BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kurikulum merupakan sesuatu yang sangat diperlukan dalam
dunia pendidikan. Tanpa adanya kurikulum, dipastikan proses pendidikan tidak
akan terarah dan pada endingnya tidak tercapai tujuan yang diharapkan. Kurikulum
lebih luas daripada sekedar rencana pelajaran, tetapi meliputi segala
pengalaman atau proses belajar siswa yang direncanakan dan dilaksanakan dibawah
bimbingan lembaga pendidikan. Sebagaimana yang dikemukakan Nana Sudjana yang
mengartikan kurikulum sebagai program dan pengalaman belajar serta hasil-hasil
belajar yang diharakan, yang diformulasikan melalui pengetahuan dan kegiatan
yang tersusun secara sistematis, diberikan kepada peserta didik dibawah
tanggungjawab sekolah untuk membantu pertumbuhan/ perkembangan pribadi da
kompetensi sosial peserta didik.[1]
Artinya, kurikulum bukan hanya berupa dokumen bahan cetak, melainkan rangkaian
aktifitas siswa yang dilakukan di dalam kelas, luar kelas, laboratorium,
lapangan, maupun di lingkungan masyarakat yang direncanakan serta dibimbing
oleh sekolah.
Salah satu aspek yang perlu dipahami dalam pengembangan
kurikulum adalah aspek yang berkaitan dengan organisasi kurikulum. Organisasi kurikulum berkaitan
dengan pengaturan bahan pelajaran, yang selanjutnya memiliki dampak terhadap masalah
administratif pelaksanaan proses pembelajaran. Selain itu organisasi kurikulum
sangat terkait dengan pengaturan bahan pelajaran yang ada dalam kurikulum,
sedangkan yang menjadi sumber bahan pelajaran dalam kurikulum adalah nilai
budaya, nilai sosial, aspek siswa dan masyarakat serta ilmu pengetahuan dan
teknologi. Organisasi kurikulum juga terkait dengan peranan guru dan siswa
dalam pembinaan kurikulum.
Dalam makalah ini akan penulis bahas tentang makna
organisasi kurikulum, bentuk-bentuknya, kekurangan, dan kelebihannya, serta implementasi
organisasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian organisasi kurikulum?
2. Bagaimana bentuk-bentuk organisasi
kurikulum beserta kelebihan dan kekurangannya masing-masing?
3. Bagaimana contoh implementasi
organisasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian organisasi
kurikulum.
2. Mengetahui bentuk-bentuk organisasi
kurikulum beserta kelebihan dan kekurangannya masing-masing
3. Mengetahui contoh implementasi
organisasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Organisasi Kurikulum
Organisasi kurikulum merupakan pola atau desain bahan
kurikulum yang tujuannya untuk mempermudah siswa dalam mempelajari bahan
pelajaran serta mempermudah siswa dalam melakukan kegiatan belajar sehingga
tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif.[2]
Hal senada juga dikemukakan Burhan bahwa organisasi kurikulum merupakan
struktur program kurikulum yang berupa kerangka umum program-program
pembelajaran yang disampaikan kepada peserta didik guna tercapainya tujuan
penidikan atau pembelajan yang ditetapkan.[3]
Struktur program kurikulum dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu vertical dan horizontal. Dimensi horizontal berkaitan dengan
penyusunan dari lingkup isi kurikulum, sedangkan dimensi vertical berkenaan
dengan penyusunan sequens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran.[4]
Pengorganisasian arah vertical berkaitan dengan pengaturan materi pembelajaran
secara kontinuitas pendalaman materi pelajaran, dan materi dasar secara
sekuensial menuju materi lanjutan sesuai kurikulum yang diajarkan.[5]
Organisasi kurikulum merupakan asas yang sangat penting bagi
proses pengembangan kurikulum dan berhubungan erat dengan tujuan pembelajaran,
sebab menetukan isi bahan pembelajaran, menentukan cara penyampaian bahan
pembelajaran, menentukan bentuk pengalaman yang akan di sajikan kepada terdidik
dan menentukan peranan pendidik dan terdidik dalam implementasi kurikulum.
Organisasi kurikulum terdiri dari mata pelajaran tertentu yang secara
tradisional bertujuan menyampaikan kebudayaan atau sejumlah pengetahuan, sikap
dan ketrampilan yang harus diajarkan kepada anak-anak. Setiap organisasi
kurikulum memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing baik yang bersifat
teoritis maupun praktis. Implementasi kurikulum di pengaruhi dan bergantung
kepada beberapa factor terutama guru, kepala sekolah, sarana belajar dan orang
tua murid.[6]
Ada beberapa factor yang perlu dipertimbangkan dalam
organisasi kurikulum diantaranya:
1.
Ruang lingkup (scope) dan urutan bahan (sequence)
Setiap pola kurikulum memiliki ruan lingkupa
materi pelajaran yang berbeda. Organisasi kurikulum berdasarkan mata pelajaran
lingkup materi pelajarannya cenderung menyajikan bahan pelajaran yang bersumber
dari kebudayaan dan informasi atau pengetahuan hasil temuan masa lalu yang
telah tersusu secara logis dan sistematis. Sementara itu, organisasi kurikulum
integritas lingkup materi pelajarannya diambil dari masyarakat maupun dari
aspek siswa (minat, bakat, dan kebutuhan). Tidak hanya lingkup materi pelajaran
yang harus diperhatikan dalam organisasi kurikulum, tetapi bagaimana urutan
bahan tersebut harus disajikan dalam kurikulum.
2.
Kontinuitas Kurikulum
Yang perlu
diperhatikan aalah substansi bahan yang dipelajari siswa, jangan sampai terjadi
pengulangan ataupun loncat-loncat yang tidak jelas tingkat kesukarannya. Salah
satu pendekatan yang digunakan adalah pendekatan spiral, artinya materi yang
dipelajari siswa semakin lama semakin mendalam yang dikembangkan berdasar
keluasan secara vertical maupun horizontal.
3.
Keseimbangan bahan pelajaran
Semakin dinamis
perubahan dan perkembangan dalam ilmu pengetahuan, sosial budaya, maupun
ekonomi akan berpengaruh terhadap dimensi kurikulum. Ada dua aspek yang perlu
diperhatikan dalam keseimbangan pada organisasi kurikulum, yait keseimbangan
terhadap substansi bahan atausis kurikulum, dan keseimbangan yang berkaitan
dengan cara atau proses belajar.
4.
Alokasi waktu
Hal yang tidak
kalah pentingnya untuk dipertimbangkan dalam organisasi kurikulum adalah
tentang alokasi waktu.
B.
Bentuk-Bentuk
Organisasi Kurikulum
Di dalam sudi kurikulum dikenal beberapa bentuk
organisasi kurikulum yang memiliki ciri tersendiri, dan tampaknya mengalami
proses perkembangan secara berurutan sejalan dengan berbagai penemuan baru
dalam ilmu kurikulum. Bentuk yang paling dikenal dan sangat meluas pemakaiannya
adalah subject ciriculum. Subject berarti mata pelajaran. Subject
jangan dikacaukan dengan subject matter yang berarti bahan pelajaran.
Setiap kurikulum mempunya subject matter/ mempunyai bahan pelajaran
tertentu. Jadi subject curriculum berarti kurikulum yang terdiri atas
sejumlah mata pelajaran. Atau dalam bahasa lain disebut subject centered curiculum
artinya kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran. Karena mata pelajaran
umumnya disampaikan secara terpisah-pisah, maka disebut juga dengan separate
subject curriculum.
Bentuk kurikulum tersebut banyak mendapat
kritikan dari para ahli. Diantara beberapa kritikannya adalah subject
curriculum memberi pengalaman kepada siswa yang lepas-lepas, atomistis,
fragmentaris, peserta didik hanya pasif, dan ada juga yang mengkritik bahwa subject
curriculum terlampau mengutamakan pengalaman umat manusia yang lampau,
yakni kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang yang dituangkan dalam bentuk
mata pelajaran sehingga pengetahuan peserta didik hanya bersifat verbalistik. Dari
berbagai kritikan tersebut, kemudian lahirlah bentuk-bentuk kurikulum baru yang
dirumuskan oleh para ahli diantaranya integrated curriculum, activity
curriculum, experience curriculum, life curriculum, core curriculum, dan
lain sebagainya.
Untuk lebih jelasnya akan kita bahas beberapa
bentuk dari organisasi kurikulum tersebut:[7]
1.
Mata Pelajaran Terpisah (Subject
Curriculum)
Kurikulum ini
menyajikan segala bahan pelajaran dalam berbagai macam mata pelajaran yang
terpisah-pisah satu sama lain, terlepas, dan tidak mempunyai kaitan sama sekali
sehingga banyak jenis mata pelajaran menjadi sempit ruang lingkupnya. Tujuan
bentuk kurikulum ini adalah agar generasi muda mengenal hasil-hasil kebudayaan dan
pengetahuan umat manusia yang telah dikumpulkan selama berabad-abad, agar
mereka tak perlu mencari dan menemukan kembali apa yang telah diperoleh
generasi sebelumnya.[8]
Kurikulum yang
disusun dalam bentuk terpisah-pisah lebih bersifat subject centered
(berpusat pada bahan pelajaran), daripada child centered (berpusat pada
minat dan kebutuhan peserta didik). Kurikulum bentuk ini disusun berdasarkan
pandangan ilmu jiwa asosiasi[9],
yaitu yang mengharapkan terjadinya kepribadian yang bulat berdasarkan potongan-potongan
pengetahuan. Berdasarkan pandangan ilmu jiwa tersebut kepribadian yang utuh
dapat dibentuk berdasarkan sejumlah pengetahuan yang diperoleh secara terpisah.
Dari segi ini jelaslah kiranya bahwa kurikulum bentuk terpisah sangat
menekankan pada pembentukan intelektual yang kurang mengutamakan pembentukan
kepribadian peserta didik secara keseluruhan.
Bentuk
kurikulum ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Separated Subject Curriculum[10]
Dalam
proses pembelajaran bentuk kurikulum ini cenderung aktivitas siswa tidak
diperhatikan bahkan diabaikan, karena yang dianggap penting adalah supaya
sejumlah informasi sebagai bahan pelajaran dapat diterima dan dihafal oleh
siswa. demikian pula bahan pelajaran yang dipelajari siswa umumnya tidak actual
karena tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.
Secara
fungsional kurikulum bentuk ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan
tersebut diantaranya:[11]
a. Bahan pelajaran dapat disajikan
secara logis dan sistematis.
Menurut pengertiannya subject itu
adalah hasil pengalaman umat manusia pada masa lampau yang tersusun secara
logis sistematis. Tiap mata pelajaran mengandung sistematik tertentu. Maksudnya
mulai dari yang sederhana sampai pada yang kompleks atau dari yang dasar sampai
pada pengembangan. Misalnya matematika, diuraikan dari yang sederhana sampai
yang rumit, dari contoh-contoh kepada dalil-dalil. Sejarah disusun dari zaman
purba sampai sekarang, geografi membahas yang terdekat sampai pada yang jauh,
dsb.
b. Organisasinya sederhana dan tidak
terlalu sulit untuk direncaakan dan dilaksanakan. Begitupula scope dan sequencenya
tidak menimbulkan kesulitan yang berarti
Scope maksudnya menentukan jumlah
dan jenis mata pelajaran yang harus disajikan oleh sekolah. Sequence maksudnya
menentukan urutan mata pelajaran yang harus diberikan dalam tiap kelas. Dalam
menentukan kurikulum ini banyak pula bantuan dari buku-buku pelajaran yang
telah diakui kwalitasnya sehingga lebih memudahkan menentukan scope dan sequen
pada mata pelajaran di tiap kelas.
c. Kurikulum ini mudah dievaluasi dan
dites
Kurikulum ini terutama bertujuan
menyampaikan sejumlah pengetahuan, pengertian, dan kecakapan-kecakapan tertentu
yang mudah diilai dengan ujian atau tes. Ada kalanya bahan pelajaran ditentukan
untuk lingkup tertentu, misalnya kabupaten, atau bahkan nasional sehingga dapat
dilakukan ujian yang sifatnya bertaraf nasional.
d. Dapat digunakan dari sekolah dasar
sampai perguruan tinggi
Boleh dikatakan mayoritas pendidikan
dasar sampai pendidikan tinggi sekarang masih menggunakan bentuk kurikulum ini.
e. Kurikulum ini telah dipakai
berabad-abad lamanya dan sudah menjadi tradisi
Kurikulum ini telah digunakan dan
diterima baik oleh generasi-generasi lalu sehingga mendapat dukungan dari
orangtua dan guru. Orang cenderung susah untuk menerima perubahan dalam
organisasi kurikulum yang sudah bertahan cukup lama.
f. Kurikulum ini lebih memudahkan guru
Guru SMP atau SMA yang mendapat
pendidikan di IKIP lebih senang bekerja di sekolah yang mempunyai kurikulum
yang sama seperti apa yang mereka dapatkan di bangku kuliah. Guru-guru yang
telah mengajar bertahun-tahun dan telah menguasai bahan pelajaran sepenuhnya,
mereka tinggal mengulang-ulang saja tidak lagi perlu susah payah atau tinggal
rutinitas saja.
g. Kurikulum ini mudah diubah
Perubahan kurikulum dilakukan dengan
cara menambah atau menurangi jumlah, isi, atau jenis mata pelajaran sesuai
dengan permintaan zaman.
h. Organisasi kurikulum yang sistematis
seperti yang dimiliki oleh subject curriculum esensial untuk menafsirkan
pengalaman.
Organisasi serupa ini sangat
menghemat waktu dan tenaga serta member kemungkinan mempelajari sesuatu dalam
waktu yang singkat apa yang ditemukan dengan susah payah oleh para sarjana pada
masa lalu.
Dilain sisi, banyak juga yang
mengkritik bentuk kurikulum ini, diantaranya Nana Sudjana, menurutnya kurikulum
ini terlalu pragmatis dan dikompertmantalisasi, pengabaian minat dan bakat
peserta didik, penyusunannya tidak efisien, pengabaian persoalan sosial, dan
gagal untuk mengembangkan kebiasaan mengembangkan berfikir kreatif.[12]
Senada dengan Sudjana, Binti Maunah juga mengemukakan kelemahan kurikulum ini,
diantaranya:[13]
a. Bentuk mata pelajaran yang terpisah
dengan lainnya, sebenarnya tidak relevan dengan kenyataan sekarang ini, dan
kurang mendidik siswa/anak dalam menghadapi situasi kehidupan mereka.
b. Tidak memperhatikan masalah-masalah
sosial kemasyarakatan yang dihadapi siswa dalam kehidupan mereka sehari-hari,
sebab hanya berpedoman pada apa yang tertera dalam buku/teks.
c. Kurang memperhatikan factor-faktor
kejiwaan anak, karena pada kurikulum ini hanya menyampaikan apa yang dialami
manusia pada masa terdahulu dalam bentuk yang sistematis dan logis. Sebenarnya
sesuatu yang logis belum berarti sesuai dengan kejiwaan anak dan
perkembangannya.
d. Tujuan kurikulum ini sangat terbatas
dan kurang memperhatikan pertumbuhan jasmani, perkembangan emosional dan sosial
anak, dan hanya memusatkan pada perkembangan intelektual anak.
e. Kurikulum semacam ini kurang
mengembangkan kemampuan berfikir, karena mengutamakan penguasaan dan
pengetahuan dengan cara ulangan dan hafalan, dan kurang membawa kepada berfikir
secara mandiri.
f. Kurikulum ini cenderung menjadi
status dan tidak bersifat inovatif, karena berdasarkan pada buku yang telah
ditetapkan tanpa mengalami perubahan dan penyesuaian yang berarti dengan
situasi dan kondisi masyarakat yang selalu berkembang dengan pesat dan dinamis.
2. Mata Pelajaran Gabungan (Correlated
Curricuum)
Correlated curriculum adalah kurikulum yang menekankan
perlunya hubungan diantara satu pelajaran dengan mata pelajaran lainnya tetapi
tetap memperhatikan cirri atau karakteristik tiap bidang studi tersebut. Pada
kurikulum ini, mata pelajaran tidak disajikan secara terpisah-pisah. Akan
tetapi mata pelajaran yang memiliki kedekatan atau yang sejenis dikelompokkan
sehingga menjadi suatu bidang studi (broadfield[14]),
misalnya mata pelajaran biologi, kimia, fisika, dikelompokkan menjadi bidang
studi IPA. Demikian juga dengan mata pelajaran geografi, sejarah, ekonomi,
dikelompokkan dalam bidang studi IPS.
Prinsip berhubungan satu sama lain/
korelasi ini dapat dilaksanakan dengan beberapa cara: pertama, antara
dua mata pelajaran diadakan hubungan secara incidental. Kedua, memperbincangkan
masalah-maalah tertentu dalam berbagai macam pelajaran. Ketiga mempersatukan
beberapa mata pelajaran dengan menghilangkan batas masing-masing.[15]
Penggabungan menjadi satu kesatuan
ini dimaksudkan untuk mengurangi kekurangan yang terdapat dalam bentuk mata
pelajaran. Dari bahan kurikulum yang terlepas-lepas diupayakan disatukan dengan
bahan kurikulum atau mata pelajaran yang sejenis sehingga dapat memperkaya
wawasan siswa dari berbagai disiplin ilmu. Namun kenyataan dilapangan terbuki
bahwa guru-guru masih berpegang pada latar belakang pendidikannya. Umpamanya
ketika seorang guru sejarah mengajarkan bidang studi IPS, dalam pelaksanaannya
masih mengutamakan pelajaran sejarahnya daripada substansi IPS itu sendiri.
Demikian pula dalam penilaiannya cenderung akan banyak mengukur atau menilai
substansi sejarahnya daripada substansi IPS-nya. Salah satu penyebabnya karena
guru yang bersangkutan belum memahami prinsip-prinsip pola penggabungan mata
pelajaran tersebut.[16]
Walaupun telah tercapai keterpaduan
yang erat antara beberapa mata pelajaran (broadfield), namun sebenarnya
masih bersifat subject curriculum, hanya saja jumlah pelajaran sangat
dikurangi. Jadi, broadfield dapat dianggap sebagai modifikasi subject
curriculum yang traisional. Cirri-ciri umum broadfield antara lain:[17]
a. Kurikulum terdiri atas suatu bidang
pengajaran, yang didalamnya terpadu sejumlah mata pelajaran sejenis dan
memiliki cirri-ciri sama.
b. Pelajaran bertitik tolak dari core
subject yang kemudian diuraikan menjadi sejumlah pokok bahasan.
c. Berdasarkan tujuan kurikuler dan
tujuan instruksional yang telah digariskan
d. Sistem penyampaiannya bersifat
terpadu
e. Guru berperan selaku guru bidang
studi.
f. Minat, masalah, serta kebutuhan
siswa dan masyarakat dipertimbangkan sebagai dasar penyusunan kurikulum
walaupun masih dalam batas-batas tertentu.
g. Dikenal berbagai jenis bidang studi
seperti matematika, IPA, IPS, Bahasa, pendidikan Pancasila, pendidikan
keterampilan, ilmu keguruan, dll.[18]
Pada organisasi kurikulum ini konten
atau isi materi kurikulum dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan sebagai
berikut:
a. Pendekatan structural
Dalam
pendekatan ini, kajian suatu pokok bahasan ditinjau dari beberapa mata
pelajaran sejenis. Misalnya, kajian suatu topic tentang geografi tidak
semata-mata ditinjau dari sudut geografi saja, tetapi juga ditinjau dari
sejarah, ekonomi atau mungkin budaya.
b. Pendekatan Fungsional
Pendekatan
ini didasarkan pada pengkajian masalah yang berarti dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan demikian, suatu topic diambil dari mata pelajaran tertentu,
tetapi diambil dari apa yang dirasakan perlu untuk anak. Selanjutnya, topic itu
dikaji oleh berbagai mata pelajaran yang memiliki keterkaitan. Contohnya
masalah kemiskinan ditinjau dari sudur ekonomi, geografi, dan sejarah.
c. Pendekatan Daerah
Pada
pendekatan ini materi pelajaran ditentukan berdasarkan lokasi atau tempat.
Seperti mengkaji daerah ibukota ditinjau dari kedaan iklim, sejarah, sosial
budayanya, ekonominya, dan lain sebagainya.
Ada
beberapa kekurangan dan kelebihan kurikulum model ini. Kekurangannya
diantaranya:[19]
a. Bahan pelajaran yang diberikan
kurang sistematis serta kurang begitu mendalam.
Pembicaraan tentang berbagai pokok masalah, bagaimanapun
juga tetap tidaak padu karena pada dasarnya masing-masing memang merupakan
subjek-subjek yang berbeda. Dengan dikuranginya jumlah bahan pelajaran dan jam
menyebabkan broadfield tersebut menjadi dangkal. Rasanya hampir tidak mungkin
mempergunakan waktu yang hanya sedikit itu untuk memberikan berbagai pokok
masalah yang sebenarnya berasal dari beberapa mata pelajaran yang berbeda.[20]
b. Kurikulum ini kurang menggunakan
bahan pelajaran yang actual yang langsung berhubungan dengan kehidupan siswa.
c. Kurikulum ini kurang memperhatikan
bakat, minat, dan kebutuhan siswa.
d. Apabila prinsip penggabungan belum
dipahai, kemungkinan bahan pelajaran yang disampaikan masih terlampau abstrak.
Sementara itu, kelebihannya
diantaranya:[21]
a. Dengan korelasi pengetahuan, siswa
lebih integral tidak terlepas-lepas.
b. Dengan melihat hubungan erat antar
mata pelajaran satu dengan yang lain, minat murid bertambah.
c. Korelasi memberikan pengertian yang
lebih luas dan mendalam karena memandang dari berbagai sudut.
d. Dengan korelasi maka yang diutamakan adalah pengertian dan
prinsip-prinsip bukan pengetahuan akan fakta, dengan begitu lebih memungkinkan
penggunaan pengetahuan secara fungsional bagi murid.
3. Kurikulum Terpadu (Integrated
Curriculum)
Integrasi berasal dari kata integer
yang berarti unit. Dengan integrasi dimaksud perpaduan, koordinasi, harmoni,
kebulatan keseluruhan. Kurikulum terpadu adalah kurikulum yang menyajikan bahan
pembelajaran secara unit dan keseluruhan tanpa mengadakan batas-batas antara
satu mata pelajaran dengan yang lainnya. integrated curriculum
meniadakan batas-batas antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan
pelajaran dalam bentuk unit. Yang penting bukan hanya bentuk kurikulum ini,
akan tetapi juga tujuannya. Dengan kebulatan bahan pelajaran diharapkan kita
membentuk anak-anak menjadi pribadi yang integrated, yakni manusia yang
sesuai atau selaras hidupnya dengan sekitarnya. Orang yang integrated
hidup dan harmoni dengan lingkungannya. Kelakuannya harmonis dan ia tidak
senantiasa terbentur pada situasi-situasi yang dihadapinya dalam hidupnya. Apa
yang diajarkan sekolah disesuaikan dengan kehidupan anak di luar sekolah.
Pelajaran membantu anak dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan di dunia
nyata/ di luar sekolah.[22]
Contoh bentuk kurikulum ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
Integrated Curriculum[23]
Organisasi kurikulum bentuk ini tidak lagi menampilkan
nama-nama mata pelajaran atau bidang studi. Belajar berangkat dari suatu pokok
masalah yang harus dipecahkan. Masalah tersebut kemudian dinamakan tema atu
unit. Belajar berdasarkan unit bukan hanya menghafal sejumlah fakta, tetapi
juga mencari dan menganalisis fakta sebagai bahan untuk memecahkan masalah. Dengan
belajar melalui pemecahan masalah itu diharapkan perkembangan siswa tidak hanya
terjadi pada segi intelektual, tetapi juga seluruh aspek, seperti sikap, emosi,
dan keterampilan. Organisasi kurikulum ini biasanya diterapkan pada jenjang
pendidikan yang lebih rendah.
Dalam penerapan kurikulum ini, guru dituntut untuk memiliki
kemampuan mengimplementasikan berbagai strategi belajar mengajar yang sesuai
dengan karakteristik kurikulum tersebut. Misalnya melalui strategi pemecahan
masalah, metode proyek, pengajaran unit, inkuiri, discovery dan pendekatan
tematik, baik dilakukan secara kelompok maupun personal. Bahan pelajaran yang
dipelajari siswa dirumuskan dalam pokok bahasan berupa topic atau pertanyaan
yang dapat mendorong siswa untuk menyelesaikan permasalahan yang diajukan.
Proses pembelajaran lebih fleksibel yang disesuaikan dengan kemampuan dan
potensi siswa sehingga tidak mengharapkan hasil belajar yang sama dari semua
siswa. penilaiannya lebih komprehensif, yaitu penilaian dilakukan secara utuh
terhadap kemampuan siswa selama proses dan setelah pembelajaran selesai.
Ada beberapa kekurangan dan kelebihan kurikulum ini,
kelemahannya diantaranya:[24]
a. Ditinjau dari ujian akhir atau tes
masuk yang uniform, maka kurikulum ini akan banyak menimbulkan keberatan
b. Kurikulum ini tidak memiliki urutan
yang logis dan sistematis.
c. Diperlukan waktu yang banyak dan
bervariasi sesuai dengan kebutuhan siswa maupun kelompok.
d. Guru belum memiliki kemampuan untuk
menetapkan kurikulum.
e. Masyarakat, guru, dan siswa belum
terbiasa dengan kurikulum ini.
f. Kurikulum dibuat leh guru dan siswa
sehingga memerlukan kesiapan dan kemampuan guru dalam pengembangan kurikulum.
g. Bahan pelajaran tidak tersusun
secara logis dan sistematis
h. Memungkinkan kemampuan yang dicapai
siswa akan berbeda jauh
i.
Memerlukan waktu, biaya, dan tenaga yang banyak.
Kelebihan dari kurikulum ini
diantaranya:[25]
a. Segala permasalahan yang dibicarakan
dalam unit sangat berkaitan erat.
b. Sangat sesuai dengan perkembangan
modern tentang belajar mengajar.
c. Memungkinkan adanya hubungan antara
sekolah dengan masyarakat.
d. Sesuai dengan ide demokrasi, dimana
siswa dirangsang untuk berfikir sendiri, bekerja sendiri, dan memikul
tanggungjawab bersama dan bekerja sama dalam kelompok.
e. Penyajian bahan disesuaikan dengan
kesnggupan/ kemampuan individu, minat dan kematangan siswa baik secara individu
maupun kelompok.
f. Kurikulum ini sesuai dengan teori
baru tentang belajar yang mendasarkan berbagai kegiatan pada pengalaman,
kesanggupan, kematangan dan minat anak. Anak dilibatkan secara aktif untuk
untuk berfikir dan berbuat seta bertanggungjawab baik secara individual maupun
kelompok.
Organisasi
kurikulum terpadu ini mempunyai beberapa variasi, yaitu:
a. Kurikulum Inti (Core Curriculum)
Core curriculum merupakan bagian dari seluruh
program pendidikan yang dianggap penting, fundamental, dan esensial yang harus
diberikan kepada setiap murid agar ia menjadi warga Negara yang berharga,
berguna, serta efektif. Jadi core curriculum mempunyai arti yang sama
dengan pendidikan umum. Walaupun bisa dikatakan sama, namun banyak ahli
kurikulum lain yang merasa perlu untuk membedakan core dengan pendidikan
umum. Mereka memandang core curriculum sebagai kurikulum yang
mempunyai cara atau metode tertentu dala penyajiannya, sekalipun core
curriculum itu juga mengenai pendidikan umum. Jadi dapat dikatakan bahwa
setiap core curriculum termasuk pendidikan umum, tetapi tidak setiap
program pendidikan umum berbentuk core curriculum.[26]
Beberapa karakteristik yang dapat dikaji dalam kurikulum ini
adalah:
1. Direncanakan secara berkelanjutan
selalu berkaitan dan direncanakan secara terus menerus.
2. Isi kurikulum yang dikembangkan
merupakan rangkaian dari pengalaman yang saling berkaitan.
3. Isi kurikulum selalu mengambil atas
dasar masalah actual, mengambil substansi masalah baik yang pribadi maupun
sosial.
4. Isi kurikulum didesain berlaku untuk
seluruh siswa sehinga kurikulumnya bersifat umum tetapi substansinya bersifat
problema, pribadi, sosial, dan
pengalaman yang terpadu.
b. Kurikulum yang berlandaskan pada
fungsi sosial dan kehidupan
Kurikulum terpadu ini dapat didasarkan atas analisis
kegiatan-kegiatan utama manusia dalam masyarakat yang disebut dengan social
function atau major areas of living yang antara lain terdiri atas
(1) perlindungan dan pelestarian hidup, kekayaan dan sumber alam, (2) produks
barang dan jasa serta distribusinya, (3) konsumsi benda dan jasa, (4)
komunikasi dan transportasibenda dan manusia,(5) rekreasi, (6) ekspresi rasa
keindahan, (7) ekspresi rasa keagamaan, (8) pendidikan, (9) perluasan
kebebasan, (10) integrasi kepribadian, (11) penelitian. Dalam pengembangan
kurikulum social function didasarkan pada lingkungan sosial peserta didik
sehingga pelajaran yang diperoleh memiliki fungsi dan makna bagi kehidupan
sehari-hari dan tidak terpisah dengan kondisi masyarakat.
c. Kurikulum yang berpusat pada
kegiatan (activity curriculum)
Kurikulum ini cenderung mengutamakan kegiatan-kegiatan atau
pengalaman siswa dalam rangka membentuk kemampuan yang terintegritas dengan
lingkungan maupun dengan potensi siswa. kurikulum ini pada hakikatnya siswa
berbuat dan melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya vokasional, tetapi tidak
meniadakan aspek intelektual atau akademik siswa.
Salah satu dari karakteristik kurikulum ini adalah untuk
memberikan pendidikan keterampilan atau kejuruan, tetapi didalamnya tercakup
pengembangan kemampuan intelektual dan akademik yang berkaitan dengan kedua
aspek tersebut. Dengan demikian, siswa belajar tidak hanya bersifat manual,
tetapi bersifat reaktif dan problematic sesuai dengan keterampilan yang sedang
dipelajari. Kurikulum ini dipelopori oleh John Dewey yang intinya bahwa
pembelajaran harus dimulai dari pembahasan suatu topic atau permasalahan yang
diselesaikan secara terpadu dari berbagai disiplin ilmu maupun factor
lingkungan. Dan pada perkembangannya implikasi dari konsep tersebut dikenal
dengan istilah pembelajaran proyek.[27]
C. Implementasi
Organisasi Kurikulum di Suatu Lembaga Pendidikan
Sebagaimana yang telah penulis paparkan di
pembahasan sebelumnya, bahwa kurikulum selalu mengalami perkembangan sebagai
konsekuensi logis dari kritik, pandangan, paradigma, atau pola pikir dalam
melihat ketercapaian kurikulum-kurikulum yang telah dijalankan. Untuk
memberikan gambaran tentang bagaimana perubahan kurikulum tersebut, dalam
pembahasan ini akan penulis paparkan contoh organisasi/desain kurikulum UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta. Penulis memilih UIN Sunan Kalijaga karena menurut
penulis UIN Sunan Kalijaga telah melakukan ‘lompatan besar’ dalam organisasi/
mendesain corak kurikulum yang tadinya separated curriculum menjadi
integrasi-interkoneksi.
Lahirnya pola pikir yang
kemudian berkonsekuensi terhadap bentuk kurikulum tersebut setidaknya
dilatarbelakangi oleh tiga faktor. Pertama, adanya dikotomi
keilmuan, kedua, perilaku manusia yang tidak semestinya dan ketiga,
krisis global. Dari pola pikir tersebut kemudian lahi teori yang dikemukakan
Ami Abdullah yaitu teori jaring laba-laba bercorak teoantrofosentris-integralistik. Di
sana tergambar suatu horizon keilmuan integralistik yang begitu luas sekaligus
terampil. Al-Quran dan hadis difahami secara baru selalu menjadi landasan yang
menyatu dalam satu tarikan nafas keilmuan dan keagamaan. Dalam pada itu, di
sana tergambar sosok manusia beragama yang terampil dalam menangani dan
menganalisis isu-isu yang menyentuh problem kemanusiaan dan keagamaan di era
moderen dan pascamoderen dengan dikuasainya berbagai pendekatan baru yang
diberikan oleh natural-science, social-science dan humanisties.
Di atas segalanya dalam setiap langkah yang ditempuh, selalu dibarengi landasan
etika-moral keagamaan objektif dan kokoh. Semua ini diabdikan untuk
kesejahteraan manusiasecara bersama-sama tanpa pandang latar belakang
etnisitas, agama, ras maupun golongan.[28]
Paradigma pemikiran
integrasi-interkoneksi yang dikembangkan UIN Sunan Kalijaga dapat dijelaskan
dalam tiga perspektif. Pertama, dilihat dari perspektif filosofis yang
didalamnya terdapat kajian ontologis, aksiologis, dan epistimologis. Kajian
secara filosofis telah dirumuskan bangunan keilmuan dasar berbasis
integrasi-interkoneksi. Kajian ini didasarkan pada visi dan misi UIN Sunan
Kalijaga. Kedua,
dilihat dari perspektif kelembagaan. Dilihat dari perspektif ini, paradigma
integrasi-interkoneksi keilmuan UIN Yogyakarta mengubah kelembagaan fakultas
dan program studi yang ada terutama penambahan dan reposisi rumpun ilmu umum. Ketiga,
dilihat dari perspektif tataran kurikulum yang didalamnya menyangkut aspek
struktur kurikulum universitas, fakultas, dan jurusan program studi. Kurikulum
yang dikembangkan UIN Yogyakarta dirumuskan bukan hanya sebaran mata kuliah,
namun juga deskripsi integrasi-interkoneksi antar mata kuliah pendukung kompetensi
dan proses pembelajaran. Pada beberapa juga telah dirumuskan dokumen SAP
berbasis integrasi-interkoneksi sesuai dengan paradigma keilmuan yang
dikembangkan. Kurikulum yang berlaku di UIN Sunan Kalijaga adalah Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KB) integrasi-interkoneksi dengan tujuan agar lulusannya
memiliki kompetensi yang sesuai dengan sasaran program, studi dan mampu mengintegrasikan studi keislaman
dan keilmuan.[29]
Agar lebih konkrit dalam memahami paradigma ini, penulis
akan paparkan desain kurikulum jurusan PAI UIN Sunan Kalijaga:
1. Landasan Penyusunan Kurikulum
Penyusunan kurikulum menggunakan landasan yuridis, teologis,
filosofis, sosiologis, cultural, dan psikologis.[30]
Landasan yuridisnya mengacu pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
terutama pasal 36, 37, dan 38, UU No. 12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi
pasal 35 ayat 2, 3, dan 4, UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen,
Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia,
Keputusan Presiden No. 50 Tahun 2004 tentang perubahan IAIN menjadi UIN Sunan
Kalijaga, danKeputusan Mendiknas No. 045/U/2002 Tentang Kurikulum Inti
Pendidikan Tinggi.
Landasan teologisnya secara umum mengacu pada Q.S. Al
Mujadilah ayat 11. Landasan filosofisnya didasarkan pada kesadaran bahwa
persoalan kehidupan manusia bersifat kompleks dan multi dimensi. Upaya
memecahkan persoalan tersebut tida bisa diselesaikan secara parsial, tetapi
membutuhkan pendekatan yang menyeluruh, terpadu, dan mendalam antar berbagai
disiplin keilmuan. Landasan kulturalnya dilandaskan pada suatu kesadaran bahwa
sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam di Indonesia, jurusan PAI didapkan pada
persoalan kesenjangan budaya, yakni kesenjangan antara budaya universal agama
dan ilmu pengetahuan dengan budaya local Indonesia.
Landasan sosiologis, secara sosiologis masyarakat Indonesia
terdiri dari beragam suku, bangsa, agama, dan ras. Keberagaman ini disatu sisi
merupakan khazanah kekayaan bangsa, tetapi dilain sisi seringkali menjadi
sumber timbulnya berbagai konflik yang mengecam integritas bangsa. Dari hal
tersebut, UIN sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam merasa berkewajiban untuk
ikut mengatasi kondisi tersebut. Salah satu upayanya adalah membekali
mahasiswanya dengan pengetahuan yang integrative, sehingga tidak picik dalam melihat
permasalahan dan mampu mengatasinya dengan berbagai perspektif keilmuan.
Landasan psikologis, secara umum alumni PTAI belum memiliki rasa percaya diri
yang baik dalam menghadapi perkembangan masyarakat maupun dunia keilmuan. Hal
ini disebabkan kurang terkaitnya keilmuan mereka dengan perkembangan keilmuan
dan dinamika masyarakat. Konsekwensinya mereka merasa tereliminasi dalam
interaksi sosial dan dinamika keilmuan kontemporer.
2. Rumusan Visi, Misi, dan Tujuan
Visi jurusan PAI “Unggul, Kompeten, dan Kompetitif dalam
bidang keguruan agama Islam”. Misinya: mengembangkan pendidikan an pembelajaran
untuk menhgasilkan lulusan yang siap menjadi pendidik PAI di sekolah/madrasah,
mengembangkan penelitian, pengabdian, dan peningkatan mutu pendidik PAI, serta
menjalin kerjasama dengan berbagai pihak.
3. Profil dan Kompetensi Jurusan PAI
a. Memahami secara komprehensif wawasan
pendidikan dan mampu menerapkannya dalam pelaksanaan pembelajaran agama Islam
b. Memiliki keterampilan dalam
mengembangkan kurikulum PAI
c. Memiliki kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik
d. Memiliki kemampuan kepribadian yang
mantap, stabil dewasa, arif, dan berwibawa. Menjadi teladan bagi peserta didik
dan berakhlak mulia
e. Memiliki kemampuan penguasaan materi
agama Islam secara luas dan mendalam yang memugkinkannya membimbing peserta
didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional
f. Memiliki kemampuan sebagai bagian
dari masyarakat untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien
g. Mampu mengembangkan teori-teori
pendidikan yang dilandasi nilai Islam
h. Memahami wawasan bimbingan dan
konseling
i.
Mampu mengembangkan kurikulum BK
j.
Memahami, fondasi teori dan desain penelitian pendidikan
PAI, melaksanakan, dan mengelola hasilnya
4. Struktur Kurikulum PAI[31]
a. Rumusan Kompetensi dan Mata Kuliah
Tingkat Universitas
No
|
Rumusan Kompetensi
|
Mata Kuliah
|
SKS
|
1.
|
Mampu melaksanakan akhlak mulia dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang humanis, inklusif, dan relijius.
|
Tauhid, Akhlak-Tasawuf,Pancasila, Pendidikan
Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia
|
@ 2 sks
|
2.
|
Mampu berkomunikasi menggunakan bahasa asing
(Inggris/Arab)
|
Bahasa Arab dan Bahasa Inggris
|
@ 2 sks
|
3.
|
Mampu memanfaatkan teknologi informasi untuk
mengkomunikasikan ajaran keislaman
|
Pengantar Studi Islam
|
2 sks
|
4.
|
Memahami sumber-sumber dasar keislaman
|
Al Quran/Al Hadist
Ushul Fiqh/Fiqh
|
3 sks
2 sks
|
5.
|
Mampu menganalisis persoalan-persoalan keilmuan dan
kemasyarakatan
|
Filsafat Umum dan Filsafat Ilmu
|
@ 2 sks
|
6.
|
Mampu menerjemahkan Islam dalam konteks budaya lokal
|
SKI dan Budaya Lokal
|
3 sks
|
Junlah
|
26 sks
|
b. Rumusan Kompetensi dan Mata Kuliah
Fakultas
No
|
Rumusan Kompetensi
|
Mata Kuliah
|
SKS
|
1.
|
Menguasai teori-teoi pendidikan umum dan Islam
|
Ilmu Pendidikan
|
4
|
2.
|
Menguasai konsep-konsep filosofis pendidikan dengan
berbagai komponennya
|
Filsafat Pendidika
|
4
|
3.
|
Menguasai analisis data kuantitatif baik deskriptif dan
inferensial dalam bidang pendidikan
|
Statistik Pendidikan
|
4
|
4.
|
Memahami konsep-konsep dasar dalam bidang psikologi umum
|
Psikologi Umum
|
2
|
5.
|
Memahami teori-teori BK dan menerapkannya
|
BK
|
2
|
6.
|
Memiliki keterampilan menerapkan kompetensi pedagogis,
professional, kepribadian, dan sosial di sekolah/madrasah
|
Magang I, II, III
KKN
|
6
4
|
Jumlah
|
26
|
c. Rumusan Kompetensi dan Mata Kuliah
Jurusan PAI
No
|
Rumusan Kompetensi
|
Mata Kuliah
|
SKS
|
1.
|
Mampu menguasai teori-teori pembelajaran PAI di sekolah/
madrasah serta mampu melaksanakannya
|
Pembelajaran Al-Quran Hadist di Madrasah dan Sekolah
Pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah/Sekolah
Pembelajaran Fiqh di Madrasah dan Sekolah
Pembelajaran SKI di Madrasah dan Sekolah
Strategi Pembelajaran
|
2
2
2
2
4
|
2.
|
Mampu menguasai materi PAI di madrasah dan sekolah serta
mampu mengembangkannya
|
Al-Quran Hadist di Madrasah dan Sekolah
Akidah Akhlak di Madrasah dan Sekolah
Fiqh di Madrasah dan Sekolah
SKI di Madrasah dan Skolah
|
@ 4
|
3.
|
Mampu menguasai teori-teori pengembangan kurikulum dan
mampu menerapkannya
|
Pengembangan Kurikulum
|
4
|
4.
|
Mampu menguasai teori-teori psikologi belajar PAI
|
Psikologi Pendidikan
|
4
|
5.
|
Mampu menguasai teori-teori pendidikan Islam dan barat
|
Reading Teks
Qiraatu Kutub
Sejarah Pndidikan
|
@4
|
6.
|
Mampu mengembangkan media dan sumber belajar PAI dan
menerapkannya dalam pembelajaran di kelas
|
Pengembangan Media dan Sumber Belajar PAI
|
4
|
7.
|
Mampu menguasai kebijakan pendidikan dan membuat
perencanaan pendidikan sesuai dengan perkembangan zaman
|
Kebiakan dan Perencanaan Sistem Pendidikan
Administrasi Pendidikan
Kepemimpinan dalam Pendidikan*
Pengelolaan Perpustakaan Sekolah/ Madrasah*
|
@2
|
8.
|
Mampu menguasai teori-teori evaluasi PAI dan mampu
menerapkannya
|
Pengembangan Evaluasi Pendidikan
|
4
|
9.
|
Mampu menguasai teori0teori penelitian PAI dan mampu
menerakannya
|
Pengantar Metodologi Penelitian
Metodologi Penelitian Pendidikan
Skripsi
Penelitian Tindakan Kelas*
Seminar Proposal
|
2
4
6
2
0
|
10.
|
Mampu memahami isu-isu actual pendidikan keanekaragaman
sebagai bagian dari budaya bangsa
|
Pendidikan Multikultural*
Pengembangan Budaya dan Seni dalam PAI*
Demografi Pendidikan*
Isi-Isi Aktual dalam Pendidikan*
Masailul Fiqh*
|
@2
|
11.
|
Mampu mengembangkan profesi keguruan dan softskill dalam
kehidupan sehari-hari
|
Pengebangan Profesi Guru
Pembelajaran PAI untuk Difable*
|
4
2
|
12.
|
Mampu menguasai ilmu sosial danbudaya dasar serta
konsep-konsep antropologi dan sosiologi pendidikan
|
Antropologi-Sosiologi Pendidikan
|
2
|
13.
|
Mampu menguasai kewirausahaan dalam pendidikan
|
Kewirausahaan dalam Pendidikan*
|
2
|
Jumlah
|
102
|
BAB III
PENUTUP
Organisasi kurikulum merupakan asas yang sangat
penting bagi proses pengembangan kurikulum dan berhubungan erat dengan tujuan
pembelajaran, sebab menetukan isi bahan pembelajaran, menentukan cara
penyampaian bahan pembelajaran, menentukan bentuk pengalaman yang akan di
sajikan kepada peserta didik dan menentukan peranan pendidik dan terdidik dalam
implementasi kurikulum. Organisasi kurikulum terdiri dari mata pelajaran
tertentu yang secara tradisional bertujuan menyampaikan kebudayaan atau
sejumlah pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang harus diajarkan kepada
anak-anak.
Bentuk yang
paling dikenal dan sangat meluas pemakaiannya adalah subject ciriculum. Subject
berarti mata pelajaran. Bentuk kurikulum tersebut banyak mendapat kritikan dari
para ahli. Diantara beberapa kritikannya adalah subject curriculum
memberi pengalaman kepada siswa yang lepas-lepas, atomistis, fragmentaris,
peserta didik hanya pasif, dan ada juga yang mengkritik bahwa subject curriculum
terlampau mengutamakan pengalaman umat manusia yang lampau, yakni kebudayaan
yang diwariskan oleh nenek moyang yang dituangkan dalam bentuk mata pelajaran
sehingga pengetahuan peserta didik hanya bersifat verbalistik. Dari berbagai
kritikan tersebut, kemudian lahirlah bentuk-bentuk kurikulum baru yang
dirumuskan oleh para ahli diantaranya integrated curriculum, activity
curriculum, experience curriculum, life curriculum, core curriculum, dan
lain sebagainya.
Kurikulum yang
dikembangkan UIN Yogyakarta dirumuskan bukan hanya sebaran mata kuliah, namun
juga deskripsi integrasi-interkoneksi antar mata kuliah pendukung kompetensi
dan proses pembelajaran. Pada beberapa juga telah dirumuskan dokumen SAP
berbasis integrasi-interkoneksi sesuai dengan paradigma keilmuan yang
dikembangkan. Kurikulum yang berlaku di UIN Sunan Kalijaga adalah Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) integrasi-interkoneksi dengan tujuan agar lulusannya memiliki
kompetensi yang sesuai dengan sasaran program, studi dan mampu mengintegrasikan studi keislaman
dan keilmuan
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Amin, Menyatukan Kembali Ilmu-Ilmu Agama dan Umum,
Yogyakarta: Suka Press, 2003.
Ahmadi, Abu, Pengantar
Kurikulum, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1984.
Fanani,
Muhyar, Transformasi Paradigma dan Implikasinya pada Kurikulum Sains: Studi
Atas UIN Syarif Hidayatullah, UIN Sunan Kalijaga, dan UIN Maliki, Semarang:
IAIN Walisongo, 2014.
Fitri,
Agus Zaenul, Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam dari Normatif-Filosofis ke
Praktis, Bandung: Alfabeta, 2013.
Hamalik, Oemar, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2008.
Maunah, Binti, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi:
Implementasi pada Tingkat Pendidikan Dasar (SD/MI), Yogyakarta: Teras,
2009.
Nurgiyantoro, Burhan, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum
Sekolah: Sebuah Pengantar Teoritis dan Pelaksanaan, Yogyakarta: BPFG, 1988.
Rusman,
Manajemen Kurikulum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.
S. Nasution, Asas-Asas
Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 1984.
Subroto, Suryo,
Tata Laksana Kurikulum, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Sudjana, Nana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah,
Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1996.
Sukiman, Pengembangan Kurikulum Perguruan Tinggi, Bnadung:
Remaja Rosdakarya, 2015.
Sukmadinata,
Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013.
Zaini, Muhammad, Pengembangan
Kurikulum: Konsep Implementasi dan Inovasi, Yogyakarta: Teras, 2009.
[1] Nana Sudjana, Pembinaan
dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
1996), hlm. 5. S. Nasution memberikan tafsiran yang lebih kompleks lagi,
menurutnya kurikulum dapat dilihat dari 4 segi: pertama, kurikulum dapat
dilihat sebagai produk yakni sebagai hasil karya para pengembang kurikulum yang
dituangkan dalam bentuk buku. Kedua, kurikulum dapat pula dipandang sebagai
program, yakni alat yang dilakukan oleh sekolah untuk mencapai tujuannya.
Ketiga, kurikulum dapat dipandang sebagai hal-hal yang diharapkan akan
dipelajari siswa, yakni pengetahuan,
sikap, dan keterampilan tertentu. Keempat, kurikulum sebagai pengalaman
siswa, disini kurikulum dipandang sebagai apa yang secara aktual menjadi
kenyataan bagi setiap siswa. Lihat S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1984), hlm. 9.
[2] Rusman,
Manajemen Kurikulum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 60.
[3] Burhan
Nurgiyantoro, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah: Sebuah Pengantar
Teoritis dan Pelaksanaan, (Yogyakarta: BPFG, 1988), hlm. 111.
[4]Nana Syaodih Sukmadinata,
Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2013), hlm. 113.
[5]Agus Zaenul
Fitri, Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam dari Normatif-Filosofis ke
Praktis, (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 149.
[6]Muhammad
Zaini, Pengembangan Kurikulum:
Konsep Implementasi dan Inovasi, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 61.
[7] Sukiman, Pengembangan
Kurikulum Perguruan Tinggi, (Bnadung: Remaja Rosdakarya, 2015), hlm. 58-72.
[8] Rusman,
Manajemen Kurikulum…, hlm. 62.
[9] Teori ini dirintis oleh John Lock dan Herbart.
Menurut teori ini belajar adalah mengambil tanggapan-tanggapan dan
menggabung-gabung tanggapan dengan jalan mengulang-ulang. Yang dimaksud
tanggapan di sini adalah suatu lukisan yang timbul dalam jiwa sesudah diadakan
pengamatan atau penginderaan. Tanggapan yang telah ada saling berhubungan, yang
baru bertemu dengan cara menggabungkan (mengasosiasikan diri) dengan tanggapan
lama. Penggabungan itu menyebabkan adanya penarikan dari tanggapan-tanggapan
yang sudah ada.
[10] Binti Maunah, Pengembangan
Kurikulum Berbasis Kompetensi: Implementasi pada Tingkat Pendidikan Dasar
(SD/MI), (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 32.
[11] S. Nasution, Asas-Asas
Kurikulum…, hlm. 181-184.
[12] Nana Sudjana, Pembinaan
dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
1988), hlm. 56-57.
[13] Binti Maunah, Pengembangan
Kurikulum Berbasis Kompetensi: Implementasi pada Tingkat Pendidikan Dasar
(SD/MI)…, hlm. 33-34.
[14] Broadfield
merupakan satu kesatuan yang tidak terbagi-bagi atas bagian-bagian.
[15] Suryo Subroto,
Tata Laksana Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 3.
[16] Rusman,
Manajemen Kurikulum…, hlm. 64.
[17] Oemar Hamalik,
Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008),
hlm. 158.
[18] Dalam
kurikulum sekarang, setidaknya kita mengenak ada lima macam broadfield, yakni: Pertama,
Ilmu Pengetahuan Sosial, sebagai peleburan dari mapel ilmu bumi, sejarah, civic
hokum, ekonomi, dan sejenisnya. Kedua, bahasa, sebagai peleburan dari
mata pelajaran membaca, tata bahasa, menulis, mengarang, menyimak, dan
pengetahuan bahasa. Ketiga, Ilmu Pengetahuan Alam, sebagai peleburan
dari mata pelajaran ilmu alam, ilmu hayat, ilmu kimia, dan kesehatan. Keempat,
Matematika, sebagai peleburan dari berhitung, aljabar, ilmu ukur sudut, ruang,
bidang dan statistic. Kelima, Kesenian, sebagai peleburan dari seni
tari, seni suara, seni lukis, seni pahat, dan seni drama. Lihat Binti Maunah, Pengembangan
Kurikulum Berbasis Kompetensi: Implementasi pada Tingkat Pendidikan Dasar
(SD/MI)…, hlm.35.
[19] Rusman,
Manajemen Kurikulum…, hlm. 64.
[20] Abu Ahmadi, Pengantar
Kurikulum, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1984). hlm. 31.
[21] Suryo Subroto,
Tata Laksana Kurikulum…, hlm. 4.
[22] S. Nasution, Asas-Asas
Kurikulum…, hlm. 195-196.
[23]Binti Maunah, Pengembangan
Kurikulum Berbasis Kompetensi: Implementasi pada Tingkat Pendidikan Dasar
(SD/MI)…, hlm. 38.
[24] Rusman, Manajemen
Kurikulum…, hlm. 65-66.
[25]Binti Maunah, Pengembangan
Kurikulum Berbasis Kompetensi: Implementasi pada Tingkat Pendidikan Dasar (SD/MI)…,
hlm. 38-39.
[26] Sukiman, Pengembangan
Kurikulum Perguruan Tinggi…, hlm. 70.
[27] Rusman, Menejemen
Kurikulum…, hlm. 71.
[28] M. Amin
Abdullah, Menyatukan Kembali Ilmu-Ilmu Agama dan Umum, (Yogyakarta: Suka
Press, 2003), hlm. 12.
[29]Muhyar Fanani, Transformasi
Paradigma dan Implikasinya pada Kurikulum Sains: Studi Atas UIN Syarif
Hidayatullah, UIN Sunan Kalijaga, dan UIN Maliki, (Semarang: IAIN
Walisongo, 2014), hlm. 137.
[30] Dokumen
Keputusan Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Nomor: 007/Ty/Th.
2004 tentang Pelaksanaan Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi) pada
Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dalam Sukiman, Pengembangan
Kurikulum Perguruan Tinggi…, hlm. 135.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar