Rabu, 01 Maret 2017

ORGANISASI KURIKULUM


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kurikulum merupakan sesuatu yang sangat diperlukan dalam dunia pendidikan. Tanpa adanya kurikulum, dipastikan proses pendidikan tidak akan terarah dan pada endingnya tidak tercapai tujuan yang diharapkan. Kurikulum lebih luas daripada sekedar rencana pelajaran, tetapi meliputi segala pengalaman atau proses belajar siswa yang direncanakan dan dilaksanakan dibawah bimbingan lembaga pendidikan. Sebagaimana yang dikemukakan Nana Sudjana yang mengartikan kurikulum sebagai program dan pengalaman belajar serta hasil-hasil belajar yang diharakan, yang diformulasikan melalui pengetahuan dan kegiatan yang tersusun secara sistematis, diberikan kepada peserta didik dibawah tanggungjawab sekolah untuk membantu pertumbuhan/ perkembangan pribadi da kompetensi sosial peserta didik.[1] Artinya, kurikulum bukan hanya berupa dokumen bahan cetak, melainkan rangkaian aktifitas siswa yang dilakukan di dalam kelas, luar kelas, laboratorium, lapangan, maupun di lingkungan masyarakat yang direncanakan serta dibimbing oleh sekolah.
Salah satu aspek yang perlu dipahami dalam pengembangan kurikulum adalah aspek yang berkaitan dengan organisasi kurikulum. Organisasi kurikulum berkaitan dengan pengaturan bahan pelajaran, yang selanjutnya memiliki dampak terhadap masalah administratif pelaksanaan proses pembelajaran. Selain itu organisasi kurikulum sangat terkait dengan pengaturan bahan pelajaran yang ada dalam kurikulum, sedangkan yang menjadi sumber bahan pelajaran dalam kurikulum adalah nilai budaya, nilai sosial, aspek siswa dan masyarakat serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Organisasi kurikulum juga terkait dengan peranan guru dan siswa dalam pembinaan kurikulum.
Dalam makalah ini akan penulis bahas tentang makna organisasi kurikulum, bentuk-bentuknya, kekurangan, dan kelebihannya, serta implementasi organisasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian organisasi kurikulum?
2.      Bagaimana bentuk-bentuk organisasi kurikulum beserta kelebihan dan kekurangannya masing-masing?
3.      Bagaimana contoh implementasi organisasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui pengertian organisasi kurikulum.
2.      Mengetahui bentuk-bentuk organisasi kurikulum beserta kelebihan dan kekurangannya masing-masing
3.      Mengetahui contoh implementasi organisasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Organisasi Kurikulum
Organisasi kurikulum merupakan pola atau desain bahan kurikulum yang tujuannya untuk mempermudah siswa dalam mempelajari bahan pelajaran serta mempermudah siswa dalam melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif.[2] Hal senada juga dikemukakan Burhan bahwa organisasi kurikulum merupakan struktur program kurikulum yang berupa kerangka umum program-program pembelajaran yang disampaikan kepada peserta didik guna tercapainya tujuan penidikan atau pembelajan yang ditetapkan.[3]
Struktur program kurikulum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu vertical dan horizontal. Dimensi horizontal berkaitan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum, sedangkan dimensi vertical berkenaan dengan penyusunan sequens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran.[4] Pengorganisasian arah vertical berkaitan dengan pengaturan materi pembelajaran secara kontinuitas pendalaman materi pelajaran, dan materi dasar secara sekuensial menuju materi lanjutan sesuai kurikulum yang diajarkan.[5]
Organisasi kurikulum merupakan asas yang sangat penting bagi proses pengembangan kurikulum dan berhubungan erat dengan tujuan pembelajaran, sebab menetukan isi bahan pembelajaran, menentukan cara penyampaian bahan pembelajaran, menentukan bentuk pengalaman yang akan di sajikan kepada terdidik dan menentukan peranan pendidik dan terdidik dalam implementasi kurikulum. Organisasi kurikulum terdiri dari mata pelajaran tertentu yang secara tradisional bertujuan menyampaikan kebudayaan atau sejumlah pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang harus diajarkan kepada anak-anak. Setiap organisasi kurikulum memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing baik yang bersifat teoritis maupun praktis. Implementasi kurikulum di pengaruhi dan bergantung kepada beberapa factor terutama guru, kepala sekolah, sarana belajar dan orang tua murid.[6]
Ada beberapa factor yang perlu dipertimbangkan dalam organisasi kurikulum diantaranya:
1.      Ruang lingkup (scope) dan urutan bahan (sequence)
Setiap pola kurikulum memiliki ruan lingkupa materi pelajaran yang berbeda. Organisasi kurikulum berdasarkan mata pelajaran lingkup materi pelajarannya cenderung menyajikan bahan pelajaran yang bersumber dari kebudayaan dan informasi atau pengetahuan hasil temuan masa lalu yang telah tersusu secara logis dan sistematis. Sementara itu, organisasi kurikulum integritas lingkup materi pelajarannya diambil dari masyarakat maupun dari aspek siswa (minat, bakat, dan kebutuhan). Tidak hanya lingkup materi pelajaran yang harus diperhatikan dalam organisasi kurikulum, tetapi bagaimana urutan bahan tersebut harus disajikan dalam kurikulum.
2.      Kontinuitas Kurikulum
Yang perlu diperhatikan aalah substansi bahan yang dipelajari siswa, jangan sampai terjadi pengulangan ataupun loncat-loncat yang tidak jelas tingkat kesukarannya. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah pendekatan spiral, artinya materi yang dipelajari siswa semakin lama semakin mendalam yang dikembangkan berdasar keluasan secara vertical maupun horizontal.
3.      Keseimbangan bahan pelajaran
Semakin dinamis perubahan dan perkembangan dalam ilmu pengetahuan, sosial budaya, maupun ekonomi akan berpengaruh terhadap dimensi kurikulum. Ada dua aspek yang perlu diperhatikan dalam keseimbangan pada organisasi kurikulum, yait keseimbangan terhadap substansi bahan atausis kurikulum, dan keseimbangan yang berkaitan dengan cara atau proses belajar.
4.      Alokasi waktu
Hal yang tidak kalah pentingnya untuk dipertimbangkan dalam organisasi kurikulum adalah tentang alokasi waktu.

B.     Bentuk-Bentuk Organisasi Kurikulum
Di dalam sudi kurikulum dikenal beberapa bentuk organisasi kurikulum yang memiliki ciri tersendiri, dan tampaknya mengalami proses perkembangan secara berurutan sejalan dengan berbagai penemuan baru dalam ilmu kurikulum. Bentuk yang paling dikenal dan sangat meluas pemakaiannya adalah subject ciriculum. Subject berarti mata pelajaran. Subject jangan dikacaukan dengan subject matter yang berarti bahan pelajaran. Setiap kurikulum mempunya subject matter/ mempunyai bahan pelajaran tertentu. Jadi subject curriculum berarti kurikulum yang terdiri atas sejumlah mata pelajaran. Atau dalam bahasa lain disebut subject centered curiculum artinya kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran. Karena mata pelajaran umumnya disampaikan secara terpisah-pisah, maka disebut juga dengan separate subject curriculum.
Bentuk kurikulum tersebut banyak mendapat kritikan dari para ahli. Diantara beberapa kritikannya adalah subject curriculum memberi pengalaman kepada siswa yang lepas-lepas, atomistis, fragmentaris, peserta didik hanya pasif, dan ada juga yang mengkritik bahwa subject curriculum terlampau mengutamakan pengalaman umat manusia yang lampau, yakni kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang yang dituangkan dalam bentuk mata pelajaran sehingga pengetahuan peserta didik hanya bersifat verbalistik. Dari berbagai kritikan tersebut, kemudian lahirlah bentuk-bentuk kurikulum baru yang dirumuskan oleh para ahli diantaranya integrated curriculum, activity curriculum, experience curriculum, life curriculum, core curriculum, dan lain sebagainya.
Untuk lebih jelasnya akan kita bahas beberapa bentuk dari organisasi kurikulum tersebut:[7]
1.      Mata Pelajaran Terpisah (Subject Curriculum)
Kurikulum ini menyajikan segala bahan pelajaran dalam berbagai macam mata pelajaran yang terpisah-pisah satu sama lain, terlepas, dan tidak mempunyai kaitan sama sekali sehingga banyak jenis mata pelajaran menjadi sempit ruang lingkupnya. Tujuan bentuk kurikulum ini adalah agar generasi muda mengenal hasil-hasil kebudayaan dan pengetahuan umat manusia yang telah dikumpulkan selama berabad-abad, agar mereka tak perlu mencari dan menemukan kembali apa yang telah diperoleh generasi sebelumnya.[8]
Kurikulum yang disusun dalam bentuk terpisah-pisah lebih bersifat subject centered (berpusat pada bahan pelajaran), daripada child centered (berpusat pada minat dan kebutuhan peserta didik). Kurikulum bentuk ini disusun berdasarkan pandangan ilmu jiwa asosiasi[9], yaitu yang mengharapkan terjadinya kepribadian yang bulat berdasarkan potongan-potongan pengetahuan. Berdasarkan pandangan ilmu jiwa tersebut kepribadian yang utuh dapat dibentuk berdasarkan sejumlah pengetahuan yang diperoleh secara terpisah. Dari segi ini jelaslah kiranya bahwa kurikulum bentuk terpisah sangat menekankan pada pembentukan intelektual yang kurang mengutamakan pembentukan kepribadian peserta didik secara keseluruhan.
Bentuk kurikulum ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Oval: IPA Oval: IPS Oval: Sejarah Oval: Bahasa
Oval: Agama Oval: Geografi Oval: Biologi
 








Separated Subject Curriculum[10]

          Dalam proses pembelajaran bentuk kurikulum ini cenderung aktivitas siswa tidak diperhatikan bahkan diabaikan, karena yang dianggap penting adalah supaya sejumlah informasi sebagai bahan pelajaran dapat diterima dan dihafal oleh siswa. demikian pula bahan pelajaran yang dipelajari siswa umumnya tidak actual karena tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.
Secara fungsional kurikulum bentuk ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan tersebut diantaranya:[11]
a.       Bahan pelajaran dapat disajikan secara logis dan sistematis.
Menurut pengertiannya subject itu adalah hasil pengalaman umat manusia pada masa lampau yang tersusun secara logis sistematis. Tiap mata pelajaran mengandung sistematik tertentu. Maksudnya mulai dari yang sederhana sampai pada yang kompleks atau dari yang dasar sampai pada pengembangan. Misalnya matematika, diuraikan dari yang sederhana sampai yang rumit, dari contoh-contoh kepada dalil-dalil. Sejarah disusun dari zaman purba sampai sekarang, geografi membahas yang terdekat sampai pada yang jauh, dsb.
b.      Organisasinya sederhana dan tidak terlalu sulit untuk direncaakan dan dilaksanakan. Begitupula scope dan sequencenya tidak menimbulkan kesulitan yang berarti
Scope maksudnya menentukan jumlah dan jenis mata pelajaran yang harus disajikan oleh sekolah. Sequence maksudnya menentukan urutan mata pelajaran yang harus diberikan dalam tiap kelas. Dalam menentukan kurikulum ini banyak pula bantuan dari buku-buku pelajaran yang telah diakui kwalitasnya sehingga lebih memudahkan menentukan scope dan sequen pada mata pelajaran di tiap kelas.
c.       Kurikulum ini mudah dievaluasi dan dites
Kurikulum ini terutama bertujuan menyampaikan sejumlah pengetahuan, pengertian, dan kecakapan-kecakapan tertentu yang mudah diilai dengan ujian atau tes. Ada kalanya bahan pelajaran ditentukan untuk lingkup tertentu, misalnya kabupaten, atau bahkan nasional sehingga dapat dilakukan ujian yang sifatnya bertaraf nasional.
d.      Dapat digunakan dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi
Boleh dikatakan mayoritas pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi sekarang masih menggunakan bentuk kurikulum ini.
e.       Kurikulum ini telah dipakai berabad-abad lamanya dan sudah menjadi tradisi
Kurikulum ini telah digunakan dan diterima baik oleh generasi-generasi lalu sehingga mendapat dukungan dari orangtua dan guru. Orang cenderung susah untuk menerima perubahan dalam organisasi kurikulum yang sudah bertahan cukup lama.
f.       Kurikulum ini lebih memudahkan guru
Guru SMP atau SMA yang mendapat pendidikan di IKIP lebih senang bekerja di sekolah yang mempunyai kurikulum yang sama seperti apa yang mereka dapatkan di bangku kuliah. Guru-guru yang telah mengajar bertahun-tahun dan telah menguasai bahan pelajaran sepenuhnya, mereka tinggal mengulang-ulang saja tidak lagi perlu susah payah atau tinggal rutinitas saja.
g.      Kurikulum ini mudah diubah
Perubahan kurikulum dilakukan dengan cara menambah atau menurangi jumlah, isi, atau jenis mata pelajaran sesuai dengan permintaan zaman.
h.      Organisasi kurikulum yang sistematis seperti yang dimiliki oleh subject curriculum esensial untuk menafsirkan pengalaman.
Organisasi serupa ini sangat menghemat waktu dan tenaga serta member kemungkinan mempelajari sesuatu dalam waktu yang singkat apa yang ditemukan dengan susah payah oleh para sarjana pada masa lalu.

Dilain sisi, banyak juga yang mengkritik bentuk kurikulum ini, diantaranya Nana Sudjana, menurutnya kurikulum ini terlalu pragmatis dan dikompertmantalisasi, pengabaian minat dan bakat peserta didik, penyusunannya tidak efisien, pengabaian persoalan sosial, dan gagal untuk mengembangkan kebiasaan mengembangkan berfikir kreatif.[12] Senada dengan Sudjana, Binti Maunah juga mengemukakan kelemahan kurikulum ini, diantaranya:[13]
a.       Bentuk mata pelajaran yang terpisah dengan lainnya, sebenarnya tidak relevan dengan kenyataan sekarang ini, dan kurang mendidik siswa/anak dalam menghadapi situasi kehidupan mereka.
b.      Tidak memperhatikan masalah-masalah sosial kemasyarakatan yang dihadapi siswa dalam kehidupan mereka sehari-hari, sebab hanya berpedoman pada apa yang tertera dalam buku/teks.
c.       Kurang memperhatikan factor-faktor kejiwaan anak, karena pada kurikulum ini hanya menyampaikan apa yang dialami manusia pada masa terdahulu dalam bentuk yang sistematis dan logis. Sebenarnya sesuatu yang logis belum berarti sesuai dengan kejiwaan anak dan perkembangannya.
d.      Tujuan kurikulum ini sangat terbatas dan kurang memperhatikan pertumbuhan jasmani, perkembangan emosional dan sosial anak, dan hanya memusatkan pada perkembangan intelektual anak.
e.       Kurikulum semacam ini kurang mengembangkan kemampuan berfikir, karena mengutamakan penguasaan dan pengetahuan dengan cara ulangan dan hafalan, dan kurang membawa kepada berfikir secara mandiri.
f.       Kurikulum ini cenderung menjadi status dan tidak bersifat inovatif, karena berdasarkan pada buku yang telah ditetapkan tanpa mengalami perubahan dan penyesuaian yang berarti dengan situasi dan kondisi masyarakat yang selalu berkembang dengan pesat dan dinamis.

2.      Mata Pelajaran Gabungan (Correlated Curricuum)
Correlated curriculum adalah kurikulum yang menekankan perlunya hubungan diantara satu pelajaran dengan mata pelajaran lainnya tetapi tetap memperhatikan cirri atau karakteristik tiap bidang studi tersebut. Pada kurikulum ini, mata pelajaran tidak disajikan secara terpisah-pisah. Akan tetapi mata pelajaran yang memiliki kedekatan atau yang sejenis dikelompokkan sehingga menjadi suatu bidang studi (broadfield[14]), misalnya mata pelajaran biologi, kimia, fisika, dikelompokkan menjadi bidang studi IPA. Demikian juga dengan mata pelajaran geografi, sejarah, ekonomi, dikelompokkan dalam bidang studi IPS.
Prinsip berhubungan satu sama lain/ korelasi ini dapat dilaksanakan dengan beberapa cara: pertama, antara dua mata pelajaran diadakan hubungan secara incidental. Kedua, memperbincangkan masalah-maalah tertentu dalam berbagai macam pelajaran. Ketiga mempersatukan beberapa mata pelajaran dengan menghilangkan batas masing-masing.[15]
Penggabungan menjadi satu kesatuan ini dimaksudkan untuk mengurangi kekurangan yang terdapat dalam bentuk mata pelajaran. Dari bahan kurikulum yang terlepas-lepas diupayakan disatukan dengan bahan kurikulum atau mata pelajaran yang sejenis sehingga dapat memperkaya wawasan siswa dari berbagai disiplin ilmu. Namun kenyataan dilapangan terbuki bahwa guru-guru masih berpegang pada latar belakang pendidikannya. Umpamanya ketika seorang guru sejarah mengajarkan bidang studi IPS, dalam pelaksanaannya masih mengutamakan pelajaran sejarahnya daripada substansi IPS itu sendiri. Demikian pula dalam penilaiannya cenderung akan banyak mengukur atau menilai substansi sejarahnya daripada substansi IPS-nya. Salah satu penyebabnya karena guru yang bersangkutan belum memahami prinsip-prinsip pola penggabungan mata pelajaran tersebut.[16]
Walaupun telah tercapai keterpaduan yang erat antara beberapa mata pelajaran (broadfield), namun sebenarnya masih bersifat subject curriculum, hanya saja jumlah pelajaran sangat dikurangi. Jadi, broadfield dapat dianggap sebagai modifikasi subject curriculum yang traisional. Cirri-ciri umum broadfield antara lain:[17]
a.       Kurikulum terdiri atas suatu bidang pengajaran, yang didalamnya terpadu sejumlah mata pelajaran sejenis dan memiliki cirri-ciri sama.
b.      Pelajaran bertitik tolak dari core subject yang kemudian diuraikan menjadi sejumlah pokok bahasan.
c.       Berdasarkan tujuan kurikuler dan tujuan instruksional yang telah digariskan
d.      Sistem penyampaiannya bersifat terpadu
e.       Guru berperan selaku guru bidang studi.
f.       Minat, masalah, serta kebutuhan siswa dan masyarakat dipertimbangkan sebagai dasar penyusunan kurikulum walaupun masih dalam batas-batas tertentu.
g.      Dikenal berbagai jenis bidang studi seperti matematika, IPA, IPS, Bahasa, pendidikan Pancasila, pendidikan keterampilan, ilmu keguruan, dll.[18]

Pada organisasi kurikulum ini konten atau isi materi kurikulum dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan sebagai berikut:
a.       Pendekatan structural
Dalam pendekatan ini, kajian suatu pokok bahasan ditinjau dari beberapa mata pelajaran sejenis. Misalnya, kajian suatu topic tentang geografi tidak semata-mata ditinjau dari sudut geografi saja, tetapi juga ditinjau dari sejarah, ekonomi atau mungkin budaya.
b.      Pendekatan Fungsional
Pendekatan ini didasarkan pada pengkajian masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, suatu topic diambil dari mata pelajaran tertentu, tetapi diambil dari apa yang dirasakan perlu untuk anak. Selanjutnya, topic itu dikaji oleh berbagai mata pelajaran yang memiliki keterkaitan. Contohnya masalah kemiskinan ditinjau dari sudur ekonomi, geografi, dan sejarah.

c.       Pendekatan Daerah
Pada pendekatan ini materi pelajaran ditentukan berdasarkan lokasi atau tempat. Seperti mengkaji daerah ibukota ditinjau dari kedaan iklim, sejarah, sosial budayanya, ekonominya, dan lain sebagainya.

Ada beberapa kekurangan dan kelebihan kurikulum model ini. Kekurangannya diantaranya:[19]
a.       Bahan pelajaran yang diberikan kurang sistematis serta kurang begitu mendalam.
Pembicaraan tentang berbagai pokok masalah, bagaimanapun juga tetap tidaak padu karena pada dasarnya masing-masing memang merupakan subjek-subjek yang berbeda. Dengan dikuranginya jumlah bahan pelajaran dan jam menyebabkan broadfield tersebut menjadi dangkal. Rasanya hampir tidak mungkin mempergunakan waktu yang hanya sedikit itu untuk memberikan berbagai pokok masalah yang sebenarnya berasal dari beberapa mata pelajaran yang berbeda.[20]
b.      Kurikulum ini kurang menggunakan bahan pelajaran yang actual yang langsung berhubungan dengan kehidupan siswa.
c.       Kurikulum ini kurang memperhatikan bakat, minat, dan kebutuhan siswa.
d.      Apabila prinsip penggabungan belum dipahai, kemungkinan bahan pelajaran yang disampaikan masih terlampau abstrak.

Sementara itu, kelebihannya diantaranya:[21]
a.       Dengan korelasi pengetahuan, siswa lebih integral tidak terlepas-lepas.
b.      Dengan melihat hubungan erat antar mata pelajaran satu dengan yang lain, minat murid bertambah.
c.       Korelasi memberikan pengertian yang lebih luas dan mendalam karena memandang dari berbagai sudut.
d.      Dengan korelasi  maka yang diutamakan adalah pengertian dan prinsip-prinsip bukan pengetahuan akan fakta, dengan begitu lebih memungkinkan penggunaan pengetahuan secara fungsional bagi murid.

3.      Kurikulum Terpadu (Integrated Curriculum)
Integrasi berasal dari kata integer yang berarti unit. Dengan integrasi dimaksud perpaduan, koordinasi, harmoni, kebulatan keseluruhan. Kurikulum terpadu adalah kurikulum yang menyajikan bahan pembelajaran secara unit dan keseluruhan tanpa mengadakan batas-batas antara satu mata pelajaran dengan yang lainnya. integrated curriculum meniadakan batas-batas antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk unit. Yang penting bukan hanya bentuk kurikulum ini, akan tetapi juga tujuannya. Dengan kebulatan bahan pelajaran diharapkan kita membentuk anak-anak menjadi pribadi yang integrated, yakni manusia yang sesuai atau selaras hidupnya dengan sekitarnya. Orang yang integrated hidup dan harmoni dengan lingkungannya. Kelakuannya harmonis dan ia tidak senantiasa terbentur pada situasi-situasi yang dihadapinya dalam hidupnya. Apa yang diajarkan sekolah disesuaikan dengan kehidupan anak di luar sekolah. Pelajaran membantu anak dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan di dunia nyata/ di luar sekolah.[22]

Contoh bentuk kurikulum ini dapat digambarkan sebagai berikut:
 










Integrated Curriculum[23]

Organisasi kurikulum bentuk ini tidak lagi menampilkan nama-nama mata pelajaran atau bidang studi. Belajar berangkat dari suatu pokok masalah yang harus dipecahkan. Masalah tersebut kemudian dinamakan tema atu unit. Belajar berdasarkan unit bukan hanya menghafal sejumlah fakta, tetapi juga mencari dan menganalisis fakta sebagai bahan untuk memecahkan masalah. Dengan belajar melalui pemecahan masalah itu diharapkan perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada segi intelektual, tetapi juga seluruh aspek, seperti sikap, emosi, dan keterampilan. Organisasi kurikulum ini biasanya diterapkan pada jenjang pendidikan yang lebih rendah.
Dalam penerapan kurikulum ini, guru dituntut untuk memiliki kemampuan mengimplementasikan berbagai strategi belajar mengajar yang sesuai dengan karakteristik kurikulum tersebut. Misalnya melalui strategi pemecahan masalah, metode proyek, pengajaran unit, inkuiri, discovery dan pendekatan tematik, baik dilakukan secara kelompok maupun personal. Bahan pelajaran yang dipelajari siswa dirumuskan dalam pokok bahasan berupa topic atau pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk menyelesaikan permasalahan yang diajukan. Proses pembelajaran lebih fleksibel yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi siswa sehingga tidak mengharapkan hasil belajar yang sama dari semua siswa. penilaiannya lebih komprehensif, yaitu penilaian dilakukan secara utuh terhadap kemampuan siswa selama proses dan setelah pembelajaran selesai.
Ada beberapa kekurangan dan kelebihan kurikulum ini, kelemahannya diantaranya:[24]
a.       Ditinjau dari ujian akhir atau tes masuk yang uniform, maka kurikulum ini akan banyak menimbulkan keberatan
b.      Kurikulum ini tidak memiliki urutan yang logis dan sistematis.
c.       Diperlukan waktu yang banyak dan bervariasi sesuai dengan kebutuhan siswa maupun kelompok.
d.      Guru belum memiliki kemampuan untuk menetapkan kurikulum.
e.       Masyarakat, guru, dan siswa belum terbiasa dengan kurikulum ini.
f.       Kurikulum dibuat leh guru dan siswa sehingga memerlukan kesiapan dan kemampuan guru dalam pengembangan kurikulum.
g.      Bahan pelajaran tidak tersusun secara logis dan sistematis
h.      Memungkinkan kemampuan yang dicapai siswa akan berbeda jauh
i.        Memerlukan waktu, biaya, dan tenaga yang banyak.

Kelebihan dari kurikulum ini diantaranya:[25]
a.       Segala permasalahan yang dibicarakan dalam unit sangat berkaitan erat.
b.      Sangat sesuai dengan perkembangan modern tentang belajar mengajar.
c.       Memungkinkan adanya hubungan antara sekolah dengan masyarakat.
d.      Sesuai dengan ide demokrasi, dimana siswa dirangsang untuk berfikir sendiri, bekerja sendiri, dan memikul tanggungjawab bersama dan bekerja sama dalam kelompok.
e.       Penyajian bahan disesuaikan dengan kesnggupan/ kemampuan individu, minat dan kematangan siswa baik secara individu maupun kelompok.
f.       Kurikulum ini sesuai dengan teori baru tentang belajar yang mendasarkan berbagai kegiatan pada pengalaman, kesanggupan, kematangan dan minat anak. Anak dilibatkan secara aktif untuk untuk berfikir dan berbuat seta bertanggungjawab baik secara individual maupun kelompok.

Organisasi kurikulum terpadu ini mempunyai beberapa variasi, yaitu:
a.       Kurikulum Inti (Core Curriculum)
Core curriculum merupakan bagian dari seluruh program pendidikan yang dianggap penting, fundamental, dan esensial yang harus diberikan kepada setiap murid agar ia menjadi warga Negara yang berharga, berguna, serta efektif. Jadi core curriculum mempunyai arti yang sama dengan pendidikan umum. Walaupun bisa dikatakan sama, namun banyak ahli kurikulum lain yang merasa perlu untuk membedakan core dengan pendidikan umum. Mereka memandang core curriculum sebagai kurikulum yang mempunyai cara atau metode tertentu dala penyajiannya, sekalipun core curriculum itu juga mengenai pendidikan umum. Jadi dapat dikatakan bahwa setiap core curriculum termasuk pendidikan umum, tetapi tidak setiap program pendidikan umum berbentuk core curriculum.[26]
Beberapa karakteristik yang dapat dikaji dalam kurikulum ini adalah:
1.      Direncanakan secara berkelanjutan selalu berkaitan dan direncanakan secara terus menerus.
2.      Isi kurikulum yang dikembangkan merupakan rangkaian dari pengalaman yang saling berkaitan.
3.      Isi kurikulum selalu mengambil atas dasar masalah actual, mengambil substansi masalah baik yang pribadi maupun sosial.
4.      Isi kurikulum didesain berlaku untuk seluruh siswa sehinga kurikulumnya bersifat umum tetapi substansinya bersifat problema, pribadi, sosial, dan  pengalaman yang terpadu.
b.      Kurikulum yang berlandaskan pada fungsi sosial dan kehidupan
Kurikulum terpadu ini dapat didasarkan atas analisis kegiatan-kegiatan utama manusia dalam masyarakat yang disebut dengan social function atau major areas of living yang antara lain terdiri atas (1) perlindungan dan pelestarian hidup, kekayaan dan sumber alam, (2) produks barang dan jasa serta distribusinya, (3) konsumsi benda dan jasa, (4) komunikasi dan transportasibenda dan manusia,(5) rekreasi, (6) ekspresi rasa keindahan, (7) ekspresi rasa keagamaan, (8) pendidikan, (9) perluasan kebebasan, (10) integrasi kepribadian, (11) penelitian. Dalam pengembangan kurikulum social function didasarkan pada lingkungan sosial peserta didik sehingga pelajaran yang diperoleh memiliki fungsi dan makna bagi kehidupan sehari-hari dan tidak terpisah dengan kondisi masyarakat.
c.       Kurikulum yang berpusat pada kegiatan (activity curriculum)
Kurikulum ini cenderung mengutamakan kegiatan-kegiatan atau pengalaman siswa dalam rangka membentuk kemampuan yang terintegritas dengan lingkungan maupun dengan potensi siswa. kurikulum ini pada hakikatnya siswa berbuat dan melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya vokasional, tetapi tidak meniadakan aspek intelektual atau akademik siswa.
Salah satu dari karakteristik kurikulum ini adalah untuk memberikan pendidikan keterampilan atau kejuruan, tetapi didalamnya tercakup pengembangan kemampuan intelektual dan akademik yang berkaitan dengan kedua aspek tersebut. Dengan demikian, siswa belajar tidak hanya bersifat manual, tetapi bersifat reaktif dan problematic sesuai dengan keterampilan yang sedang dipelajari. Kurikulum ini dipelopori oleh John Dewey yang intinya bahwa pembelajaran harus dimulai dari pembahasan suatu topic atau permasalahan yang diselesaikan secara terpadu dari berbagai disiplin ilmu maupun factor lingkungan. Dan pada perkembangannya implikasi dari konsep tersebut dikenal dengan istilah pembelajaran proyek.[27]

C.    Implementasi Organisasi Kurikulum di Suatu Lembaga Pendidikan
Sebagaimana yang telah penulis paparkan di pembahasan sebelumnya, bahwa kurikulum selalu mengalami perkembangan sebagai konsekuensi logis dari kritik, pandangan, paradigma, atau pola pikir dalam melihat ketercapaian kurikulum-kurikulum yang telah dijalankan. Untuk memberikan gambaran tentang bagaimana perubahan kurikulum tersebut, dalam pembahasan ini akan penulis paparkan contoh organisasi/desain kurikulum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Penulis memilih UIN Sunan Kalijaga karena menurut penulis UIN Sunan Kalijaga telah melakukan ‘lompatan besar’ dalam organisasi/ mendesain corak kurikulum yang tadinya separated curriculum menjadi integrasi-interkoneksi.
Lahirnya pola pikir yang kemudian berkonsekuensi terhadap bentuk kurikulum tersebut setidaknya dilatarbelakangi oleh tiga faktor. Pertama, adanya dikotomi keilmuan, kedua, perilaku manusia yang tidak semestinya dan ketiga, krisis global. Dari pola pikir tersebut kemudian lahi teori yang dikemukakan Ami Abdullah yaitu teori jaring laba-laba bercorak teoantrofosentris-integralistik. Di sana tergambar suatu horizon keilmuan integralistik yang begitu luas sekaligus terampil. Al-Quran dan hadis difahami secara baru selalu menjadi landasan yang menyatu dalam satu tarikan nafas keilmuan dan keagamaan. Dalam pada itu, di sana tergambar sosok manusia beragama yang terampil dalam menangani dan menganalisis isu-isu yang menyentuh problem kemanusiaan dan keagamaan di era moderen dan pascamoderen dengan dikuasainya berbagai pendekatan baru yang diberikan oleh natural-science, social-science dan humanisties. Di atas segalanya dalam setiap langkah yang ditempuh, selalu dibarengi landasan etika-moral keagamaan objektif dan kokoh. Semua ini diabdikan untuk kesejahteraan manusiasecara bersama-sama tanpa pandang latar belakang etnisitas, agama, ras maupun golongan.[28] 
Paradigma pemikiran integrasi-interkoneksi yang dikembangkan UIN Sunan Kalijaga dapat dijelaskan dalam tiga perspektif. Pertama, dilihat dari perspektif filosofis yang didalamnya terdapat kajian ontologis, aksiologis, dan epistimologis. Kajian secara filosofis telah dirumuskan bangunan keilmuan dasar berbasis integrasi-interkoneksi. Kajian ini didasarkan pada visi dan misi UIN Sunan Kalijaga. Kedua, dilihat dari perspektif kelembagaan. Dilihat dari perspektif ini, paradigma integrasi-interkoneksi keilmuan UIN Yogyakarta mengubah kelembagaan fakultas dan program studi yang ada terutama penambahan dan reposisi rumpun ilmu umum. Ketiga, dilihat dari perspektif tataran kurikulum yang didalamnya menyangkut aspek struktur kurikulum universitas, fakultas, dan jurusan program studi. Kurikulum yang dikembangkan UIN Yogyakarta dirumuskan bukan hanya sebaran mata kuliah, namun juga deskripsi integrasi-interkoneksi antar mata kuliah pendukung kompetensi dan proses pembelajaran. Pada beberapa juga telah dirumuskan dokumen SAP berbasis integrasi-interkoneksi sesuai dengan paradigma keilmuan yang dikembangkan. Kurikulum yang berlaku di UIN Sunan Kalijaga adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KB) integrasi-interkoneksi dengan tujuan agar lulusannya memiliki kompetensi yang sesuai dengan sasaran program, studi dan mampu mengintegrasikan studi keislaman dan keilmuan.[29]
Agar lebih konkrit dalam memahami paradigma ini, penulis akan paparkan desain kurikulum jurusan PAI UIN Sunan Kalijaga:
1.      Landasan Penyusunan Kurikulum
Penyusunan kurikulum menggunakan landasan yuridis, teologis, filosofis, sosiologis, cultural, dan psikologis.[30] Landasan yuridisnya mengacu pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas terutama pasal 36, 37, dan 38, UU No. 12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi pasal 35 ayat 2, 3, dan 4, UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, Keputusan Presiden No. 50 Tahun 2004 tentang perubahan IAIN menjadi UIN Sunan Kalijaga, danKeputusan Mendiknas No. 045/U/2002 Tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi.
Landasan teologisnya secara umum mengacu pada Q.S. Al Mujadilah ayat 11. Landasan filosofisnya didasarkan pada kesadaran bahwa persoalan kehidupan manusia bersifat kompleks dan multi dimensi. Upaya memecahkan persoalan tersebut tida bisa diselesaikan secara parsial, tetapi membutuhkan pendekatan yang menyeluruh, terpadu, dan mendalam antar berbagai disiplin keilmuan. Landasan kulturalnya dilandaskan pada suatu kesadaran bahwa sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam di Indonesia, jurusan PAI didapkan pada persoalan kesenjangan budaya, yakni kesenjangan antara budaya universal agama dan ilmu pengetahuan dengan budaya local Indonesia.
Landasan sosiologis, secara sosiologis masyarakat Indonesia terdiri dari beragam suku, bangsa, agama, dan ras. Keberagaman ini disatu sisi merupakan khazanah kekayaan bangsa, tetapi dilain sisi seringkali menjadi sumber timbulnya berbagai konflik yang mengecam integritas bangsa. Dari hal tersebut, UIN sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam merasa berkewajiban untuk ikut mengatasi kondisi tersebut. Salah satu upayanya adalah membekali mahasiswanya dengan pengetahuan yang integrative, sehingga tidak picik dalam melihat permasalahan dan mampu mengatasinya dengan berbagai perspektif keilmuan. Landasan psikologis, secara umum alumni PTAI belum memiliki rasa percaya diri yang baik dalam menghadapi perkembangan masyarakat maupun dunia keilmuan. Hal ini disebabkan kurang terkaitnya keilmuan mereka dengan perkembangan keilmuan dan dinamika masyarakat. Konsekwensinya mereka merasa tereliminasi dalam interaksi sosial dan dinamika keilmuan kontemporer.
2.      Rumusan Visi, Misi, dan Tujuan
Visi jurusan PAI “Unggul, Kompeten, dan Kompetitif dalam bidang keguruan agama Islam”. Misinya: mengembangkan pendidikan an pembelajaran untuk menhgasilkan lulusan yang siap menjadi pendidik PAI di sekolah/madrasah, mengembangkan penelitian, pengabdian, dan peningkatan mutu pendidik PAI, serta menjalin kerjasama dengan berbagai pihak.
3.      Profil dan Kompetensi Jurusan PAI
a.       Memahami secara komprehensif wawasan pendidikan dan mampu menerapkannya dalam pelaksanaan pembelajaran agama Islam
b.      Memiliki keterampilan dalam mengembangkan kurikulum PAI
c.       Memiliki kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik
d.      Memiliki kemampuan kepribadian yang mantap, stabil dewasa, arif, dan berwibawa. Menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia
e.       Memiliki kemampuan penguasaan materi agama Islam secara luas dan mendalam yang memugkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional
f.       Memiliki kemampuan sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien
g.      Mampu mengembangkan teori-teori pendidikan yang dilandasi nilai Islam
h.      Memahami wawasan bimbingan dan konseling
i.        Mampu mengembangkan kurikulum BK
j.        Memahami, fondasi teori dan desain penelitian pendidikan PAI, melaksanakan, dan mengelola hasilnya

4.      Struktur Kurikulum PAI[31]
a.       Rumusan Kompetensi dan Mata Kuliah Tingkat Universitas
No
Rumusan Kompetensi
Mata Kuliah
SKS
1.       
Mampu melaksanakan akhlak mulia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang humanis, inklusif, dan relijius.
Tauhid, Akhlak-Tasawuf,Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia


@ 2 sks
2.
Mampu berkomunikasi menggunakan bahasa asing (Inggris/Arab)
Bahasa Arab dan Bahasa Inggris
@ 2 sks
3.
Mampu memanfaatkan teknologi informasi untuk mengkomunikasikan ajaran keislaman
Pengantar Studi Islam
2 sks
4.
Memahami sumber-sumber dasar keislaman
Al Quran/Al Hadist
Ushul Fiqh/Fiqh
3 sks
2 sks
5.
Mampu menganalisis persoalan-persoalan keilmuan dan kemasyarakatan
Filsafat Umum dan Filsafat Ilmu
@ 2 sks
6.
Mampu menerjemahkan Islam dalam konteks budaya lokal
SKI dan Budaya Lokal
3 sks
Junlah
26 sks

b.      Rumusan Kompetensi dan Mata Kuliah Fakultas
No
Rumusan Kompetensi
Mata Kuliah
SKS
1.
Menguasai teori-teoi pendidikan umum dan Islam
Ilmu Pendidikan
4
2.
Menguasai konsep-konsep filosofis pendidikan dengan berbagai komponennya
Filsafat Pendidika
4
3.
Menguasai analisis data kuantitatif baik deskriptif dan inferensial dalam bidang pendidikan
Statistik Pendidikan
4
4.
Memahami konsep-konsep dasar dalam bidang psikologi umum
Psikologi Umum
2
5.
Memahami teori-teori BK dan menerapkannya
BK
2
6.
Memiliki keterampilan menerapkan kompetensi pedagogis, professional, kepribadian, dan sosial di sekolah/madrasah
Magang I, II, III
KKN
6
4
Jumlah
26

c.       Rumusan Kompetensi dan Mata Kuliah Jurusan PAI
No
Rumusan Kompetensi
Mata Kuliah
SKS
1.
Mampu menguasai teori-teori pembelajaran PAI di sekolah/ madrasah serta mampu melaksanakannya
Pembelajaran Al-Quran Hadist di Madrasah dan Sekolah
Pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah/Sekolah
Pembelajaran Fiqh di Madrasah dan Sekolah
Pembelajaran SKI di Madrasah dan Sekolah
Strategi Pembelajaran
2

2
2
2
4
2.
Mampu menguasai materi PAI di madrasah dan sekolah serta mampu mengembangkannya
Al-Quran Hadist di Madrasah dan Sekolah
Akidah Akhlak di Madrasah dan Sekolah
Fiqh di Madrasah dan Sekolah
SKI di Madrasah dan Skolah


@ 4
3.
Mampu menguasai teori-teori pengembangan kurikulum dan mampu menerapkannya
Pengembangan Kurikulum
4
4.
Mampu menguasai teori-teori psikologi belajar PAI
Psikologi Pendidikan
4
5.
Mampu menguasai teori-teori pendidikan Islam dan barat
Reading Teks
Qiraatu Kutub
Sejarah Pndidikan
@4
6.
Mampu mengembangkan media dan sumber belajar PAI dan menerapkannya dalam pembelajaran di kelas
Pengembangan Media dan Sumber Belajar PAI
4
7.
Mampu menguasai kebijakan pendidikan dan membuat perencanaan pendidikan sesuai dengan perkembangan zaman
Kebiakan dan Perencanaan Sistem Pendidikan
Administrasi Pendidikan
Kepemimpinan dalam Pendidikan*
Pengelolaan Perpustakaan Sekolah/ Madrasah*
@2
8.
Mampu menguasai teori-teori evaluasi PAI dan mampu menerapkannya
Pengembangan Evaluasi Pendidikan
4
9.
Mampu menguasai teori0teori penelitian PAI dan mampu menerakannya
Pengantar Metodologi Penelitian
Metodologi Penelitian Pendidikan
Skripsi
Penelitian Tindakan Kelas*
Seminar Proposal
2
4
6
2
0
10.
Mampu memahami isu-isu actual pendidikan keanekaragaman sebagai bagian dari budaya bangsa
Pendidikan Multikultural*
Pengembangan Budaya dan Seni dalam PAI*
Demografi Pendidikan*
Isi-Isi Aktual dalam Pendidikan*
Masailul Fiqh*
@2
11.
Mampu mengembangkan profesi keguruan dan softskill dalam kehidupan sehari-hari
Pengebangan Profesi Guru
Pembelajaran PAI untuk Difable*
4
2
12.
Mampu menguasai ilmu sosial danbudaya dasar serta konsep-konsep antropologi dan sosiologi pendidikan
Antropologi-Sosiologi Pendidikan
2
13.
Mampu menguasai kewirausahaan dalam pendidikan
Kewirausahaan dalam Pendidikan*
2
Jumlah
102

  
BAB III
PENUTUP

Organisasi kurikulum merupakan asas yang sangat penting bagi proses pengembangan kurikulum dan berhubungan erat dengan tujuan pembelajaran, sebab menetukan isi bahan pembelajaran, menentukan cara penyampaian bahan pembelajaran, menentukan bentuk pengalaman yang akan di sajikan kepada peserta didik dan menentukan peranan pendidik dan terdidik dalam implementasi kurikulum. Organisasi kurikulum terdiri dari mata pelajaran tertentu yang secara tradisional bertujuan menyampaikan kebudayaan atau sejumlah pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang harus diajarkan kepada anak-anak.
Bentuk yang paling dikenal dan sangat meluas pemakaiannya adalah subject ciriculum. Subject berarti mata pelajaran. Bentuk kurikulum tersebut banyak mendapat kritikan dari para ahli. Diantara beberapa kritikannya adalah subject curriculum memberi pengalaman kepada siswa yang lepas-lepas, atomistis, fragmentaris, peserta didik hanya pasif, dan ada juga yang mengkritik bahwa subject curriculum terlampau mengutamakan pengalaman umat manusia yang lampau, yakni kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang yang dituangkan dalam bentuk mata pelajaran sehingga pengetahuan peserta didik hanya bersifat verbalistik. Dari berbagai kritikan tersebut, kemudian lahirlah bentuk-bentuk kurikulum baru yang dirumuskan oleh para ahli diantaranya integrated curriculum, activity curriculum, experience curriculum, life curriculum, core curriculum, dan lain sebagainya.
Kurikulum yang dikembangkan UIN Yogyakarta dirumuskan bukan hanya sebaran mata kuliah, namun juga deskripsi integrasi-interkoneksi antar mata kuliah pendukung kompetensi dan proses pembelajaran. Pada beberapa juga telah dirumuskan dokumen SAP berbasis integrasi-interkoneksi sesuai dengan paradigma keilmuan yang dikembangkan. Kurikulum yang berlaku di UIN Sunan Kalijaga adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) integrasi-interkoneksi dengan tujuan agar lulusannya memiliki kompetensi yang sesuai dengan sasaran program, studi dan mampu mengintegrasikan studi keislaman dan keilmuan

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Amin, Menyatukan Kembali Ilmu-Ilmu Agama dan Umum, Yogyakarta: Suka Press, 2003.

Ahmadi, Abu, Pengantar Kurikulum, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1984.

Fanani, Muhyar, Transformasi Paradigma dan Implikasinya pada Kurikulum Sains: Studi Atas UIN Syarif Hidayatullah, UIN Sunan Kalijaga, dan UIN Maliki, Semarang: IAIN Walisongo, 2014.

Fitri, Agus Zaenul, Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam dari Normatif-Filosofis ke Praktis, Bandung: Alfabeta, 2013.

Hamalik, Oemar, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.

Maunah, Binti, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi: Implementasi pada Tingkat Pendidikan Dasar (SD/MI), Yogyakarta: Teras, 2009.

Nurgiyantoro, Burhan, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah: Sebuah Pengantar Teoritis dan Pelaksanaan, Yogyakarta: BPFG, 1988.

Rusman, Manajemen Kurikulum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.

S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 1984.

Subroto, Suryo, Tata Laksana Kurikulum, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.

Sudjana, Nana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1996.

Sukiman, Pengembangan Kurikulum Perguruan Tinggi, Bnadung: Remaja Rosdakarya, 2015.

Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013.

Zaini, Muhammad, Pengembangan Kurikulum: Konsep Implementasi dan Inovasi, Yogyakarta: Teras, 2009.





[1] Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1996), hlm. 5. S. Nasution memberikan tafsiran yang lebih kompleks lagi, menurutnya kurikulum dapat dilihat dari 4 segi: pertama, kurikulum dapat dilihat sebagai produk yakni sebagai hasil karya para pengembang kurikulum yang dituangkan dalam bentuk buku. Kedua, kurikulum dapat pula dipandang sebagai program, yakni alat yang dilakukan oleh sekolah untuk mencapai tujuannya. Ketiga, kurikulum dapat dipandang sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari siswa, yakni pengetahuan,  sikap, dan keterampilan tertentu. Keempat, kurikulum sebagai pengalaman siswa, disini kurikulum dipandang sebagai apa yang secara aktual menjadi kenyataan bagi setiap siswa. Lihat S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1984), hlm. 9.
[2] Rusman, Manajemen Kurikulum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 60.
[3] Burhan Nurgiyantoro, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah: Sebuah Pengantar Teoritis dan Pelaksanaan, (Yogyakarta: BPFG, 1988), hlm. 111.
[4]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 113.
[5]Agus Zaenul Fitri, Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam dari Normatif-Filosofis ke Praktis, (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 149.
[6]Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum: Konsep Implementasi dan Inovasi, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 61.
[7] Sukiman, Pengembangan Kurikulum Perguruan Tinggi, (Bnadung: Remaja Rosdakarya, 2015), hlm. 58-72.
[8] Rusman, Manajemen Kurikulum…, hlm. 62.
[9] Teori ini dirintis oleh John Lock dan Herbart. Menurut teori ini belajar adalah mengambil tanggapan-tanggapan dan menggabung-gabung tanggapan dengan jalan mengulang-ulang. Yang dimaksud tanggapan di sini adalah suatu lukisan yang timbul dalam jiwa sesudah diadakan pengamatan atau penginderaan. Tanggapan yang telah ada saling berhubungan, yang baru bertemu dengan cara menggabungkan (mengasosiasikan diri) dengan tanggapan lama. Penggabungan itu menyebabkan adanya penarikan dari tanggapan-tanggapan yang sudah ada. 
[10] Binti Maunah, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi: Implementasi pada Tingkat Pendidikan Dasar (SD/MI), (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 32.
[11] S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum…, hlm. 181-184.
[12] Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1988), hlm. 56-57.
[13] Binti Maunah, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi: Implementasi pada Tingkat Pendidikan Dasar (SD/MI)…, hlm. 33-34.
[14] Broadfield merupakan satu kesatuan yang tidak terbagi-bagi atas bagian-bagian.
[15] Suryo Subroto, Tata Laksana Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 3.
[16] Rusman, Manajemen Kurikulum…, hlm. 64.
[17] Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 158.
[18] Dalam kurikulum sekarang, setidaknya kita mengenak ada lima macam broadfield, yakni: Pertama, Ilmu Pengetahuan Sosial, sebagai peleburan dari mapel ilmu bumi, sejarah, civic hokum, ekonomi, dan sejenisnya. Kedua, bahasa, sebagai peleburan dari mata pelajaran membaca, tata bahasa, menulis, mengarang, menyimak, dan pengetahuan bahasa. Ketiga, Ilmu Pengetahuan Alam, sebagai peleburan dari mata pelajaran ilmu alam, ilmu hayat, ilmu kimia, dan kesehatan. Keempat, Matematika, sebagai peleburan dari berhitung, aljabar, ilmu ukur sudut, ruang, bidang dan statistic. Kelima, Kesenian, sebagai peleburan dari seni tari, seni suara, seni lukis, seni pahat, dan seni drama. Lihat Binti Maunah, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi: Implementasi pada Tingkat Pendidikan Dasar (SD/MI)…, hlm.35.
[19] Rusman, Manajemen Kurikulum…, hlm. 64.
[20] Abu Ahmadi, Pengantar Kurikulum, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1984). hlm. 31.
[21] Suryo Subroto, Tata Laksana Kurikulum…, hlm. 4.
[22] S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum…, hlm. 195-196.
[23]Binti Maunah, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi: Implementasi pada Tingkat Pendidikan Dasar (SD/MI)…, hlm. 38.
[24] Rusman, Manajemen Kurikulum…, hlm. 65-66.
[25]Binti Maunah, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi: Implementasi pada Tingkat Pendidikan Dasar (SD/MI)…, hlm. 38-39.
[26] Sukiman, Pengembangan Kurikulum Perguruan Tinggi…, hlm. 70.
[27] Rusman, Menejemen Kurikulum…, hlm. 71.
[28] M. Amin Abdullah, Menyatukan Kembali Ilmu-Ilmu Agama dan Umum, (Yogyakarta: Suka Press, 2003), hlm. 12.
[29]Muhyar Fanani, Transformasi Paradigma dan Implikasinya pada Kurikulum Sains: Studi Atas UIN Syarif Hidayatullah, UIN Sunan Kalijaga, dan UIN Maliki, (Semarang: IAIN Walisongo, 2014), hlm. 137.
[30] Dokumen Keputusan Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Nomor: 007/Ty/Th. 2004 tentang Pelaksanaan Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi) pada Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dalam Sukiman, Pengembangan Kurikulum Perguruan Tinggi…, hlm. 135.
[31] Ibid., hlm. 152-157.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar