A. Deskripsi
Data
Dalam penelitian ini saya mengambil sampel dua
anak/siswa masing-masing kelas V dan VI dari SD N 1 Logede, Pejagoan, Kebumen.
Yang pertama: Irfa’i Yahya, siswa kelas VI.
Kebetulan ia masih family dengan saya yaitu anak paman
saya. Kedekatan saya dengannya sangat baik, sehingga memudahkan saya dalam
mengambil data/ informasi darinya. Ia terlahir dengan fisik yang normal. Anak
bungsu dari dua bersaudara. Ia tinggal bersama kakek dan neneknya. Kedua orang
tuanya merantau ke Bogor untuk mencari nafkah disana.
Rutinitas
sehari-harinya adalah sekolah, pulang, bermain, dan belajar di malam hari.
Rutinitas yang cenderung sama dengan anak-anak seusianya. Jarak sekolah dari
rumahnya tidak terlalu jauh, sekitar satu kilometer. Sedangkan tempat
bermainnya biasa dilakukan di sekitar rumah.
Di lingkungan
sekolah, kondisi infrastruktur secara keseluruhan dapat dikatakan baik. Hanya
saja, didekat sekolah tersebut terdapat bengkel bubut yang suara mesinnya
kadang terdengar sangat keras dari sekolah. Kebetulan letak SD N 1 Logede
tempat sekolahnya berada persis didepan rumah saya, sehingga memudahkan saya
dalam melihat kondisi riil lapangan.
Fasilitas
belajar dirumahnya bisa dikatakan cukup memadai. Ruang belajar, tempat belajar,
buku-buku pelajaran dan alat-alat penunjang belajar lainnya tersedia dirumahnya.
Ia termasuk anak yang biasa-biasa saja, tidak menonjol
hasil belajarnya di kelas. “Nilai raportnya dari kelas 1-6 hampir tidak
mengalami peningkatan yang signifikan, bahkan kadang ada nilai yang dibawah KKM”,
hasil wawancara saya dengan neneknya.
Sedangkan sampel yang kedua, saya mengambil data/
informasi dari Hidayat, siswa kelas V SD dari SD yang sama dengan sampel yang
pertama.
Dayat, begitulah panggilan akrabnya. Anak ke 4 dari 5
bersaudara dari keluarga yang kondisi ekonominya bisa dikatakan pas-pasan.
Ayahnya meninggal dunia ketika Dayat masih kelas 3 SD. Ia tinggal ber 4 dengan
ibu, kakak dan adiknya, sedangkan kedua kakaknya yang tertua merantau ke
Jakarta untuk mengadu nasib.
Kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan mengakibatkan minimnya
fasilitas belajar. Ruang/tempat belajar buku-buku pelajaran, dan alat-alat
penunjang belajar lainnya sangat terbatas. Bahkan untuk makan saja hanya
seadanya, hasil wawancara saya dengan ibunya (Daisah 46 tahun).
Ia tergolong siswa yang cukup berprestasi, selalu
masuk peringkat sepuluh besar di kelasnya. Dayat lebih suka membaca dan belajar
dirumah dibanding menyimak materi yang dipaparkan oleh guru di kelas. Katanya,
“Saya selalu merasa bosan dan jenuh jika hanya berdiam diri di kelas sambil mendengarkan
penjelasan guru”. Ia sering meminjam buku di perpustakaan sekolah ataupun buku
temannya untuk dibawa pulang ke rumahnaya.
Rutinitas
kesehariannya juga cenderung sama dengan anak-anak seusianya, yaitu: sekolah,
pulang, bermain, mengaji dan belajar. Jarak dari rumah ke sekolah sekitar satu
kilometer. Dayat lebih senang berangkat dan pulang sekolah dengan jalan kaki
bersama teman-teman yang kebetulan rumahnya berdekatan.
B. Analisis/Pembahasan
Aktivitas
belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar.
Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap
apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat
terkadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk mengadakan
konsentrasi.
Fenomena
kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja
akademik/prestasi belajarnya. Namun kesulitan belajar juga dapat dibuktikan
dengan munculnya kelainan perilaku (misbehaviour) siswa seperti kesukaan
berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk
sekolah dan sering minggat dari sekolah.
Dari data hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa
terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar, misalnya kurangnya
perhatian orang tua, lingkungan sekolah yang kurang kondusif, model
pembelajaran yang membosankan dan sebagainya.
Secara
garis besar, factor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas
dua macam, yaitu:[1]
1.
Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan yang muncul dari
dalam diri siswa sendiri.
2.
Faktor ekstern siswa, yaitu hal-hal atau keadaan-keadaan yang
dating dari luar diri siswa.
Pada kasus yang pertama, yang dapat kita pahami
walaupun sarana prasarana, fasilitas belajar, dan kondisi ekonomi keluarga yang
serba kecukupan tidak menjamin kesuksesan belajar anak-anak. Karena ia hanya
tinggal bertiga dengan kakek dan neneknya, mungkin motivasi belajar, kasih
sayang dan perhatian yang diberikan kurang sehingga anak kehilangan
kesemangatannya untuk belajar.
Perhatian orang tua yang tidak memadai akan
menyebabkan anak merasa kecewa dan mungkin frustasi melihat orang tuanya yang
tidak pernah memperhatikannya. Anak merasa seolah-olah tidak memiliki orangtua
sebagai tempat menggantungkan harapan, sebagai tempat bertanya bila ada pelajaran
yang tidak mengerti, dan sebagainya. Kerawanan hubungan orangtua dengan anak
ini menyebabkan masalah psikologis dalam belajar anak di sekolah.[2]
Kekecewaan bahkan frustasi anak ini menyebabkan
matinya semangat belajar anak yang pada akhirnya anak akan terbelenggu dalam
kemalasan sehingga menghambat cita-citanya. Cita-cita merupakan suatu pendorong
yang besar pengaruhnya dalam belajar anak-anak. Cita-cita merupakan pusat dari
bermacam-macam kebutuhan, artinya kebutuhan-kebutuhan biasanya
disentralisasikan disekitar cita-cita sehingga dorongan tersebut mampu
memobilisasikan energy psikis untuk belajar.[3]
Ini membutuhkan peran besar orang tua untuk memberikan tujuan-tujuan sementara
yang dekat sebagai cita-cita sementara supaya menjadi pendorong yang kuat bagi
belajar anak.
Pada sampel yang kedua bisa ditarik kesimpulan bahwa
permasalahannya terletak pada kebosanan siswa belajar dikelas. Guru seharusnya mampu
memberikan sajian materi yang menyenangkan peserta didiknya, bukan malah
mematikan kreativitas siswa.
Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan yang setiap
hari anak didik datangi tentu saja mempunyai dampak yang besar bagi anak didik.
Kenyamanan dan ketenangan anak didik dalam belajar akan ditentukan sampai
sejauh mana kondisi dan sistem social disekolah dalam menyediakan lingkungan
yang kondusif dan kreatif. Bila tidak demikian, maka sekolah ikut terlibat
menimbulkan kesulitan belajar bagi anak didik. Maka wajarlah jika bermunculan anak
didik yang mengalami kesulitan dalam belajar.
Kondisi ekonomi keluarga juga ikut berpengaruh besar
dalam menciptakan suasana belajar anak. Misalnya anak yang tidak mempunyai
ruang/tempat belajar yang khusus di rumah. Karena tidak memiliki ruang belajar,
maka anak belajar kemana-mana; bisa di ruang tamu, dapur, atau belajar ditempat
tidur. Anak yang tidak mempunyai tempat belajar berupa kursi/meja terpaksa
memanfaatkan meja dan kursi tamu untuk belajar. Akibatnya bila ada tamu yang
datang dia menjauh entah kemana, mungkin ke dapur karena tidak ada pilihan
lain.
Selain itu, kondisi lingkungan sekitar sekolah juga
berpengaruh terhadap konsentrasi belajar siswa. Suasana yang bising sangat
mengganggu kenyamanan belajar siswa. Sehingga perlu adanya hubungan yang
harmonis antara masyarakat dengan sekolah, begitu juga sebaliknya.
C. Kesimpulan
Kesulitan belajar adalah suatu kondisi
dimana anak didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman,
hambatan ataupun gangguan dalam belajar.
Diagnostik kesulitan belajar
sebagai suatu upaya untuk memahai jenis dan karateristik serta latar belakang
kesulitan-kesulitan belajar dengan menghimpun dan mempergunakan berbagai data
seobjektif mungkin sehingga memungkinkan untuk mengambil kesimpulan dan
keputusan serta mencari alternatif kemungkinan pemecahannya.
Faktor-faktor
penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yaitu:
1.
Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan yang muncul dari
dalam diri siswa sendiri.
2.
Faktor ekstern siswa, yaitu hal-hal atau keadaan-keadaan yang
datang dari luar diri siswa.
Faktor intern siswa meliputi
gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa, seperti: yang bersifat
kognitif (ranah cipta), afektif (ranah rasa), dan psikomotorik (ranah karsa).
Faktor ekstern siswa meliputi:
factor anak didik, sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
Bahri, Syaiful, Djamarah. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Suryabrata,
Sumardi. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja GrafindoPersada.
Syah,
Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Baru. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar