A.
PENDAHULUAN
Sejarah
perkembangan pendidikan Islam dimulai sejak agama Islam masuk ke Indonesia,
yaitu sekitar abad kedua belas Masehi. Salah satu statemen yang sulit di
sangkal, bahwa Islam sangat besar pengaruhnya bagi pembentukan budaya dan
tradisi masyarakat Indonesia sampai hari ini.
Pendidikan Islam yang dimulai semenjak Islamisasi wilayah Nusantara
masih eksis hingga sekarang. Penyelenggaraan pendidikan mengalami perkembangan
dengan mengaadaptasi tuntutan modernisasi dan mengalami proses formalisasi.
Kementrian Agama bertanggungjawab menyelenggarakan pendidikan Islam melalui
institusi pendidikan Islam (Haidar Putra Daulay, 2007 : 3).
Sejak mulai
masuk Islam ke tanah Aceh (1290 M) pendidikan dan pengajaran mulai lahir dan
tumbuh dengan amat suburnya. Terutama setelah berdiri kerajaan Islam di Pasai
dan banyak Ulama Islam yang mendirikan pesantren seperti Tengku di Geuredong,
Tengku Cut Maplam (Mahmud Yunus, 1984 : 171).
Perkembangan
pendidikan Islam di Indonesia pada awal permulaan masih dilaksanakan secara
tradisional belum tersusun kurikulum seperti saat ini. Baik itu pendidikan di
surau maupun pesantren. Modernisasi pendidikan Islam di Indonesia sangat di
perlukan. Modernisasi pendidikan Islam diakui tidaklah bersumber dari kalangan
Muslim sendiri, melainkan diperkenalkan oleh pemerintahan kolonial belanda pada
awal abad 19.
Menurut Abuddin Nata Pendidikan Islam baik itu
kelembagaan dan pemikiran haruslah dimodernisasi, mempertahankan kelembagaan
Islam tradisional hanya akan memperpanjang nestapa ketidakberdayaan kaum
muslimin dalam berhadapan dengan kemajuan dunia modern (Abuddin Nata, 2004 :
185).
Azyumardi
Azra juga mengemukakan hal yang sama, yaitu bahwa modernisasi pendidikan Islam
tidak bisa dipisahkan dengan gagasan dan program modernisasi Islam. Kerangka
dasar yang berada dibalik modernisasi Islam secara keseluruhan adalah
modernisasi pemikiran dan kelembagaan Islam merupakan persyarat bagi
kebangkitan kaum muslim di masa modern (Azyumardi Azra, 1990 : 97).
Yang menarik di era modern seperti sekarang ini, lembaga pendidikan
tradisional seperti pesantren masih mendapat tempat di hati masyarakat
Indonesia. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren diharapkan mampu menjadi
alternatif dalam mengembangkan karakter ditengah persoalan yang membelit
bangsa. Sejalan dengan pernyataan tersebut, pesantren yang merupakan lembaga
pendidikan agama mampu memainkan peran dan menjawab tantangan masyarakat.
Apabila ditelaah secara historis, pendidikan Islam meluas ke segala
penjuru Nusantara pada abad ke-17. Situasi sosial intelektual pada masa
tersebut mampu mempengaruhi corak keagamaan dan penyelenggaraan pendidikan
Islam hingga saat ini. Oleh karena itu menarik untuk mengkaji institusi
pendidikan Islam pada masa awal perkembangannya sampai dengan berbagai kemajuan
serta pembaharuannya.
Dalam makalah ini, penulis mengerucutkan pembahasan dalam beberapa
rumusan masalah, yaitu:
a.
Apa
pengertian pondok pesantren?
b.
Bagaimana
sejarah perkembangan dan pembaharuan pondok pesantren?
c.
Apa
saja tantangan pesantren di era modern/ abad 20?
d.
Bagaimana
model pembaharuan system pendidikan pesantren?
B.
Pembahasan
a.
Pengertian
Pesantren
Pesantren secara ketatabahasaan
berasal dari kata santri yang mendapat awalan pe- dan akhiran –an, yang berarti
tempat tinggal para santri. Dalam sebuah pesantren terdapat lima elemen penting
antara lain: pondok, masjid, kyai, santri, dan pengajaran kitab-kitab Islam
klasik (Zamakhsyari Dhofier, 1983: 44-60).
Menurut
Departemen Agama RI, pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang
mempunyai kekhasan tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya.
Pendidikan di pesantren meliputi pendidikan Islam, dakwah, pengembangan
kemasyarakatan dan pendidikan lainnya yang sejenis. Para peserta didik pada
pesantren disebut santri yang umumnya menetap di pesantren. Tempat dimana para
santri menetap di lingkungan pesantren, disebut dengan istilah pondok. Dari
sinilah timbul istilah pondok pesantren (Departemen Agama RI, 2003 : 1).
M.
Arifin sebagaimana dikutip oleh Mujammil Qomar (2005 : 2) memberikan defenisi
pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta
diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) di mana santri-santri
menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang
sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari Leadership seorang atau
beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta
independent dalam segala hal.
Lembaga Research Islam
(pesantren luhur), sebagaimana dikutip oleh Mujamil Qamar, mendefenisikan
pesantren sebagai “suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima
pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat
tinggalnya”. Dalam penelitian ini, Mujamil Qamar memberikan defenisi pesantren
yang lebih singkat, yaitu “suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang
menekankan pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal
santri yang bersifat permanen” (Mujammil Qomar, 2005 : 2).
Jadi,
yang dimaksud dengan pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam
dengan menetap dalam asrama (pondok) dengan seorang kyai, tuan guru sebagai
tokoh utama dan masjid sebagai pusat lembaga dan menampung peserta didik
(santri), yang belajar untuk memperdalami suatu ilmu agama Islam. Pondok
pesantren juga mengajarkan materi tentang Islam, mencakup tata bahasa Arab,
membaca Al-Qur’an, Tafsir, Etika, Sejarah dan ilmu kebatinan Islam. Pondok
pesantren tidak membedakan tingkat sosial ekonomi orang tua peserta didik
(santri), pendidikan orang tua peserta didik (santri), dengan menekankan
pentingnya moral agama sebagai pedoman perilaku peserta didik (santri)
sehari-hari, serta menekankan pentingnya moral keagamaan tersebut dalam
menjalani kehidupan bermasyarakat.
b.
Sejarah
Perkembangan dan Pembaharuan Pondok Pesantren
1.
Sejarah
Perkembangan
Sejarah
munculnya pesantren tidak bisa dipisahkan dari dakwah Walisongo. Walisongo
mengembangkan dakwah islam melalui usahanya mengembangkan pendidikan model
dukuh, asrama, dan padepokan dalam bentuk pesantren-pesantren,
pesulukan-pesulukan, peguron-peguron, juga model pendidikan masyarakat yang
terbuka lewat langgar, tajuk, masjid-masjid, dan permainan anak-anak. Menurut
Zaini Ahmad Syis dalam buku berjudul Standarisasi Pengajaran Agama di Pondok
Pesantren (1984) yang dikutip oleh Agus Sunyoto dalam Atlas Walisongo,
konteks pendidikan pesantren yang representative mencitrakan system pendidikan
Islam di Nusantara, pada dasarnya adalah pengambilalihan bentuk lembaga
pendidikan system biara dan asrama yang dipakai oleh para pendeta dan bhiksu
mengajar dan belajar. Itu sebabnya sebagian pondok pesantren dikatakan berasal
dari mandala Hindhu-Budha. Clifford Greet sebagaimana dikutip oleh Agus Sunyoto
menandaskan bahwa sekalipun dalam beberapa hal, pondok pesantren mengingatkan
orang pada biara, tetapi santri bukanlah para pendeta (Agus Sunyoto, 2014 :
128).
Sejak
zaman pra-Islam, menurut Gus Dur, di Jawa sudah berkembang desa-desa perdikan
dengan tokoh agama yang kharismatis dan keramat. Ketika para penduduk masuk
Islam, desa-desa perdikan Islam terbentuk dengan pesantren-pesantren yang ada
di dalamnya, dan mereka dibebaskan dari pajak. Istilah yang hampir sama juga
sudah ada di daerah lain bahkan mungkin lebih dahulu dari istilah pesantren itu
sendiri. Di Aceh, daerah pertama yang mengenal Islam, pesantren disebut dengan
dayah atau rangkang, meunasah. Di Pasundan ada pondok, dan di Minangkabau ada
surau. Dalam pesantren para santri melakukan telaah agama, dan di sana pula
mereka mendapatkan bermacam-macam pendidikan rohani, mental, dan sedikit banyak
pendidikan jasmani (Muchtarom, 1988 : 6-7).
Di
Indonesia, pendidikan Islam sebelum tahun 1900 masih bersifat halaqoh (nonklasikal).
Selain itu madrasah-madrasah tidak besar, sehingga kita tidak menemukan
sisa-sisanya. Salah satu pesantren yang berdiri sebelum tahun 1900 yaitu
pesantren Tebuireng yang didirikan K.H Hasyim Asy’ari.
Tokoh-tokoh
Islam Indonesia yang mendirikan pesantren merupakan Alumni-alumni dari Mekkah .
Mereka bersamaan naik haji dan tinggal beberapa tahun untuk belajar mendalami
ilmu agama setelah tamat mereka kembali ke Indonesia membawa warna baru bagi
pendidikan Islam. Tokoh tersebutlah yang mendirikan pesantren seperti pesantren
Tebuireng yang dirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari, pesantren Al-Mushatafiyah Purba
baru Tapanuli selatan yang dirikan oleh Syaik Mustafa Husein tahun 1913.
Metodologi
pengajaran masih didominasi oleh system sorogan, dimana guru membaca buku yang
berbahasa Arab dan menerangkan dengan bahasa daerah kemudian murid-murid
mendengarkan. Selain itu evaluasi belajar sangat kurang diperhatikan, hal ini
didiga karena tujuan belajarnya lillahi ta’ala.
Secara
umum kurikulum lembaga pendidikan Islam tahun 1930 meliputi ilmu-ilmu bahasa
Arab dengan tata bahasanya, fiqh, akidah, akhlak dan pendidikan. Sarana
pendidikan yang dipergunakan masjid dan madrasah (kelas). Kelas tidak diukur
dari hasil evaluasi tapi kelas menurut tahun masuk atau periodisasi. Tidak ada
istilah kenaikan kelas, begitu 6 tahun atau 7 tahun mereka dianggap sudah tamat
dan berhak untuk mengajar (Abuddin Nata, 2004 : 195).
Bahwa
pendidikan pada masa sebelum tahun 1900 merupakan masa tradisional dalam system
pendidikan Islam di Indonesia. Masa tersebut belum adanya pembaharuan tentang
system pendidikan baik pada kurikulum, kitab-kitab yang masih banyak
menggunakan tulisan tangan manusia dan metode pengajaran yang mengunkan system
bandungan dan halaqah dalam proses belajar mengajar.
Menurut
Mahmud Yunus dimana dimulainya modernisasi pendidikan Islam di Indonesia di
mulai dari tahun 1931 lembaga pendidikan Islam Indonesia memasuki warna baru.
Pembaharuan pendidikan Islam Indonesia di rintis oleh para alumni-alumni yang
belajar di negara timur tengah khususnya Mekkah.
Pengaruh
pendidikan modern sangat mendapat respon positif, karena banyak lembaga
pendidikan yang menganut system modern seperti Kulliah Mu’allimin Islamiyah
yang berdiri pada tahun 1931 Pimpinan Mahmud yunus. Selain itu Pondok Modern
Darussalam Gontor ponorogo pimpinan K.H Imam Zarkasyi sudah mengikuti kurikulum
dan system pendidikan Normal sebelumnya masih secar tradisional.
Selain
pengetahuan umum sebagai pembaharuan dalam periode ini, selain itu juga pembaharuan
dalam bidang metodologi misalnya Mahmud Yunus menerapkan tariqah al-mubasyirah
dalam belajar bahasa Arab, dan metodologi pengajaran setiap bidang studi sangat
variatif. Adapun evaluasi sudah menjadi alat ukur keberhasilan siswa.
2.
Pembaharuan Pondok Pesantren di
Indonesia
Modernisasi
pendidikan Islam Indonesia masa awalnya dikenalkan oleh bangsa kolonial Belanda
pada awal abad ke-19 (Azyumardi Azra, 1990 : 98). Program yang dilaksanakan
oleh kolonial Belanda dengan mendirikan Volkshoolen, sekolah rakyat,
atau sekolah desa (Nagari) dengan masa belajar selama 3 tahun, di beberapa
tempat di Indonesia sejak dasawarsa 1870-an. Pada tahun 1871 terdapat 263
sekolah dasar semacam itu dengan siswa sekitar 16.606 orang; dan menjelang 1892
meningkat menjadi 515 sekolah dengan sekitar 52.685 murid.
Point penting
eksprimen Belanda dengan sekolah nagari terhadap system dan kelembagaan
pendidikan Islam adalah tranformasi sebagian surau di Mingkabau menjadi sekolah
nagari model Belanda. Memang berbeda dengan masyarakat muslim jawa umumnya
memberikan respon yang dingin, banyak kalangan masyrakat muslim Minangkabau
memberikan respon yang cukup baik terhadap sekolah desa. Perbedaan respon
masyarakat Muslim Minangkabau dan jawa banyak berkaitan dengan watak cultural
yang relatif berbeda, selain itu juga berkaitan dengan pengalaman histories
yang relatif berbeda baik dalam proses dan perkembangan Islamisasi maupun dalam
berhadapan dengan kekuasaan Belanda.
Selain itu
perubahan atau modernisasi pendidikan Islam datang dari kaum reformis atau
modernis Muslim. Gerakan reformis Muslim yang menemukan momentumnya sejal abad
20 berpendapat, diperlukan reformasi system pendidikan Islam untuk mempu
menjawab tantangan kolonialisme dan ekspansi Kristen.
Respon system
pendidikan Islam tradisional seperti suaru (Minangkabau) dan Pesantren (Jawa)
terhadap modernisasi pendidikan Islam menurut Karel Steenbrink dalam kontek
surau tradisional menyebutnya sebagai menolak dan mencontoh, dalam kontek
pesantren sebagai menolak sambil mengikuti. Untuk itu , tak bisa lain dalam
pandangan mereka, surau harus mengadopsi pula beberapa unsure pendidikan modern
yang telah diterapkan oleh kaum reformis, khususnya system klasikal dan
penjejangan, tanpa mengubah secara signifikan isi pendidikan surau itu sendiri.
Selain respon
yang diberikan oleh pesantren di jawa, komunitas pesantren menolak
asumsi-asumsi keagamaan kaum reformis. Tetapi pada saat tertentu mereka pasti
mengikuti langka kaum reformis . karena memiliki manfaat bagi para santri,
seperti system penjenjangan, kurikulum yang lebih jelas dan system klasikal.
Pesantern yang mengikuti jejak kaum reformis adalah pesanteren Mambahul ‘Ulum
di Surakarta, dan di ikuti oleh pesantren Modern Gontor di Ponorogo. Pondok
tersebut memasukan sejumlah mata pelajaran umum ke dalam kurikulumnya, juga
mendorong santrinya untuk memperlajari bahasa Inggris selain bahasa Arab dan
melaksanakan sejumlah kegiatan ekstra kurikuler seperti olah raga, kesenian dan
sebagainya.
Sistem
Pendidikan Islam pada mulanya diadakan di surau-surau dengan tidak
berkelas-kelas dan tiada pula memakai bangku, meja, dan papan tulis, hanya
duduk bersela saja. Kemudian mulialah perubahan sedikit demi sedikit sampai
sekarang. Pendidikan Islam yang mula-mula berkelas dan memakai bangku, meja dan
papan tulis, ialah Sekolah Adabiah (Adabiah School) di Padang. Setelah berdirinya madrasah Adabiah, maka
selanjutnya diikuti madrasah lainnya seperti madras Schol di Sungyang (daerah
Batusangkar) oleh Syekh M.Thaib tahun 1910 M, Diniah School (Madrasah Diniah)
oleh Zainuddin Labai Al-Junusi di Padangpanjang tahun 1915 (Mahmud Yunus, 1984
: 66).
c.
Tantangan Pesantren di Era Modern abad 20
Dalam
perjalanananya di dunia pendidikan yang berabad-abad, lembaga pendidikan pasti
selalu menghadapi tantangan, hambatan dalam menghadapi budaya serta
perkembangan teknologi yang tidak dapat diperkirakan dampaknya kepada seluruh
umat manusia yang menjadi subjek dan objek pendidikan serta berbagai media yang
merupakan sarana prasarana pendidikan.
Pesantren saat
ini menghadapi multi tantangan. Dari berbagai multi tantangan itu, setidaknya
ada empat tantangan besar yang harus dihadapi oleh pesantren. Pertama;
pesantren sebagai basis pendidikan Islam mempunyai tanggung jawab untuk
melahirkan para ulama/kyai baru. Hal ini perlu dilakukan pesantren mengingat
saat ini Indonesia semakin krisis ulama dengan kemampuan kelimuan yang luas.
Tantangan kedua yang dihadapi pesantren adalah berkurangnya minat
masyarakat untuk menjadikan pondok pesantren sebagai pusat pendidikan.
Tantangan ketiga terkait dengan adanya tuntutan para alumni pondok
pesantren yang menginginkan agar para lulusan pondok pesantren dapat sejajar
dengan lulusan sekolah atau perguruan tinggi umum lainnya. Tantangan keempat
adalah terkait dengan lambatnya pesantren dalam merespon tuntutan inovasi
kurikulum yang sejalan dengan perkembangan zaman, sehingga pondok pesantren
dinilai stagnan.
d.
Model
Pembaharuan Sistem Pendidikan Pesantren
Banyak gagasan
yang menopang bagi perkembangan pesantren pada umumnya, setidaknya ada 2 pola
yang bisa diupayakan yaitu pola vertikal dan horizontal. Secara vertikal
pesantren selayaknya berusaha untuk semakin mengembangkan fungsinya sebagai
lembaga pendidikan keagamaan yang memberikan pembinaan secara lebih khusus
terhadap moralitas dan spiritual santri. Bidang
ini merupakan muatan pragmatis, yaitu perhatian terhadap hubungan dengan
masalah-masalah kebutuhan moral dan spiritual masyarakat modern yang dihadapkan
kepada masalah-masalah kontemporer. Penekanan di bidang ini dilaksanakan melalui
penciptaan kondisi penghayatan keagamaan yang kuat dan indah, sehingga tercipta
hubungan hakiki yang terus menerus. Dengan pengembangan ini diharapkan
nilai-nilai moral dan spiritual itu dapat “dibumikan” dalam kehidupan nyata
dalam kebutuhan dunia modern.
Pola
pembaharuan kedua yang bisa diupayakan dilakukan di pesantren adalah yang
bersifat horizontal. Pembaharuan ini meliputi sistem pendidikan dan sistem
manajemen pesantren, yaitu dengan memasukan jenis pendidikan lain di samping
pendidikan agama seperti pendidikan akademik yang bersifat formal ataupun
non-formal. Pesantren tidak boleh alergi dengan teknologi, tetapi justru harus
memanfaatkan dan memaksimalkan teknologi tersebut untuk pengembangan kualitas
para santrinya.
Kaum santri pada umumnya kini sudah mendengar bahwa UU Sisdiknas baru,
telah mengadopsi model pesantren sebagai bagian integral dalam system
pendidikan nasional. Ini bisa dimaknai angin segar bagi model pendidikan yang
merasa terpinggirkan seperti pesantren selama ini (Sulthon Masyhud dan Khusnul
Ridho, 2003 : 95).
Kini saatnya generasi bangsa untuk memperbaharui system pendidikan
pesantren kita agar tidak ketinggalan, dan membuktikan bahwa kaum muslimin juga
mampu menjadi cendekia dalam bidang ilmu pendidikan, baik agama maupun umum.
Karena bagaimanapun pesantren adalah satu-satunya lembaga pendidikan agama
islam yang memiliki kekhasan yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan lain,
selain itu peran pesantren dalam sejarah Indonesia sangat berpengaruh, sehingga
eksistensi dan kiprahnya harus terus dijaga.
C.
Kesimpulan
Pesantren
adalah suatu lembaga pendidikan Islam dengan menetap dalam asrama (pondok)
dengan seorang kyai, tuan guru sebagai tokoh utama dan masjid sebagai pusat
lembaga dan menampung peserta didik (santri), yang belajar untuk memperdalami
suatu ilmu agama Islam.
Pesantren
sebagai salah satu lembaga pendidikan islam, mempunyai peranan yang sangat
penting dalam memajukan pendidikan islam di indonesia.
Pesantren
mempunyai ciri khas yang membedakannya dengan lembaga pendidikan lain, yaitu
memiliki beberapa unsur yang sangat penting diantaranya pondok, masjid, santri,
kyai dan kitab-kitab islam klasik.
Pendidikan
Islam di Indonesia mengalamai dua priodesasi dalam perkembangan yaitu periode
sebelum tahun 1900 merupakan pendidikan Islam secara tradisional. Sedangkan
priode setelah tahun 1900 atau awal abad 20 merupakan awal pembaharuan
pendidikan Islam Indonesia.
Perintis
perubahan atau pembaharuan pendidikan Islam Indonesia menuju modernisasi
pedidikan Islam yang modern; pertama datang dari pemerintahan Belanda yang
mendirikan sekolah rakyat dan kedua datang dari para reformis muslim yang
merupakan para pelajar-pelajar Indonesia kembali dari di Mekah yang belajar
disana.
Lembaga
pendidikan Islam baik itu Pesantren maupun Surau pada awal permulaan masih
dilaksanakan dengan system tradisional tidak adanya klasikal setelah adanya
serangan dari para reformis Muslim lambat laun menerima dengan respon yang baik
dan masih ada sebagian lembaga pendidikan Islam yang masih tetap melaksanakan
secara tradisional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar