. Harus diingat bahwa korelasi hanya berarti bahwa kedua variabel berubah secara bersamaan. Dapat memprediksi satu kejadian berdasarkan kemunculan kejadian lain, sama sekali tidak menunjukan penyebab kejadian tersebut. Terkadang terdapat variabel lain yang belum terukur namun berpengaruh terhadap hubungan antara kedua variabel utama. Peneliti menyebut kondisi tersebut sebagai masalah variabel ketiga atau sering juga disebut variabel pengganggu (confound).
Tingkat hubungan antara dua variabel ditunjukan sebagai nilai numerik yang disebut sebagai koefisien korelasi, yang umumnya disimbolkan dengan huruf r. koefisien korelasi adalah statistic yang menggambarkan dua hal tentang hubungan antara dua variabel (kekuatan dan arah hubungannya). Nilai korelasi selalu jatuh antara -1,00 dan +1.00. Kedalaman korelasi menunjukan kekuatan hubungan yang ada. Semakin dekat angka dengan +-1.00 maka semakin kuat hubungan kedua variabel tersebut. Tanda + atau – menunjukan arah hubungan antara variabel. Tanda positif berarti ketika satu variabel meningkat, maka variabel lain juga meningkat. Tanda negative berarti jika ketika satu variabel mengalami penurunan, justru variabel lain akan meningkat.[13] Korelasi nol berarti tidak terdapat relasi sistematis antara kedua variabel tersebut.
Untuk memudahkan memahami metode korelasi ini, penulis cantumkan contoh penelitian yang menggunakan korelasi. Judul penelitian tersebut Faktor-Faktor Korelasional Al-Qudrah Al-Istijwabiyah (Karakter Reflekstif) dengan Maharat Alkalam Mahasiswa Program Studi Bahasa Arab Pada PTAIN di Aceh. Penelitian tersebut ingin mengetahui ada tidaknya hubungan antara 5 variabel X dan 2 variabel Y berdasarkan besar kecilnya koefisien korelasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antara kekayaan mufradat (X1), penguasaan qawā`id al-nahwi wa qawā`id al-sarfi (X2), Mahārat al- istimā`(X3),  Mahārat al-qirāah (X4), serta konfident (X5) dengan mahȃrat al-kalȃm. Besarnya  korelasi (R) antara variabel X1, X2, X3, X4, X5 dengan Y1 sebesar 0.702,  mendekati nilai 1 artinya hubungan antara variabel-variabel independen dan dependen sangat erat atau sangat signifikan. Yang menjadi hubungan (r) dan Sumbangan (r2) dimana variabel independen (x) dengan dependen (y) memiliki hubungan (r) = 0,699 dan memiliki sumbangan (r2) = 0,488. Sementara variabel Karakter reflektif (y1) terhadap mahārat al- kalām (y2) mempunyai hubungan (r) = 719, sumbangan (r2) = 0,517. Antara variabel (y1) terhadap (y2) memiliki hubungan (r) = 0 ,743 dan sumbangan (r2) = 0,552.[14]

Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah metode penelitian dalam psikologi perkembangan dengan melakukan kegiatan-kegiatan percobaan pada anak. Penggunaan metode eksperimen dalam penelitian terhadap anak-anak tidaklah mudah, karena anak-anak sangat sugestibel, mudah dipengaruhi, sering sulit diberikan pengertian, dan sukar diketahui dengan jelas apa yang dimaksudkan anak.
Metode eksperimen merupakan suatu metode penelitian dimana peneliti memanipulasi dan mengontrol satu atau lebih variabel bebas dan melakukan pengamatan terhadap variabel-variabel terikat untuk menemukan variasi yang muncul bersamaan dengan manipulasi terhadap variabel bebas tersebut.[15] Metode eksperimental dilakukan untuk melihat adanya suatu hubungan kausalitas/ sebab akibat antara dua peristiwa.[16] Peneliti tidak dapat mendemonstrasikan hubungan kausal tanpa menggunakan metode eksperimen ini.
Sebelum melakukan penelitian, peneliti eksperimen menyusun desain yang akan digunakan untuk melakukan eksperimen terlebih dahulu. Desain penelitian merupakan suatu struktur hubungan antara variabel-variabel penelitian dalam rangka memperoleh bukti-bukti empiris. Desain penelitian secara khusus berfungsi sebagai pemberi petunjuk yang kuat untuk menjalankan penelitian, cara pengumpulan data dan analisis statistik dengan menyesuaikan tujuan penelitian itu sendiri.
Bentuk desain penelitian ini ada beberapa macam. Pertama desain antar kelompok dan dalam kelompok (between –grup design). Desain antar kelompok yaitu ketika peneliti memisahkan dua kelompok partisipan yang masing-masing menerima stimulus yang berbeda kemudian membandingkan hasil keduanya. Misalnya untuk melihat perbandingan antara dua jenis psikoterapi dalam menurunkan tingkat kecemasan, kelompok A diberikan terapi music dan kelompok B diberikan terapi relaksasi. Hasil keduanya dibandingkan mana yang lebih efektif. Kedua adalah desain dalam kelompok (within-group design) yaitu bila satu individu dalam kelompok terapi relaksasi dibandingkan kemajuannya dalam beberapa periode misalnya setelah seminggu, dua minggu, dst.[17]
Beberapa karakteristik penelitian eksperimental, yaitu:
1.      Variabel-variabel penelitian dan kondisi eksperimental diatur secara tertib dan ketat (rigorous management), baik dengan menetapkan kontrol, memanipulasi langsung, maupun random.
2.      Adanya kelompok kontrol sebagai data dasar (base line) untuk dibandingkan dengan kelompok eksperimental.
3.      Penelitian ini memusatkan diri pada pengontrolan variansi, untuk memaksimalkan variansi variabel yang berkaitan dengan hipotesis penelitian, meminimalkan variansi variabel pengganggu yang mungkin mempengaruhi hasil eksperimen, tetapi tidak menjadi tujuan penelitian. Dengan demikian, penelitian ini meminimalkan variansi kekeliruan, termasuk kekeliruan pengukuran. Untuk itu, sebaiknya pemilihan dan penentuan subjek, serta penempatan subyek dalarn kelompok-kelompok dilakukan secara acak.
4.      Validitas internal (internal validity) mutlak diperlukan pada rancangan penelitian eksperimental, untuk mengetahui apakah manipulasi eksperimental yang dilakukan pada saat studi ini memang benar-benar menimbulkan perbedaan.
5.      Validitas eksternalnya (external validity) berkaitan dengan bagaimana kerepresentatifan penemuan penelitian dan berkaitan pula dengan penggeneralisasian pada kondisi yang sama.
6.      Semua variabel penting diusahakan konstan, kecuali variabel perlakuan yang secara sengaja dimanipulasikan atau dibiarkan bervariasi.

Dalam eksperimen ada yang disebut kelompok eksperimen yang dikenai variabel bebas tadi. Misalnya dua kelompok anak yang sama dalam hal usia, intelegensi, status sosial, ekonomi, pendidikan, dsb, masing-masing dikenakan perlakuan yang berbeda. Misalnya dalam membuat suatu tugas/ tes maka kelompok yang satu diberitahu bahwa tes tersebut hanya merupakan latihan saja, sedangkan kelompok yang lain diberitahu bahwa siapa yang mendapatkan nilai 8 atau lebih akan dikasih hadiah. Eksperimen ini menguji suatu hipotesis bahwa kelompok yang diberi pengharapan akan hadiah tadi akan melakukan tesnya dengan baik.[18]
Bila perbedaan hasil antara kedua kelompok tadi signifikan dapatlah ditarik kesimpulan akan adanya hubungan kausalitas antara pengharapan akan hadiah (variabel bebas) dan hasil tes (variabel terikat). Artinya bahwa dalam keadaan tertentu itu pengharapan akan hadiah mempengaruhi hasil tes kelompok tersebut. Meskipun begitu kita harus berhati-hati dalam menggeneralisasi umum bahwa hadiah memacu prestasi lebih baik. Disarankan agar berhati-hati dengan menggunakan hasil eksperimen tersebut karena terbatasnya metode tersebut untuk penelitian psikologis dalam situasi sosial.
Untuk memudahkan memahami metode ini beriku penulis sebutkan contoh penelitian dengan metode eksperimen. Penelitian ini berjudul keefektifan pembelajaran apresiasi puisi dengan analisis struktural dan analisis semiotik berdasarkan gaya berfikir sekuensial-acak pada siswa SMP. Desain yang digunakan adalah quasi eksperimental design. Dalam desain tersebut terdapat dua kelompok eksperimen yang dipilih kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal, adakah perbedaan antara kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2. Sampel penelitiannya adalah kemampuan apresiasi pusis siswa kelas VII A dan Kelas VII B SMP N 3 Grabag Magelang. Penentuan sampel dalam penelitian tersebut berdasarkan pertimbangan tertentu. Kelas eksperimen 1 adalah kelas VII A sejumlah 35 siswa dan klas eksperimen 2 adalah kelas VII B sejumlah 35 siswa. teknik pengumpulan datanya dengan teknik tes dan nontes. Wujud data dalam penelitian tersebut berupa nilai kemampuan apresiasi puisi siswa. data yang berupa nilai kemampuan apresiasi puisi tersebut proses penilaiannya didasarkan pada instrument penilaian kemampuan apresiasi puisi yang telah teruji validitas dan reliabilitas dalam bentuk kisi-kisi standar penilaian. Analisisnya deskriptif komparatif.[19]
Hasil penelitian ini adalah siswa yang mengikuti pembelajaran apresiasi puisi dengan analisis struktural maupunn semiotik bergaya pikir sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkret, dan acak abstrak. Kemampuan apresiasi puisi pun meningkat setelah siswa mengikuti pembelajaran apresiasi puisi dengan analisis struktural dan analisis semiotik. Namun secara keseluruhan lebih efektif digunakan analisis semiotik untuk pembelajaran apresiasi puisi. Simpulan penelitian ini adalah (1) gaya berpikir yang dimiliki oleh siswa yang diberi perlakuan dengan analisis struktural adalah 31% bergaya pikir sekuensial konkret, 23% bergaya pikir sekuensial abstrak, 20% bergaya pikir acak konkret, 26% bergaya pikir acak abstrak, dan siswa yang diberi perlakuan dengan analisis semiotik adalah 20% bergaya pikir sekuensial konkret, 20% bergaya pikir sekuensial abstrak, 26% bergaya pikir acak konkret, 34% bergaya pikir acak abstrak, (2) ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan apresiasi puisi pada  siswa yang diberi perlakuan dengan analisis struktural dengan analisis semiotik, (3) pembelajaran apresiasi puisi dengan analisis semiotik lebih efektif meningkatkan kemampuan apresiasi puisi dibandingan dengan analisis struktural.

Metode Krosseksional
Metode krosseksional adalah sebuah metode penelitian untuk mengevaluasi atau membandingkan individu-individu, mungkin dari kelompok usia yang berbeda namun dalam waktu yang sama. Misalnya membandingkan anak usia 5 tahun dengan anak usia 10 tahun di tahun 2010, atau membandingkan anak usia kanak-kanak, remaja, dengan dewasa.[20] Kelompok yang berbeda tersebut dapat dibandingkan dalam hal keberagaman variabel terikat seperti IQ, relasi teman sebaya, kedekatan dengan orang tua, perubahan hormon, dll. Selain itu juga bisa mencari tahu apakah ada perbedaan karakteristik antara individu yang lebih muda dengan yang lebih tua. Semua ini dapat dilakukan dalam waktu yang relative singkat. Dengan mengambil kelompok orang dari tingkat umur yang berbeda ini akhirnya dapat ditemukan gambaran mengenai proses perkembangan satu atau beberapa aspek kepribadian seseorang. Melalui metode ini dapat diperoleh pengertian yang lebih baik akan faktor yang khas atau yang kurang khas bagi kelompok-kelompok yang diperbandingkan.
Pendekatan krosseksional bersifat korelasional. Peneliti tidak dapat memanipulasi usia dan partisipan juga tidak bisa dikelompokan menurut kelompok-kelompok usia yang berbeda. Karena adanya perbedaan partisipan dalam tiap kelompok usia, peneliti tidak dapat mengasumsikan bahwa hasil penelitian merefleksikan perubahan usia, namun hanya merefleksikan perbedaan antara kelompok-kelompok usia.
Salah satu permasalahan dalam metode ini adalah efek kohort. Kohort adalah kelompok generasi, individu yang lahir dalam periode waktu yang sama.[21] Efek kohort adalah perbedaan antara individu yang tidak berdasarkan pada usia melainkan pada periode waktu riwayat dan lingkungan sosial ketika mereka lahir dan berkembang. Misalnya individu yang lahir pada tahun 1940-an memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk melanjutkan pendidikan hingga universitas dibandingkan mereka yang lahir pada tahun 1990-an. Perbedaan yang terlihat diantara kedua kelompok ini mungkin bukan disebabkan oleh usia mereka, namun lebih karena pengalaman yang berbeda.[22]
Diantara kelemahan metode ini diantaranya metode krosseksional tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan dinamika perubahan kondisi atau hubungan dari populasi yang diamatinya dalam periode waktu yang berbeda, serta variabel dinamis yang mempengaruhinya. Kelemahan lainnya adalah ketidakmampuannya menjelaskan hubungan antara dua variabel, tidak mampu menunjukan arah hubungan kausal diantara kedua variabel tersebut.

Metode Longitudinal
Metode longitudinal adalah cara menyelidiki anak dalam jangka waktu yang lama, misalnya mengikuti perkembangan seseorang dari lahir sampai mati, atau mengikuti perkembangan seseorang dalam sebagian waktu hidup, yaitu misalnya selama masa kanak-kanak atau selama masa remaja. Dengan metode ini biasanya diteliti beberapa aspek tingkah laku pada satu atau dua orang yang sama dalam waktu beberapa tahun. Dengan begitu akan diperoleh gambaran aspek perkembangan secara menyeluruh.[23] Metode longitudinal dapat menunjukan potensi adanya hubungan kausal karena jika suatu variabel dianggap menjadi penyebab dari perubahan variabel yang lain. Metode ini digunakan bagi para peneliti korelasional untuk mendemosntrasikan hubungan kausal antara berbagai variabel. Perbedaan metode ini dengan krosseksional adalah bahwa metode krosseksional hanya mengukur sebanyak satu kali sedangkan longitudinal beberapa kali.
Metode longitudinal sangat penting untuk mengetahui hal-hal yang berpengaruh pada perkembangan anak, psikopatologinya, menemukan insight tentang bagaimana suatu perilaku atau suatu proses mental mengalami perubahan seiring dengan usia, mampu berspekulasi dengan lebih baik mengenai hubungan waktu dengan faktor-faktor lain secara bersama-sama, membantu mengeliminasi problem vaiabel ketiga yang sering muncul dalam penelitian korelasional, dll. Misalnya seseorang peneliti bahwa keadaan depresi muncl dan menghilang sepanjang tahun. jika depresi bertanggungjawab terhadap hubungan yan antara penurunan berat badan yang signifikan dan penurunan kepercayaan diri, maka dua variabel ini mestinya bervariasi selama keadaan-keadaan depresi.[24]
Keuntungan metode ini adalah bahwa suatu proses perkembangan dapat diikuti dengan teliti, sampel lebih sedikit sehingga memungkinkan untuk melakukan analisa terhadap pertumbuhan dan perkembangan setiap individu, memungkinkan mengetahui gangguan-gangguan dalam perkembangan baik secara pribadi maupun kelompok, memungkinkan melakukan analisa terhadap hubungan antara proses pertumbuhan, baik aspek kematangan maupun pengalaman karena data yang diperoleh berasal dari anak yang sama, memberika kesempatan untuk menganalisa efek lingkungan terhadap perubahan tingkah laku kepribadian.
Kerugian metode ini diantaranya: peneliti sangat tergantung pada orang yang diteliti tersebut dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal ini seringkali menimbulkan kesulitan, misalnya bila orang yang diteliti tiba-tiba pindah tempat atau meninggal dunia, dan memerlukan banyak peneliti yang kemungkinan memiliki pengalaman yang berbeda-beda.
Untuk memudahkan membedakan antara metode longitudinal dengan krosseksional perhatikan contoh berikut. Terdapat penelitian krosseksional yang melibatkan sekitar 28.000 individu dengan rentang usia antara 18-88 tahun yang mengindikasikan bahwa kebahagiaan meningkat seiring dengan pertumbuhan usia. Sekitar 33% partisipan merasa sangat bahagia pada usia 88 tahun, sementara hanya 24% dari mereka yang merasa bahagia diakhir usia 19 tahun dan diawal usia 20 tahun. dari penelitian tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa individu menjadi lebih bahagia ketika mereka bertambah tua, namun kesimpulan ini terbatas pada pola desain krosseksional yang digunakan. Kita tidak dapat mengetahui apakah partisipan yang berusia 88 tahun tidak merasakan kebahagiaan ketika mereka berumur 20 tahun. selain itu terdapat kemungkinan pula bahwa partisipan ini juga merasa sangat bahagia ketika mereka berumur 20 tahun. mungkin saja individu yang lebih bahagia relative hidup lebih lama hingga mencapai usia tua. Jelas bahwa kesimpulan mengenai perubahan perkembangan dalam karakteristik psikologis memerlukan desain longitudinal. Dengan menggunakan metode ini serta metode lainnya, peneliti perkembangan manusia mencoba memecahkan tiga pertanyaan besar terkait psikologi.[25]

Metode Sekuensial
Metode sekuensial adalah kombinasi pendekatan krosseksional dan pendekatan longitudinal. Dalam banyak hal metode ini mulai dengan studi krosseksional yang mencakup individu dari usia yang berbeda. Berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah pengukuran awal, individu yang sama diuji lagi (ini merupakan aspek longitudinal dari rancangan). Pada waktu selanjutnya, sekelompok subjek baru diukur pada masing-masing tingkat usia. Kelompok baru pada masing-masing tingkat ditambahkan pada waktu berikutnya untuk mengontrol perubahan yang (gugur) dari studi, atau pengujian ulang mungkin telah meningkatkan kinerja mereka. Kelebihan metode ini dapat memberikan informasi yang jelas, akurat, dan memberikan informasi yang tidak mungkin diperoleh dari pendekatan krosseksional dan pendekatan longitudinal. Sedangkan kelemahannya adalah memerlukan waktu yang lama, mahal, dan kompleks.[26]
Gambar dibawah mengilustrasikan studi sekuensial tersebut.
Meskipun pendekatan sekuensial ini kompleks, mahal, dan lama, namun benar-benar memberikan informasi yang tidak mungkin diperoleh dari pendekatan kros-seksional atau pendekatan longitudinal Pendekatan sekuensial sangat berguna, terutama dalam menguji pengaruh kohor (generasi) pada perkembangan rentang- hidup.
Kesimpulan
Dalam riset perkembangan dikenal berbagai metode penelitian, diantaranya metode krosseksional, metode longitudinal, metode sekuensial, metode observasi, eksperimen, klinis, test, dsb. Penelitian korelasional adalah suatu penelitian untuk mengetahui hubungan dan tingkat hubungan dua variabel atau lebih tanpa adanya upaya untuk mempengaruhi variabel tersebut sehingga tidak terdapat manipulasi variabel. Metode korelasi ini membantu peneliti untuk mengetahui apakah ada hubungan antara variabel X dengan variabel Y. Metode eksperimen merupakan suatu metode penelitian dimana peneliti memanipulasi dan mengontrol satu atau lebih variabel bebas dan melakukan pengamatan terhadap variabel-variabel terikat untuk menemukan variasi yang muncul bersamaan dengan manipulasi terhadap variabel bebas tersebut. Metode krosseksional adalah sebuah metode penelitian untuk mengevaluasi atau membandingkan individu-individu, mungkin dari kelompok usia yang berbeda namun dalam waktu yang sama. Metode longitudinal adalah cara menyelidiki anak dalam jangka waktu yang lama, misalnya mengikuti perkembangan seseorang dari lahir sampai mati, atau mengikuti perkembangan seseorang dalam sebagian waktu hidup, yaitu misalnya selama masa kanak-kanak atau selama masa remaja. Metode sekuensial adalah kombinasi pendekatan krosseksional dan pendekatan longitudinal.
Pembahasan mengenai metode riset perkembangan ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian tentang bagaimana para pendidik, psikolog perkembangan, dan orang tua melakukan tugasnya dalam mendapatkan lebih banyak pengertian akan gejala perkembangan peserta didik/anaknya serta bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut dalam proses perkembangannya.


DAFTAR PUSTAKA


Ardani, Tristiadi Ardi, dkk, Psikologi Klinis, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.

Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009.

FJ. Monks, Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996.

Huda, ”Pertumbuhan Fisik dan Perkembangan Intelek Usia Remaja”, dalam Jurnal Kontekstualita, IAIN Jambi, Vol. 2, 2013.

Kerlinger, Asas-Asas Behavioral, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006.

Laura A. King, Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif, Jakarta: Salemba, 2010.

Mujahidin, Aziz Amin, “Keefektifan Pembelajaran Apresiasi Puisi dengan Analisis Struktural dan Analisis Semiotik Berdasarkan Gaya Berfikir Sekuensial Acak Pada Siswa SMP”, dalam Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UNNES, Vol. 1, No. 2, 2012.

Noor, Nur Nasry, Epidemiologi, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

Rakhmat, Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi: Dilengkapi dengan Contoh Analistik Statistik, Bandung: Rosdakarya, 2007.

Santrock, John W., Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Jakarta: Erlangga, 2002.

Sukardi, Metodologi Penelitian Kompetensi dan Praktiknya, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

Sunarto dan Agus Hartono, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: Rineka Cipta, 2013.

Syamaun, Nurmasyitah, “Faktor-Faktor Korelasional Al-Qudrah Al-Istijwabiyah (Karakter Reflekstif) dengan Maharat Alkalam Mahasiswa Program Studi Bahasa Arab Pada PTAIN di Aceh”, dalam Jurnal Lisanuna: Jurnal Ilmu Bahasa Arab dan Pembelajarannya, UIN Ar-Raniry, Vol. 5, No. 1, 2016.

Syamsuddin dan Vismia S. Damayanti, Metodologi Penelitian Pendidikan Bahasa, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.

Thoha, Mohammad, “Perilaku Fandalisme Siswa di Lembaga Pendidikan Islam”, dalam Jurnal Tadris, STAIN Pamekasan, Vol. 9, No. 2, Desember, 2014.

Udin, Tamsik, “Mengenali Anak Usia Dini Melalui Pertumbuhan Perkembangan dan Karakteristiknya”, dalam Jurnal Awlady, IAIN Syeh Nurjati Cirebon, Vol. 1, No. 2, 2015.



[1]Sunarto dan Agus Hartono, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), hlm. 3.
[2]Siswa dalam pemaknaan regulasi kependidikan adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Lihat pasal 1 ayat 4 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
[3]Mohammad Thoha, “Perilaku Fandalisme Siswa di Lembaga Pendidikan Islam”, dalam Jurnal Tadris, STAIN Pamekasan, Vol. 9, No. 2, Desember, 2014, hlm. 288-289.
[4]Tristiadi Ardi Ardani, dkk, Psikologi Klinis, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hlm. 50.
[5]Huda, ”Pertumbuhan Fisik dan Perkembangan Intelek Usia Remaja”, dalam Jurnal Kontekstualita, IAIN Jambi, Vol. 2, 2013, hlm. 2.
[6]Tamsik Udin, “Mengenali Anak Usia Dini Melalui Pertumbuhan Perkembangan dan Karakteristiknya”, dalam Jurnal Awlady, IAIN Syeh Nurjati Cirebon, Vol. 1, No. 2, 2015, hlm. 2.
[7] Hubungan antara dua variabel dalam korelasional ini disebut korelasi bivariat, sedangkan hubungan tiga variabel atau lebih disebut korelasi multivariat. Teknik yang dapat digunakan untuk mengukur korelasi multivariat ini diantaranya teknik regresi ganda atau multiple regresion dan korelasi kanonik. Regresi ganda memprediksi suatu fenomena yang kompleks hanya dengan menggunakan satu faktor (variabel predictor), sedangkan korelasi kanonik lebih dari satu variabel kriteria.
[8]Syamsuddin dan Vismia S. Damayanti, Metodologi Penelitian Pendidikan Bahasa, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 25.
[9] Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi: Dilengkapi dengan Contoh Analistik Statistik, (Bandung: Rosdakarya, 2007), hlm. 27-31.
[10] Sukardi, Metodologi Penelitian Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 166.
[11] Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 38.
[12] Laura A. King, Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif, (Jakarta: Salemba, 2010), hlm. 41.
[13] Korelasi positif contohnya semakin lama perkuliahan berlangsung, semakin sering siswa menguap. Semakin keras siswa belajar, semakin tinggi nilainya. Contoh korelasi negative misalnya semakin lama perkuliahan berlangsung, semakin menurun perhatian siswa. Semakin lama siswa bermain, semakin rendah nilai ujian siswa.
[14] Nurmasyitah Syamaun, “Faktor-Faktor Korelasional Al-Qudrah Al-Istijwabiyah (Karakter Reflekstif) dengan Maharat Alkalam Mahasiswa Program Studi Bahasa Arab Pada PTAIN di Aceh”, dalam Jurnal Lisanuna: Jurnal Ilmu Bahasa Arab dan Pembelajarannya, UIN Ar-Raniry, Vol. 5, No. 1, 2016, hlm.157.
[15]Variabel yang dimanipulasi disebut variabel bebas dan variabel yang akan dilihat pengaruhnya disebut variabel terikat. Lihat Kerlinger, Asas-Asas Behavioral, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006), hlm.  315.
[16] Tristiadi Ardi Ardani, dkk, Psikologi Klinis…, hlm. 72.
[17] Ibid., hlm. 73.
[18] FJ. Monks, Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), hlm. 37.
[19]Aziz Amin Mujahidin, “Keefektifan Pembelajaran Apresiasi Puisi dengan Analisis Struktural dan Analisis Semiotik Berdasarkan Gaya Berfikir Sekuensial Acak Pada Siswa SMP”, dalam Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UNNES, Vol. 1, No. 2, 2012, hlm. 130.
[20] Tristiadi Ardi Ardani, dkk, Psikologi Klinis…, hlm. 70.
[21] Kohort juga bisa diartikan sekelompok orang yang secara merata mengalami situasi atau peristiwa yang sama dalam periode tertentu. Lihat Nur Nasry Noor, Epidemiologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 83.
[22] Laura A. King, Psikologi Umum…, hlm. 369.
[23] FJ. Monks, Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya…, hlm. 31.
[24] Tristiadi Ardi Ardani, dkk, Psikologi Klinis…, hlm. 71.
[25] Laura A. King, Psikologi Umum…, hlm. 370.
[26]John W. Santrock, Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta: Erlangga, 2002), hlm. 62.