A.
Memahami Makna Larangan Pergaulan Bebas
dan Zina
Pergaulan bebas yang dimaksud pada bagian ini
adalah pergaulan yang tidak dibatasi oleh aturan agama maupun susila. Salah
satu dampak negatif dari pergaulan bebas adalah perilaku yang sangat dilarang
oleh agama Islam, yaitu zina.
1.
Pengertian Zina
Secara bahasa, zina berasal dari kata
zana-yazni yang artinya hubungan persetubuhan antara perempuan dengan laki-laki
yang sudah mukallaf (balig) tanpa akad nikah yang sah. Jadi, zina adalah
melakukan hubungan biologis layaknya suami istri di luar tali pernikahan yang
sah menurut syari’at Islam.
2.
Hukum Zina
Terkait hukum zina, semua ulama sepakat bahwa
zina hukumnya haram, bahkan zina dianggap sebagai puncak keharaman. Hal
tersebut didasarkan pada firman Allah Swt. dalam Q.S. al-Isrā/17:32.
Menurut pandangan hukum Islam, perbuatan zina merupakan dosa besar yang
dikategorikan sebagai perbuatan yang keji, hina, dan buruk.
3.
Kategori Zina
Perbuatan zina dikategorikan menjadi dua
bagian, yaitu sebagai berikut.
a.
Zina Muhsan, yaitu pezina sudah balig, berakal,
merdeka, sudah pernah menikah.
Hukuman terhadap zina muhsan adalah
dirajam (dilempari dengan batu sederhana sampai meninggal).
b.
Zina Gairu Muhsan, yaitu pezina masih lajang,
belum pernah menikah. Hukumannya adalah didera seratus kali dan diasingkan
selama satu tahun.
4.
Hukuman bagi Pezina
Dalam hukum Islam, zina dikategorikan perbuatan
kriminal atau tindak pidana. Sehingga orang yang melakukannya dikenakan sanksi
atau hukuman sesuai dengan syari’at Islam. Hukuman pelaku zina adalah sebagai
berikut:
a.
Dera atau pukulan sebanyak 100 (seratus) kali
bagi pezina gairu muhsan dan ditambah dengan mengasingkan atau membuang
pelakunya ke tempat yang jauh dari tempat mereka. Hal dini didasarkan pada
firman Allah Swt. dalam Q.S. an-Nūr/24:2 serta hadis Rasulullah saw. yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah dan Zaid bin Khalid.
b.
Dirajam sampai mati bagi pezina muhsan. Hukuman
rajam dilakukan dengan cara pelaku dimasukan ke dalam tanah hingga dada atau
leher. Tempat untuk melakukan hukuman rajam adalah di tempat yang banyak
dilalui manusia atau tempat keramaian. Hal ini berdasarkan hadis yang
diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmizi, dan An-Nasa’i.
5.
Hukuman bagi yang Menuduh Zina (Qazaf)
Mengingat beratnya hukuman bagi pelaku zina,
hukum Islam telah menentukan syarat-syarat yang berat bagi terlaksananya
hukuman tersebut, antara lain sebagai berikut:
a.
Hukuman dapat dibatalkan bila masih terdapat
keraguan terhadap peristiwa atau perbauatan zina itu. Hukuman tidak dapat
dijalankan setelah benar-benar diyakini tidak terjadi perzinaan.
b.
Untuk meyakinkan perihal terjadinya zina
tersebut, haruslah ada empat orang saksi laki-laki yang adil. Dengan demikian,
kesaksian empat orang wanita tidak cukup untuk dijadikan bukti, sebagaimana
empat orang kesaksian laki-laki yang fasik.
c.
Kesaksian empat orang laki-laki yang adil ini
pun masih memerlukan syarat, yaitu bahwa setiap mereka harus melihat persis
proses zina itu.
d.
Andai seorang dari keempat saksi itu menyatakan
kesaksian yang lain dari kesaksian tiga orang lainnya atau salah seorang di
antaranya mencabut kesaksiannya, terhadap mereka semuanya dijatuhkan hukuman
menuduh zina. Hukuman bagi penuduh zina terhadap perempuan baik-baik adalah
dengan didera sebanyak 80 (delapan puluh) kali deraan. Hal ini didasarkan pada
firman Allah Swt. dalam Q.S. An-Nur/24:4.
Begitu
banyak dampak negatif yang di timbulkan dari pergaulan bebas. Patut menjadi
perhatian bagi generasi muda bahwa mereka sedang mempertaruhkan masa depannya
jika terlibat dalam pergaulan bebas yang melampaui batas.Adapun dampak
negatifnya adalahsebagai berikut :
a.
Mendapat laknat dari Allah Swt. dan rasul-Nya.
b.
Dijauhi dan dikucilkan oleh masyarakat.
c.
Nasab menjadi tidak jelas.
d.
Anak hasil zina tidak bisa dinasabkan kepada
bapaknya.
e.
Anak hasil zina tidak berhak mendapat warisan.
B.
Ayat-ayat Al-Qur’ān dan Hadis tentang Larangan
Mendekati Zina
1.
Q.S. al-Isrā’/17:32
وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً ﴿٣٢﴾
Artinya :“Dan janganlah kamu mendekati zina;
(zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.”
Kandungan Ayat Secara umum Q.S.
al-Isrā’/17:32 mengandung larangan mendekati zina serta penegasan bahwa
zina merupakan perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk. Allah Swt. secara
tegas memberi predikat terhadap perbuatan zina melalui ayat tersebut sebagai
perbuatan yang merendahkan harkat, martabat, dan kehormatan manusia. Karena
demikian bahayanya perbuatan zina, sebagai langkah pencegahan, Allah Swt.
melarang perbuatan yang mendekati atau mengarah kepada zina.
a.
Dampak di dunia
1)
Menghilangkan wibawa. Pelaku zina akan kehilangan
kehormatan, martabat atau harga dirinya di masyarakat. Bahkan pezina
disebut sebagai sampah masyarakat yang telah mengotori lingkungannya.
2)
Mengakibatkan kefakiran, Perbuatan zina juga
akan mengakibatkan pelakunya menjadi miskin sebab ia akan selalu mengejar
kepuasan birahinya. Ia harus mengeluarkan biaya untuk memenuhi nafsu birahinya,
yang pada dasarnya tidaklah sedikit.
3)
Mengurangi umur Perbuatan zina tersebut juga
akan mengakibatkan umur pelakunya berkurang lantaran akan terserang penyakit
yang dapat mengakibatkan kematian. Saat ini banyak sekali penyakit berbahaya
yang diakibatkan oleh perilaku seks bebas, seperti HIV/AIDS, infeksi saluran
kelamin, dan sebagainya.
b.
Dampak yang akan dijatuhkan di akhirat
1)
Mendapat murka dari Allah Swt. Perbuatan zina
merupakan salah satu dosa besar sehingga para pelakunya akan mendapat murka
dari Allah Swt. kelak di akhirat.
2)
Hisab yang jelek (banyak dosa) Pada saat hari
perhitungan amal (Yaumul Hisab), para pelaku zina akan menyesal karena mereka
akan diperlihatkan betapa besarnya dosa akibat perbuatan zina yang dia lakukan
semasa hidup di dunia. Penyesalan hanya tinggal penyesalan, semuanya sudah
terlanjur dilakukan.
3)
Siksaan di neraka Para pelaku perbuatan zina
akan mendapatkan siksa yang berat dan hina kelak di neraka. Dikisahkan pada
saat Rasulullah saw. melakukan Isra’ dan Mi’raj beliau diperlihatkan ada
sekelompok orang yang menghadapi daging segar tapi mereka lebih suka memakan
daging yang amat busuk daripada daging segar. Itulah siksaan dan kehinaan bagi
pelaku zina.
2.
Q.S. an-Nµr/24:2
Artinya :“Pezina perempuan dan pezina
laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa
belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum)
Allah Swt., jika kamu beriman kepada Allah Swt. dan hari kemudian; dan
hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang
yang beriman.”
Kandungan Q.S.
an-Nµr/24:2:
a.
Perintah Allah Swt. untuk mendera pezina
perempuan dan pezina laki-laki masing-masing seratus kali.
b.
Orang yang beriman dilarang berbelas kasihan
kepada keduanya untuk melaksanakan hukum Allah Swt.
c.
Pelaksanaan hukuman tersebut disaksikan oleh
sebagian orang-orang yang beriman.
Memahami Makna Busana Muslim/Muslimah dan Menutup Aurat
A.
Makna
Aurat
Menurut
bahasa, aurat berati malu, aib, dan buruk. Kata aurat berasal dari kata awira yang
artinya hilang perasaan. Jika digunakan untuk mata, berarti hilang
cahayanya dan lenyap
pandangannya. Pada umumnya, kata
ini memberi arti
yang tidak baik
dipandang, memalukan, dan
mengecewakan. Menurut istilah dalam hukum Islam, aurat adalah batas minimal
dari bagian tubuh yang wajib ditutupi karena perintah Allah Swt.
B.
Makna
Jilbab dan Busana Muslimah
Secara
etimologi, jilbab adalah sebuah pakaian yang longgar untuk menutup seluruh
tubuh perempuan kecuali muka dan kedua telapak tangan. Dalam
bahasa Arab, jilbab
dikenal dengan istilah
khimar, dan dalam bahasa Inggris jilbab dikenal dengan istilah veil.
Selain kata jilbab untuk menutup bagian dada hingga kepala wanita untuk menutup
aurat perempuan, dikenal pula istilah kerudung, ĥijab, dan sebagainya.
Pakaian adalah barang
yang dipakai (baju,
celana, dan sebagainya). Dalam bahasa Indonesia, pakaian
juga disebut busana. Jadi, busana muslimah
artinya pakaian yang
dipakai oleh perempuan.
Pakaian perempuan yang beragama Islam disebut busana muslimah.
Berdasarkan makna tersebut, busana
muslimah dapat diartikan
sebagai pakaian wanita Islam yang
dapat menutup auratyang diwajibkan agama untuk menutupinya, gunanya untuk
kemaslahatan dan kebaikan bagi wanita itu sendiri serta masyarakat di mana ia
berada.Perintah menutup auratsesungguhnya adalah perintah Allah Swt. yang
dilakukan secara bertahap. Perintah menutup auratbagi kaum perempuan pertama
kali diperintahkan kepada istri-istri Nabi Muhammad saw. agar tidak berbuat
seperti kebanyakan perempuan
pada waktu itu
(Q.S. alAĥzāb/33: 32-33). Setelah itu, Allah Swt. memerintahkan kepada
istri-istri Nabi saw. agar
tidak berhadapan langsung
dengan laki-laki yang
bukan mahramnya (Q.S. al-Aĥzāb/33:53).
Selanjutnya,
karena istri-istri Nabi Muhammad saw. juga perlu keluar rumah untuk mencari
kebutuhan rumah tangganya, maka Allah Swt. memerintahkan mereka untuk menutup
auratapabila hendak keluar rumah (Q.S.
al-Aĥzāb/33:59). Dalam ayat
ini, Allah Swt.
memerintahkan untuk memakai jilbab, bukan hanya kepada istri-istri Nabi
Muhammad saw. dan anak-anak perempuannya, tetapi juga kepada istri-istri
orangorang yang beriman. Dengan demikian, menutup auratatau berbusana muslimah
adalah wajib hukumnya bagi seluruh wanita yang beriman.
C.
Ayat-Ayat Al-Qur’ān
dan Hadis tentang
Perintah Berbusana Muslim/Muslimah
1.
Q.S.
al-Aĥzab/33:59
“Wahai
Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri
orang mukmin, “Hendaklah
mereka menutupkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka.
Yang demikian itu
agar mereka lebih
mudah untuk dikenali sehingga
mereka tidak diganggu.
Dan Allah Swt.
Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
2.
Q.S.
An-Nūr/24:31
“Dan
katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya,
dan memelihara kemaluannya,
dan janganlah menampakkan perhiasannya
(aurat-nya), kecuali yang
(biasa) terlihat. Dan hendaklah
mereka menutupkan kain
kerudung ke dadanya,
dan janganlah menampakkan perhiasannya
(auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau
ayah suami mereka, atau putraputra
mereka, atau putra-putra
suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki
mereka, atau putra-putra
saudara laki-laki mereka,
atau putraputra saudara perempuan
mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang
mereka miliki, atau para pelayan lakilaki
(tua) yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap
perempuan) atau anak-anak yang
belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan
kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan
bertobatlah kamu semua
kepada Allah wahai
orangorang yang beriman, agar kamu beruntung.”
Kandungan
Q.S. al-Aĥzāb/33:59
Dalam
ayat ini, Rasulullah saw. diperintahkan untuk menyampaikan kepada para istrinya
dan juga sekalian wanita mukminah termasuk anak-anak perempuan beliau untuk
memanjangkan jilbab mereka dengan maksud agar dikenali dan membedakan dengan
perempuan nonmukminah. Hikmah lain
adalah agar mereka
tidak diganggu. Karena dengan mengenakan jilbab, orang lain
mengetahui bahwa dia adalah seorang mukminah yang baik. Pesan al-Qur’ānini
datang menanggapi adanya gangguan kafir Quraisy terhadap para mukminah terutama
para istri Nabi Muhammad saw. yang menyamakan mereka dengan budak. Karena pada
masa itu, budak tidak mengenakan jilbab.
Oleh karena itulah,
dalam rangka melindungi kehormatan dan kenyamanan para
wanita, ayat ini diturunkan. Islam begitu melindungi kepentingan perempuan dan
memperhatikan kenyamanan mereka dalam bersosialisasi. Banyak kasus terjadi
karena seorang individu itu sendiri yang tidak menyambut ajakan al-Qur’ānuntuk
berjilbab. Kita pun masih melihat di sekeliling kita, mereka yang mengaku
dirinya muslimah, masih tanpa malu mengumbar
auratnya. Padahal Rasulullah saw.
bersabda: “Sesungguhnya rasa malu dan keimanan selalu bergandengan kedua-duanya.
Jika salah satunya
diangkat, maka akan terangkat kedua-duanya.”(Hadis
Saĥiĥberdasarkan syarah Syeikh Albani dalam kitab Adabul Mufrad).
Kandungan
Q.S. an-Nūr/24:31
Dalam
ayat ini, Allah Swt. berfirman kepada seluruh hamba-Nya yang mukminah agar
menjaga kehormatan diri mereka dengan cara menjaga pandangan, menjaga kemaluan,
dan menjaga aurat. Dengan menjaga ketiga hal tersebut, dipastikan kehormatan
mukminah akan terjaga. Ayat ini merupakan kelanjutan dari perintah Allah Swt.
kepada hamba-Nya yang mukmin untuk menjaga pandangan dan menjaga kemaluan. Ayat
ini Allah Swt. khususkan untuk hamba-Nya yang beriman, berikut
penjelasannya.Pertama, menjaga pandangan.
Pandangan diibaratkan “panah
setan” yang siap ditembakkan
kepada siapa saja.
“Panah setan” ini
adalah panah yang jahat yang merusakan dua pihak sekaligus, si pemanah
dan yang terkena panah. Rasulullah saw. juga bersabda pada hadis yang lain,
“Pandangan mata itu merupakan anak panah yang beracun yang terlepas dari busur
iblis, barangsiapa meninggalkannya karena takut kepada Allah Swt., maka Allah
Swt. akan memberinya ganti dengan manisnya iman di dalam hatinya.”(Lafal hadis
yang disebutkan tercantum dalam kitab AdDa’wa Dawa’karya Ibnul Qayyim).
Panah yang
dimaksud adalah pandangan
liar yang tidak
menghargai kehormatan diri sendiri dan orang lain. Zina mata adalah
pandangan haram. Al-Qur’ānmemerintahkan agar menjaga pandangan ini agar tidak
merusak keimanan karena mata adalah jendela hati. Jika matanya banyak melihat
maksiat yang dilarang, hasilnya akan langsung masuk ke hati dan merusak
hati. Dalam hal
ketidaksengajaan memandang sesuatu
yang haram, Rasulullah saw.
bersabda kepada Ali ra., “Wahai
Ali, janganlah engkau mengikuti pandangan (pertama yang
tidak sengaja) dengan pandangan (berikutnya),
karena bagi engkau
pandangan yang pertama
dan tidak boleh bagimu pandangan
yang terakhir (pandangan yang kedua)”(H.R. Abu Dawud dan At-Tirmidzi,
di-hasan-kan oleh Syaikh al-Albani).
Kedua, menjaga
kemaluan. Orang yang
tidak dapat menjaga kemaluannya pasti
tidak dapat menjaga
pandangannya. Hal ini
karena menjaga kemaluan tidak
akan dapat dilakukan
jika seseorang tidak dapat menjaga pandangannya. Menjaga
kemaluan dari zina adalah hal yang sangat
penting dalam menjaga
kehormatan. Karena dengan terjerumusnya ke dalam zina, bukan
hanya harga dirinya yang rusak, orang terdekat di sekitarnya seperti orang tua,
istri/suami, dan anak akan ikut tercemar. “Dan,
orang-orang yang memelihara
kemaluannya. Kecuali
terhadap istri-istri mereka
atau budak-budak yang
mereka miliki. Maka sesungguhnya, mereka dalam hal ini tiada
tercela. Barangsiapa mencari yang sebaliknya, mereka itulah orang-orang yang
melampaui batas.” (Q.S. al-Ma’ārij/70:29-31)
Allah
Swt. sangat melaknat orang yang berbuat zina, dan menyamaratakan nya dengan
orang yang berbuat syirik dan membunuh. Sungguh, tiga perbuatan dosa besar yang
amat sangat dibenci oleh Allah Swt. Firman-Nya: “Dan, janganlah kalian
mendekati zina. Sesungguhnya, zina
itu adalah suatu
perbuatan yang keji
dan suatu jalan
yang buruk.” (Q.S.
al-Isrā’/17:32).
Ketiga,
menjaga batasan auratyang telah dijelaskan dengan rinci dalam hadis-hadis Nabi.
Allah Swt. memerintahkan
kepada setiap mukminah untuk menutup auratnya kepada mereka
yang bukan ma¥ram, kecuali yang biasa tampak dengan memberikan penjelasan siapa
saja boleh melihat. Di antaranya adalah suami, mertua, saudara laki-laki,
anaknya, saudara perempuan, anaknya yang laki-laki, hamba sahaya, dan pelayan
tua yang tidak ada hasrat terhadap wanita. Di samping ketiga hal di atas, Allah
Swt. menegaskan bahwa walaupun auratnya sudah ditutup namun jika berusaha untuk
ditampakkan dengan berbagai cara termasuk dengan menghentakkan kaki supaya
gemerincing perhiasannya terdengar, hal itu sama saja dengan membuka aurat.
Oleh karena itu, ayat ini ditutup dengan perintah untuk bertaubat karena hanya
dengan taubat dari kesalahan yang dilakukan dan berjanji untuk mengubah sikap,
maka kita akan beruntung.
Hadis
dari Ummu ‘Aţiyyah
Dari Umu
‘A¯iyah, ia berkata,
“Rasulullah saw. memerintahkan
kami untuk keluar pada
Hari Fi¯ri dan
A«¥a, baik gadis
yang menginjak akil balig, wanita-wanita yang sedang haid,
maupun wanita-wanita pingitan. Wanita yang sedang haid tetap meninggalkan
śalat, namun mereka dapat menyaksikan kebaikan dan dakwahkaum Muslim. Aku
bertanya, ‘Wahai Rasulullah saw., salah
seorang di antara
kami ada yang
tidak memiliki jilbab?’
Rasulullah saw. menjawab, ‘Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya
kepadanya.’” (H.R. Muslim).
Kandungan
Hadis
Kandungan
hadis di atas adalah perintah Allah Swt. kepada para wanita untuk menghadiri
prosesi śalat ‘Īdul Fiţridan ‘Īdul Adĥa, walaupun dia sedang haid, sedang
dipingit, atau tidak memiliki jilbab. Bagi yang sedang haid, maka cukup
mendengarkan khutbah tanpa perlu melakukan
śalat berjama’ah seperti yang
lain. Wanita yang
tidak mempunyai jilbab
pun dapat meminjamnya dari wanita lain. Hal ini
menunjukkan pentingnya dakwah/khutbahkedua śalat‘idain.
Kandungan hadis yang
kedua, yang diriwayatkan
oleh Ibnu Umar berisi tentang kemurkaan Allah Swt.
terhadap orang yang menjulurkan pakaiannya dengan maksud menyombongkan diri.
Berikut
ini beberapa perilaku mulia yang harus dilakukan sebagai pengamalan berbusana
sesuai syari’at Islam, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
1.
Sopan-santun
dan ramah-tamah
Sopan-santun
dan ramah-tamah merupakan ciri mendasar orang yang beriman. Mengapa demikian?
Karena hal ini merupakan salah satu akhlak yang dicontohkan oleh Rasulullah
saw. sebagai teladan dan panutan. Rasulullah saw. adalah orang yang santun dan
lembut perkataannya serta ramah-tamah perilakunya. Hal itu ditunjukkan oleh
Rasulullah saw. bukan saja kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya, tetapi
kepada orang lain bahkan kepada orang yang memusuhinya sekalipun.
2.
Jujur
dan amanah
Jujur
dan amanah adalah sifat orang-orang yang beriman dan saleh. Tidak akan keluar
perkataan dusta dan perilaku khianat jika seseorang benar-benar beriman kepada
Allah Swt. Orang yang membiasakan diri dengan hidup jujur dan amanah, maka
hidupnya akan diliputi dengan kebahagiaan. Betapa tidak, banyak orang yang
hidupnya gelisah dan menderita karena hidupnya penuh dengan dusta. Dusta adalah
seburuk-buruk perkataan.
3.
Gemar
beribadah
Beribadah
adalah kebutuhan rokhani bagi manusia sebagaimana olahraga, makan, minum, dan
istirahat sebagai kebutuhan jasmaninya. Karena ibadah adalah kebutuhan,
maka tidak ada
alasan orang yang
beriman untuk melalaikan atau
meninggalkannya. Orang yang beriman akan dengan senang hati melakukannya tanpa
ada rasa keterpaksaan sedikitpun.
4.
Gemar
menolong sesama
Menolong
orang lain pada hakikatnya adalah menolong diri sendiri. Bagi orang yang
beriman, menolong dengan niat ikhlas karena Allah Swt. sematamata akan
mendatangkan rahmat dan karunia yang tiada tara. Berapa banyak orang yang gemar
membantu orang lain hidupnya mulia dan terhormat. Namun sebaliknya, bagi
orang-orang yang kikir dan enggan membantu orang lain, dapat dipastikan ia akan
mengalami kesulitan hidup di dunia ini. Tolonglah orang lain, niscaya
pertolongan akan datang kepadamu meskipun bukan berasal dari orang yang kamu
tolong.
5. Menjalankan
amar makruf dan nahi munkarMaksud amar
makrufdan nahi munkaradalah
mengajak dan menyeru orang lain untuk berbuat kebaikan dan mencegah orang lain
melakukan kemunkaran/kemaksiatan. Hal ini dapat dilakukan dengan efektif jika
ia telah memberikan contoh yang baik bagi orang lain yang diserunya. Tugas
mulia tersebut haruslah dilakukan oleh setiap orang yang beriman. Ajaklah orang
lain berbuat kebaikan dan cegahlah ia dari kemunkaran!