METODE RISET PERKEMBANGAN
(KORELASI, EKSPERIMEN, KROSSEKSIONAL, LONGITUDINAL,
DAN SEKUENSIAL)
Khasan Bisri
Konsentrasi Pendidikan Agama Islam Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta
Email: bisri.hasan1994@gmail.com
Abstrak
Para
ahli membagi metode riset dalam psikologi perkembangan menjadi dua yaitu metode
umum dan metode spesifik. Metode umum memberikan pengertian akan keseluruhan
proses perkembangan atau beberapa aspeknya dan meninjau pengaruh faktor endogen
(bawaan) atau eksogen (lingkungan) bagi perkembangan seseorang. Sedangkan
metode spesifik adalah cara-cara khusus yang digunakan untuk mengetahui gejala
perkembangan yang sedang timbul. Metode umum diantaranya metode krosseksional,
metode longitudinal, dan metode sekuensial. Sedangkan metode spesifik
diantaranya metode observasi, eksperimen, klinis, test, dsb. Selain itu
sebagian ahli lainnya membagi berdasarkan strategi untuk mengatur studi
penelitian dan berdasarkan pertimbangan rentang waktu penyelidikan. Berdasarkan
strategi untuk mengatur studi penelitian meliputi korelasional dan
eksperimental, sedangkan berdasarkan rentang waktu penelitiannya meliputi
krosseksional, longitudinal, dan sekuensial. Pembahasan mengenai metode riset
perkembangan ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian tentang bagaimana para
pendidik, psikolog perkembangan, dan orang tua melakukan tugasnya dalam
mendapatkan lebih banyak pengertian akan gejala perkembangan peserta
didik/anaknya serta bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut dalam proses
perkembangannya.
Kata
Kunci : metode riset, psikologi
perkembangan, pendidik.
Pendahuluan
Manusia dikenal sebagai makhluk yang
berfikir (homo sapiens), makhluk yang berbuat (homo faber),
makhluk yang dapat dididik (homo educandum), dll. Dari pandangan
tersebut dapat diketahui bahwa manusia adalah mahluk yang kompleks. Karena
manusia merupakan makhluk yang kompleks tentunya manusia dalam hidupnya akan
mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan digunakan untuk
menyatakan perubahan-perubahan kuantitatif mengenai fisik maupun biologis,
sedangkan perkembangan digunakan untuk perubahan-perubahan kualitatif mengenai
aspek psikis dan aspek sosial.[1]
Dari penjelasan diatas, dikatakan
bahwa manusia merupakan manusia yang dapat dididik, untuk itulah manusia membutuhkan
pendidikan. Dalam konteks pendidikan, maka manusia disebut peserta didik/siswa.[2]
Peserta didik adalah setiap individu yang melakukan kegiatan untuk memperoleh
ilmu pengetahuan dalam rangka membentuk kepribadiannya yang lebih baik. Secara empiris,
peserta didik memiliki keanekaragaman yang sangat banyak, baik karakteristik,
intelektualitas, minat, bakat, pola pikir, dsb. Oleh karena itu tenaga pendidik
khususnya guru memerlukan aneka ragam pengetahuan psikologis yang memadai untuk
dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Seorang pendidik harus meyakini adanya
perbedaan individual (individualized instruction) untuk menggali potensi
dari masing-masing peserta didik sesuai minat dan bakatnya.[3]
Perilaku manusia yang sangat
kompleks memunculkan berbagai teori untuk menjelaskan fenomena-fenomena
perilaku manusia tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi sebuah perilaku
dalam suatu waktu dan tempat tertentu sehingga penjelasan yang tampak sederhana
kurang bisa diterima. Penjelasan yang sederhana dan mudah seringkali salah atau
tidak lengkap, karena itu metode-metode penelitian telah berkembang dengan
kemampuan generalisasi yang lebih memuaskan terhadap penjelasan perilaku yang
telah terjadi. Metode yang lebih baik kini digunakan untuk membuat observasi
yang sistematik mengenai perilaku yang hasilnya dapat diterima secara luas.[4]
Melihat setiap peserta didik
memiliki karakteristik yang berbeda-beda, maka guru dituntut untuk bisa
menghadapi situasi yang sedemikian rupa, karena beda karakter tentunya beda
pula cara menanganinya. Dari hal tersebut, maka seorang guru penting untuk
mengetahui sejauh mana siswanya berkembang, apa saja yang harus dilakukan,
serta apasaja yang diperlukan untuk melaksanakan hal tersebut, maka guru sangat
penting untuk mengetahui bagaimana metode dan instrumen untuk melakukan itu
semua.
Dengan mempelajari metode riset
perkembangan ini diharapkan para guru, psikolog, dan yang berkecimpung
didalamnya mampu memahami dan melakukan tugas mereka. Para guru, psikolog, dan
yang berkecimpung didalamnya diharapkan memahami gejala-gejala yang berkaitan
dengan perkembangan dan cara untuk mengatasi berbagai hambatan dan problem yang
berkaitan dengan perkembangan.
Pembahasan
Perkembangan merujuk pada pola
kontinuitas dan perubahan dalam kemampuan manusia yang terjadi dalam kehidupan.
Perkembangan merupakan perubahan-perubahan psiko-fisik sebagai hasil dari
proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak, ditunjang oleh
faktor lingkungan dan proses belajar dalam kurun waktu tertentu menuju
kedewasaan.[5]
Perkembangan anak berbeda satu sama lain yang dipengaruhi oleh faktor internal
dan eksternal, namun demikian perkembangan anak tetap mengikuti pola yang umum.
Agar anak mencapai tingkat perkembangan yang optimal, dibutuhkan keterlibatan
orang tua dan orang dewasa untuk memberikan rangsangan yang bersifat menyeluruh
dan terpadu yang meliputi pendidikan, pengasuhan, kesehatan, gizi, dan
perlindungan yang diberikan secara
konsisten melalui pembiasaan.[6]
Psikologi perkembangan tertarik untuk
mempelajari perubahan individu –secara fisik maupun psikologis-- seiring
pertambahan usia. Perubahan-perubahan tersebut terjadi dalam tiga tingkat yang
berbeda dan saling terkait secara rumit, yaitu: proses fisik yang meliputi
perubahan pada sisi biologis individu; proses kognitif yang meliputi perubahan
pada pikiran, kecerdasan, bahasa individu; dan proses sosioemosional yang
meliputi perubahan dalam hubungan individu dengan orang lain, dalam emosi, dan
dalam kepribadian.
Para peneliti psikologi ataupun para
pendidik harus mampu memahami ketiga proses (fisik, kognitif, dan
sosioemosional) tersebut. Inti dari penelitiannya adalah menggali keterkaitan
usia individu dengan berbagai aspek dalam karakteristik fisik, kognitif, dan
sosioemosional mereka. Untuk meneliti hal tersebut maka berkembang beberapa
metode yang akan penulis jelaskan di penjelasan selanjutnya.
Metode riset dalam psikologi
perkembangan dibedakan menjadi dua yaitu metode umum dan metode spesifik.
Metode umum memberikan pengertian akan keseluruhan proses perkembangan atau
beberapa aspeknya dan meninjau pengaruh faktor endogen (bawaan) atau eksogen
(lingkungan) bagi perkembangan seseorang. Sedangkan metode spesifik adalah
cara-cara khusus yang digunakan untuk mengetahui gejala perkembangan yang
sedang timbul.
Selain itu sebagian ahli lainnya
membagi berdasarkan strategi untuk mengatur studi penelitian dan berdasarkan
pertimbangan rentang waktu penyelidikan. Berdasarkan strategi untuk mengatur
studi penelitian meliputi korelasional dan eksperimental, sedangkan berdasarkan
rentang waktu penelitiannya meliputi krosseksional, longitudinal, dan
sekuensial.
Metode Korelasional
Penelitian korelasional adalah suatu penelitian untuk mengetahui
hubungan dan tingkat hubungan dua variabel atau lebih tanpa adanya upaya untuk
mempengaruhi variabel tersebut sehingga tidak terdapat manipulasi variabel.
Metode korelasi ini membantu peneliti untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara variabel X dengan variabel Y.[7]
Adanya hubungan dan tingkat variabel ini penting karena dengan mengetahui
tingkat hubungan yang ada, peneliti akan dapat mengembangkannya sesuai dengan
tujuan penelitian. Jenis penelitian ini biasanya melibatkan ukuran statistik/
tingkat hubungan yang disebut dengan korelasi.[8]
Penelitian korelasional digunakan untuk: (1)
mengukur hubungan di antara berbagai variabel, (2) meramalkan variabel tak
bebas dari pengetahuan kita tentang variabel bebas, dan (3) meratakan jalan
untuk membuat rancangan penelitian eksperimental.[9]
Penelitian korelasional menggunakan instrument untuk menentukan
apakah dan untuk tingkat apa terdapat hubungan antara dua variabel atau lebih
yang dapat dikuantitatifkan. Contoh korelasional dalam pendidikan misalnya
penelitian untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pendidikan qurban
terhadap tingkat religiusitas siswa. Apakah ada hubungan antara intensitas
shodaqah dengan tingkat religiusitas siswa, dsb.
Penelitian
korelasi digunakan untuk melakukan penelitian terhadap sejumlah variabel yang
diperkirakan mempunyai peranan yang signifikan dalam mencapai proses
pembelajaran. Sebagai contoh, misalnya tentang pencapaian hasil belajar dengan
motivasi internal, belajar strategi, intensitas kehadiran mengikuti kuliah, dan
lain sebagainya.
Disamping
itu, penelitian korelasi dilakukan untuk menjawab tiga pertanyaan penelitian
tentang dua variabel atau lebih. Pertanyaan tersebut yaitu: (1) Adakah
hubungan di antara dua variabel? (2) Bagaimanakah arah hubungan
tersebut? (3) Berapa besar/ jauh hubungan tersebut dapat diterangkan?.
Penelitian ini memiliki tiga karakteristik, yaitu:[10]
1.
Penelitian
korelasi tepat jika variabel kompleks dan peneliti tidak mungkin melakukan
manipulasi dan mengontrol variabel seperti dalam penelitian eksperimen.
2.
Memungkinkan
variabel diukur secara intensif dalam setting (lingkungan) nyata.
3.
Memungkinkan
peneliti mendapatkan derajat asosiasi yang signifikan.
Penelitian ini hanya terbatas pada penafsiran hubungan antar
variabel saja tidak sampai pada hubungan kausalitas. Penelitian ini dapat dijadikan
acuan untuk penelitian selanjutnya seperti penelitian eksperimen.[11] Untuk
memahaminya perhatikan istilah yang dicetak tebal berikut ini:
Peneliti
menghubungkan konsumsi kopi dengan kangker prankreas
Ukuran
otak berhubungan dengan jenis kelamin
Psikolog
menemukan hubungan antara keyakinan agama dengan kesehatan
Membaca judul berita diatas, seseorang dapat menyimpulkan bahwa
kopi menyebabkan kanker pankreas; jenis kelamin menyebabkan perbedaan ukuran
otak; dan keyakinan agama menyebabkan kesehatan yang prima. Kata-kata yang
tertulis tebal hanya memiliki arti yang sama dengan korelasi, namun tidak
dengan kausalitas (sebab-akibat).[12]
Korelasi tidak sama dengan sebab-akibat. Harus diingat bahwa
korelasi hanya berarti bahwa kedua variabel berubah secara bersamaan. Dapat
memprediksi satu kejadian berdasarkan kemunculan kejadian lain, sama sekali
tidak menunjukan penyebab kejadian tersebut. Terkadang terdapat variabel lain
yang belum terukur namun berpengaruh terhadap hubungan antara kedua variabel
utama. Peneliti menyebut kondisi tersebut sebagai masalah variabel ketiga atau
sering juga disebut variabel pengganggu (confound).
Tingkat hubungan antara dua variabel ditunjukan sebagai nilai
numerik yang disebut sebagai koefisien korelasi, yang umumnya
disimbolkan dengan huruf r. koefisien korelasi adalah statistic yang
menggambarkan dua hal tentang hubungan antara dua variabel (kekuatan dan arah
hubungannya). Nilai korelasi selalu jatuh antara -1,00 dan +1.00. Kedalaman
korelasi menunjukan kekuatan hubungan yang ada. Semakin dekat angka dengan +-1.00
maka semakin kuat hubungan kedua variabel tersebut. Tanda + atau – menunjukan
arah hubungan antara variabel. Tanda positif berarti ketika satu variabel
meningkat, maka variabel lain juga meningkat. Tanda negative berarti jika
ketika satu variabel mengalami penurunan, justru variabel lain akan meningkat.[13]
Korelasi nol berarti tidak terdapat relasi sistematis antara kedua variabel
tersebut.
Untuk memudahkan memahami metode korelasi ini, penulis cantumkan
contoh penelitian yang menggunakan korelasi. Judul penelitian tersebut
Faktor-Faktor Korelasional Al-Qudrah Al-Istijwabiyah (Karakter
Reflekstif) dengan Maharat Alkalam Mahasiswa Program Studi Bahasa Arab
Pada PTAIN di Aceh. Penelitian tersebut ingin mengetahui ada tidaknya hubungan
antara 5 variabel X dan 2 variabel Y berdasarkan besar kecilnya koefisien
korelasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antara kekayaan mufradat
(X1), penguasaan qawā`id al-nahwi wa qawā`id al-sarfi (X2), Mahārat
al- istimā`(X3), Mahārat
al-qirāah (X4), serta konfident (X5) dengan mahȃrat al-kalȃm.
Besarnya korelasi (R) antara variabel
X1, X2, X3, X4, X5 dengan Y1 sebesar 0.702,
mendekati nilai 1 artinya hubungan antara variabel-variabel independen
dan dependen sangat erat atau sangat signifikan. Yang menjadi hubungan (r) dan
Sumbangan (r2) dimana variabel independen (x) dengan dependen (y) memiliki
hubungan (r) = 0,699 dan memiliki sumbangan (r2) = 0,488. Sementara variabel
Karakter reflektif (y1) terhadap mahārat al- kalām (y2) mempunyai hubungan (r)
= 719, sumbangan (r2) = 0,517. Antara variabel (y1) terhadap (y2) memiliki
hubungan (r) = 0 ,743 dan sumbangan (r2) = 0,552.[14]
Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah metode penelitian dalam psikologi perkembangan
dengan melakukan kegiatan-kegiatan percobaan pada anak. Penggunaan metode
eksperimen dalam penelitian terhadap anak-anak tidaklah mudah, karena anak-anak
sangat sugestibel, mudah dipengaruhi, sering sulit diberikan pengertian, dan
sukar diketahui dengan jelas apa yang dimaksudkan anak.
Metode eksperimen merupakan suatu metode penelitian dimana peneliti
memanipulasi dan mengontrol satu atau lebih variabel bebas dan melakukan
pengamatan terhadap variabel-variabel terikat untuk menemukan variasi yang
muncul bersamaan dengan manipulasi terhadap variabel bebas tersebut.[15]
Metode eksperimental dilakukan untuk melihat adanya suatu hubungan kausalitas/
sebab akibat antara dua peristiwa.[16]
Peneliti tidak dapat mendemonstrasikan hubungan kausal tanpa menggunakan metode
eksperimen ini.
Sebelum melakukan penelitian, peneliti eksperimen menyusun desain
yang akan digunakan untuk melakukan eksperimen terlebih dahulu. Desain
penelitian merupakan suatu struktur hubungan antara variabel-variabel
penelitian dalam rangka memperoleh bukti-bukti empiris. Desain penelitian
secara khusus berfungsi sebagai pemberi petunjuk yang kuat untuk menjalankan
penelitian, cara pengumpulan data dan analisis statistik dengan menyesuaikan
tujuan penelitian itu sendiri.
Bentuk desain penelitian ini ada beberapa macam. Pertama desain
antar kelompok dan dalam kelompok (between –grup design). Desain antar
kelompok yaitu ketika peneliti memisahkan dua kelompok partisipan yang
masing-masing menerima stimulus yang berbeda kemudian membandingkan hasil
keduanya. Misalnya untuk melihat perbandingan antara dua jenis psikoterapi
dalam menurunkan tingkat kecemasan, kelompok A diberikan terapi music dan
kelompok B diberikan terapi relaksasi. Hasil keduanya dibandingkan mana yang
lebih efektif. Kedua adalah desain dalam kelompok (within-group design)
yaitu bila satu individu dalam kelompok terapi relaksasi dibandingkan
kemajuannya dalam beberapa periode misalnya setelah seminggu, dua minggu, dst.[17]
Beberapa
karakteristik penelitian eksperimental, yaitu:
1.
Variabel-variabel penelitian dan kondisi
eksperimental diatur secara tertib dan ketat (rigorous management), baik
dengan menetapkan kontrol, memanipulasi langsung, maupun random.
2.
Adanya kelompok kontrol sebagai data dasar (base
line) untuk dibandingkan dengan kelompok eksperimental.
3.
Penelitian ini memusatkan diri pada
pengontrolan variansi, untuk memaksimalkan variansi variabel yang berkaitan
dengan hipotesis penelitian, meminimalkan variansi variabel pengganggu yang
mungkin mempengaruhi hasil eksperimen, tetapi tidak menjadi tujuan penelitian.
Dengan demikian, penelitian ini meminimalkan variansi kekeliruan, termasuk
kekeliruan pengukuran. Untuk itu, sebaiknya pemilihan dan penentuan subjek,
serta penempatan subyek dalarn kelompok-kelompok dilakukan secara acak.
4.
Validitas internal (internal validity)
mutlak diperlukan pada rancangan penelitian eksperimental, untuk mengetahui
apakah manipulasi eksperimental yang dilakukan pada saat studi ini memang
benar-benar menimbulkan perbedaan.
5.
Validitas eksternalnya (external validity)
berkaitan dengan bagaimana kerepresentatifan penemuan penelitian dan berkaitan
pula dengan penggeneralisasian pada kondisi yang sama.
6.
Semua variabel penting diusahakan konstan,
kecuali variabel perlakuan yang secara sengaja dimanipulasikan atau dibiarkan
bervariasi.
Dalam eksperimen ada yang disebut kelompok eksperimen yang dikenai
variabel bebas tadi. Misalnya dua kelompok anak yang sama dalam hal usia,
intelegensi, status sosial, ekonomi, pendidikan, dsb, masing-masing dikenakan perlakuan
yang berbeda. Misalnya dalam membuat suatu tugas/ tes maka kelompok yang satu
diberitahu bahwa tes tersebut hanya merupakan latihan saja, sedangkan kelompok
yang lain diberitahu bahwa siapa yang mendapatkan nilai 8 atau lebih akan
dikasih hadiah. Eksperimen ini menguji suatu hipotesis bahwa kelompok yang
diberi pengharapan akan hadiah tadi akan melakukan tesnya dengan baik.[18]
Bila perbedaan hasil antara kedua kelompok tadi signifikan dapatlah
ditarik kesimpulan akan adanya hubungan kausalitas antara pengharapan akan
hadiah (variabel bebas) dan hasil tes (variabel terikat). Artinya bahwa dalam
keadaan tertentu itu pengharapan akan hadiah mempengaruhi hasil tes kelompok
tersebut. Meskipun begitu kita harus berhati-hati dalam menggeneralisasi umum
bahwa hadiah memacu prestasi lebih baik. Disarankan agar berhati-hati dengan
menggunakan hasil eksperimen tersebut karena terbatasnya metode tersebut untuk
penelitian psikologis dalam situasi sosial.
Untuk memudahkan memahami metode ini beriku penulis sebutkan contoh
penelitian dengan metode eksperimen. Penelitian ini berjudul keefektifan
pembelajaran apresiasi puisi dengan analisis struktural dan analisis semiotik
berdasarkan gaya berfikir sekuensial-acak pada siswa SMP. Desain yang digunakan
adalah quasi eksperimental design. Dalam desain tersebut terdapat dua kelompok
eksperimen yang dipilih kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal,
adakah perbedaan antara kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2. Sampel
penelitiannya adalah kemampuan apresiasi pusis siswa kelas VII A dan Kelas VII
B SMP N 3 Grabag Magelang. Penentuan sampel dalam penelitian tersebut
berdasarkan pertimbangan tertentu. Kelas eksperimen 1 adalah kelas VII A
sejumlah 35 siswa dan klas eksperimen 2 adalah kelas VII B sejumlah 35 siswa.
teknik pengumpulan datanya dengan teknik tes dan nontes. Wujud data dalam
penelitian tersebut berupa nilai kemampuan apresiasi puisi siswa. data yang
berupa nilai kemampuan apresiasi puisi tersebut proses penilaiannya didasarkan
pada instrument penilaian kemampuan apresiasi puisi yang telah teruji validitas
dan reliabilitas dalam bentuk kisi-kisi standar penilaian. Analisisnya
deskriptif komparatif.[19]
Hasil penelitian ini adalah siswa yang mengikuti pembelajaran
apresiasi puisi dengan analisis struktural maupunn semiotik bergaya pikir
sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkret, dan acak abstrak.
Kemampuan apresiasi puisi pun meningkat setelah siswa mengikuti pembelajaran
apresiasi puisi dengan analisis struktural dan analisis semiotik. Namun secara
keseluruhan lebih efektif digunakan analisis semiotik untuk pembelajaran
apresiasi puisi. Simpulan penelitian ini adalah (1) gaya berpikir yang dimiliki
oleh siswa yang diberi perlakuan dengan analisis struktural adalah 31% bergaya
pikir sekuensial konkret, 23% bergaya pikir sekuensial abstrak, 20% bergaya
pikir acak konkret, 26% bergaya pikir acak abstrak, dan siswa yang diberi
perlakuan dengan analisis semiotik adalah 20% bergaya pikir sekuensial konkret,
20% bergaya pikir sekuensial abstrak, 26% bergaya pikir acak konkret, 34%
bergaya pikir acak abstrak, (2) ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan
apresiasi puisi pada siswa yang diberi
perlakuan dengan analisis struktural dengan analisis semiotik, (3) pembelajaran
apresiasi puisi dengan analisis semiotik lebih efektif meningkatkan kemampuan
apresiasi puisi dibandingan dengan analisis struktural.
Metode Krosseksional
Metode krosseksional adalah sebuah metode penelitian untuk
mengevaluasi atau membandingkan individu-individu, mungkin dari kelompok usia
yang berbeda namun dalam waktu yang sama. Misalnya membandingkan anak usia 5
tahun dengan anak usia 10 tahun di tahun 2010, atau membandingkan anak usia
kanak-kanak, remaja, dengan dewasa.[20]
Kelompok yang berbeda tersebut dapat dibandingkan dalam hal keberagaman
variabel terikat seperti IQ, relasi teman sebaya, kedekatan dengan orang tua,
perubahan hormon, dll. Selain itu juga bisa mencari tahu apakah ada perbedaan
karakteristik antara individu yang lebih muda dengan yang lebih tua. Semua ini
dapat dilakukan dalam waktu yang relative singkat. Dengan mengambil kelompok
orang dari tingkat umur yang berbeda ini akhirnya dapat ditemukan gambaran
mengenai proses perkembangan satu atau beberapa aspek kepribadian seseorang.
Melalui metode ini dapat diperoleh pengertian yang lebih baik akan faktor yang
khas atau yang kurang khas bagi kelompok-kelompok yang diperbandingkan.
Pendekatan krosseksional bersifat korelasional. Peneliti tidak
dapat memanipulasi usia dan partisipan juga tidak bisa dikelompokan menurut
kelompok-kelompok usia yang berbeda. Karena adanya perbedaan partisipan dalam
tiap kelompok usia, peneliti tidak dapat mengasumsikan bahwa hasil penelitian
merefleksikan perubahan usia, namun hanya merefleksikan perbedaan antara
kelompok-kelompok usia.
Salah satu permasalahan dalam metode ini adalah efek kohort. Kohort
adalah kelompok generasi, individu yang lahir dalam periode waktu yang sama.[21]
Efek kohort adalah perbedaan antara individu yang tidak berdasarkan pada usia
melainkan pada periode waktu riwayat dan lingkungan sosial ketika mereka lahir
dan berkembang. Misalnya individu yang lahir pada tahun 1940-an memiliki
kemungkinan yang lebih kecil untuk melanjutkan pendidikan hingga universitas
dibandingkan mereka yang lahir pada tahun 1990-an. Perbedaan yang terlihat
diantara kedua kelompok ini mungkin bukan disebabkan oleh usia mereka, namun
lebih karena pengalaman yang berbeda.[22]
Diantara kelemahan metode ini diantaranya metode krosseksional
tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan dinamika perubahan kondisi atau
hubungan dari populasi yang diamatinya dalam periode waktu yang berbeda, serta
variabel dinamis yang mempengaruhinya. Kelemahan lainnya adalah
ketidakmampuannya menjelaskan hubungan antara dua variabel, tidak mampu
menunjukan arah hubungan kausal diantara kedua variabel tersebut.
Metode Longitudinal
Metode longitudinal adalah cara menyelidiki anak dalam jangka waktu
yang lama, misalnya mengikuti perkembangan seseorang dari lahir sampai mati,
atau mengikuti perkembangan seseorang dalam sebagian waktu hidup, yaitu
misalnya selama masa kanak-kanak atau selama masa remaja. Dengan metode ini
biasanya diteliti beberapa aspek tingkah laku pada satu atau dua orang yang
sama dalam waktu beberapa tahun. Dengan begitu akan diperoleh gambaran aspek
perkembangan secara menyeluruh.[23]
Metode longitudinal dapat menunjukan potensi adanya hubungan kausal karena jika
suatu variabel dianggap menjadi penyebab dari perubahan variabel yang lain. Metode
ini digunakan bagi para peneliti korelasional untuk mendemosntrasikan hubungan
kausal antara berbagai variabel. Perbedaan metode ini dengan krosseksional
adalah bahwa metode krosseksional hanya mengukur sebanyak satu kali sedangkan
longitudinal beberapa kali.
Metode longitudinal sangat penting untuk mengetahui hal-hal yang
berpengaruh pada perkembangan anak, psikopatologinya, menemukan insight tentang
bagaimana suatu perilaku atau suatu proses mental mengalami perubahan seiring
dengan usia, mampu berspekulasi dengan lebih baik mengenai hubungan waktu
dengan faktor-faktor lain secara bersama-sama, membantu mengeliminasi problem
vaiabel ketiga yang sering muncul dalam penelitian korelasional, dll. Misalnya
seseorang peneliti bahwa keadaan depresi muncl dan menghilang sepanjang tahun.
jika depresi bertanggungjawab terhadap hubungan yan antara penurunan berat
badan yang signifikan dan penurunan kepercayaan diri, maka dua variabel ini
mestinya bervariasi selama keadaan-keadaan depresi.[24]
Keuntungan metode ini adalah bahwa suatu proses perkembangan dapat
diikuti dengan teliti, sampel lebih sedikit sehingga memungkinkan untuk
melakukan analisa terhadap pertumbuhan dan perkembangan setiap individu,
memungkinkan mengetahui gangguan-gangguan dalam perkembangan baik secara
pribadi maupun kelompok, memungkinkan melakukan analisa terhadap hubungan
antara proses pertumbuhan, baik aspek kematangan maupun pengalaman karena data
yang diperoleh berasal dari anak yang sama, memberika kesempatan untuk
menganalisa efek lingkungan terhadap perubahan tingkah laku kepribadian.
Kerugian metode ini diantaranya: peneliti sangat tergantung pada
orang yang diteliti tersebut dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal ini
seringkali menimbulkan kesulitan, misalnya bila orang yang diteliti tiba-tiba
pindah tempat atau meninggal dunia, dan memerlukan banyak peneliti yang
kemungkinan memiliki pengalaman yang berbeda-beda.
Untuk memudahkan membedakan antara metode longitudinal dengan
krosseksional perhatikan contoh berikut. Terdapat penelitian krosseksional yang
melibatkan sekitar 28.000 individu dengan rentang usia antara 18-88 tahun yang
mengindikasikan bahwa kebahagiaan meningkat seiring dengan pertumbuhan usia.
Sekitar 33% partisipan merasa sangat bahagia pada usia 88 tahun, sementara
hanya 24% dari mereka yang merasa bahagia diakhir usia 19 tahun dan diawal usia
20 tahun. dari penelitian tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa individu
menjadi lebih bahagia ketika mereka bertambah tua, namun kesimpulan ini
terbatas pada pola desain krosseksional yang digunakan. Kita tidak dapat
mengetahui apakah partisipan yang berusia 88 tahun tidak merasakan kebahagiaan
ketika mereka berumur 20 tahun. selain itu terdapat kemungkinan pula bahwa
partisipan ini juga merasa sangat bahagia ketika mereka berumur 20 tahun.
mungkin saja individu yang lebih bahagia relative hidup lebih lama hingga
mencapai usia tua. Jelas bahwa kesimpulan mengenai perubahan perkembangan dalam
karakteristik psikologis memerlukan desain longitudinal. Dengan menggunakan
metode ini serta metode lainnya, peneliti perkembangan manusia mencoba
memecahkan tiga pertanyaan besar terkait psikologi.[25]
Metode Sekuensial
Metode sekuensial adalah kombinasi
pendekatan krosseksional dan pendekatan longitudinal. Dalam banyak hal metode ini
mulai dengan studi krosseksional yang mencakup individu dari usia yang berbeda.
Berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah pengukuran awal, individu yang sama
diuji lagi (ini merupakan aspek longitudinal dari rancangan). Pada waktu
selanjutnya, sekelompok subjek baru diukur pada masing-masing tingkat usia.
Kelompok baru pada masing-masing tingkat ditambahkan pada waktu berikutnya
untuk mengontrol perubahan yang (gugur) dari studi, atau pengujian ulang
mungkin telah meningkatkan kinerja mereka. Kelebihan metode ini dapat
memberikan informasi yang jelas, akurat, dan memberikan informasi yang tidak
mungkin diperoleh dari pendekatan krosseksional dan pendekatan longitudinal. Sedangkan
kelemahannya adalah memerlukan waktu yang lama, mahal, dan kompleks.[26]
Gambar
dibawah mengilustrasikan studi sekuensial tersebut.
Meskipun pendekatan sekuensial ini kompleks,
mahal, dan lama, namun benar-benar memberikan informasi yang tidak mungkin
diperoleh dari pendekatan kros-seksional atau pendekatan longitudinal
Pendekatan sekuensial sangat berguna, terutama dalam menguji pengaruh kohor
(generasi) pada perkembangan rentang- hidup.
Kesimpulan
Dalam riset perkembangan dikenal
berbagai metode penelitian, diantaranya metode krosseksional, metode
longitudinal, metode sekuensial, metode observasi, eksperimen, klinis, test,
dsb. Penelitian korelasional adalah suatu penelitian untuk mengetahui hubungan
dan tingkat hubungan dua variabel atau lebih tanpa adanya upaya untuk
mempengaruhi variabel tersebut sehingga tidak terdapat manipulasi variabel.
Metode korelasi ini membantu peneliti untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara variabel X dengan variabel Y. Metode eksperimen merupakan suatu metode
penelitian dimana peneliti memanipulasi dan mengontrol satu atau lebih variabel
bebas dan melakukan pengamatan terhadap variabel-variabel terikat untuk menemukan
variasi yang muncul bersamaan dengan manipulasi terhadap variabel bebas
tersebut. Metode krosseksional adalah sebuah metode penelitian untuk
mengevaluasi atau membandingkan individu-individu, mungkin dari kelompok usia
yang berbeda namun dalam waktu yang sama. Metode longitudinal adalah cara
menyelidiki anak dalam jangka waktu yang lama, misalnya mengikuti perkembangan
seseorang dari lahir sampai mati, atau mengikuti perkembangan seseorang dalam
sebagian waktu hidup, yaitu misalnya selama masa kanak-kanak atau selama masa
remaja. Metode sekuensial adalah kombinasi pendekatan krosseksional dan
pendekatan longitudinal.
Pembahasan mengenai metode riset
perkembangan ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian tentang bagaimana para
pendidik, psikolog perkembangan, dan orang tua melakukan tugasnya dalam
mendapatkan lebih banyak pengertian akan gejala perkembangan peserta
didik/anaknya serta bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut dalam proses
perkembangannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ardani,
Tristiadi Ardi, dkk, Psikologi Klinis, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
Emzir, Metodologi
Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2009.
FJ.
Monks, Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya,
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996.
Huda,
”Pertumbuhan Fisik dan Perkembangan Intelek Usia Remaja”, dalam Jurnal
Kontekstualita, IAIN Jambi, Vol. 2, 2013.
Kerlinger,
Asas-Asas Behavioral, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006.
Laura
A. King, Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif, Jakarta: Salemba,
2010.
Mujahidin,
Aziz Amin, “Keefektifan Pembelajaran Apresiasi Puisi dengan Analisis Struktural
dan Analisis Semiotik Berdasarkan Gaya Berfikir Sekuensial Acak Pada Siswa
SMP”, dalam Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UNNES, Vol.
1, No. 2, 2012.
Noor,
Nur Nasry, Epidemiologi, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Rakhmat,
Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi: Dilengkapi dengan Contoh Analistik
Statistik, Bandung: Rosdakarya, 2007.
Santrock,
John W., Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Jakarta:
Erlangga, 2002.
Sukardi,
Metodologi Penelitian Kompetensi dan Praktiknya, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Sunarto
dan Agus Hartono, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: Rineka Cipta,
2013.
Syamaun,
Nurmasyitah, “Faktor-Faktor Korelasional Al-Qudrah Al-Istijwabiyah
(Karakter Reflekstif) dengan Maharat Alkalam Mahasiswa Program Studi
Bahasa Arab Pada PTAIN di Aceh”, dalam Jurnal Lisanuna: Jurnal Ilmu Bahasa
Arab dan Pembelajarannya, UIN Ar-Raniry, Vol. 5, No. 1, 2016.
Syamsuddin
dan Vismia S. Damayanti, Metodologi Penelitian Pendidikan Bahasa,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.
Thoha,
Mohammad, “Perilaku Fandalisme Siswa di Lembaga Pendidikan Islam”, dalam Jurnal
Tadris, STAIN Pamekasan, Vol. 9, No. 2, Desember, 2014.
Udin,
Tamsik, “Mengenali Anak Usia Dini Melalui Pertumbuhan Perkembangan dan
Karakteristiknya”, dalam Jurnal Awlady, IAIN Syeh Nurjati Cirebon, Vol.
1, No. 2, 2015.
[1]Sunarto dan
Agus Hartono, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013),
hlm. 3.
[2]Siswa dalam
pemaknaan regulasi kependidikan adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Lihat pasal 1 ayat 4 UU No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
[3]Mohammad Thoha,
“Perilaku Fandalisme Siswa di Lembaga Pendidikan Islam”, dalam Jurnal Tadris,
STAIN Pamekasan, Vol. 9, No. 2, Desember, 2014, hlm. 288-289.
[4]Tristiadi Ardi
Ardani, dkk, Psikologi Klinis, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hlm. 50.
[5]Huda, ”Pertumbuhan
Fisik dan Perkembangan Intelek Usia Remaja”, dalam Jurnal Kontekstualita,
IAIN Jambi, Vol. 2, 2013, hlm. 2.
[6]Tamsik Udin,
“Mengenali Anak Usia Dini Melalui Pertumbuhan Perkembangan dan
Karakteristiknya”, dalam Jurnal Awlady, IAIN Syeh Nurjati Cirebon, Vol.
1, No. 2, 2015, hlm. 2.
[7] Hubungan
antara dua variabel dalam korelasional ini disebut korelasi bivariat, sedangkan
hubungan tiga variabel atau lebih disebut korelasi multivariat. Teknik yang
dapat digunakan untuk mengukur korelasi multivariat ini diantaranya teknik
regresi ganda atau multiple regresion dan korelasi kanonik. Regresi
ganda memprediksi suatu fenomena yang kompleks hanya dengan menggunakan satu
faktor (variabel predictor), sedangkan korelasi kanonik lebih dari satu
variabel kriteria.
[8]Syamsuddin dan
Vismia S. Damayanti, Metodologi Penelitian Pendidikan Bahasa, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 25.
[9] Jalaluddin
Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi: Dilengkapi dengan Contoh Analistik
Statistik, (Bandung: Rosdakarya, 2007), hlm. 27-31.
[10] Sukardi, Metodologi
Penelitian Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm.
166.
[11] Emzir, Metodologi
Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2009), hlm. 38.
[12] Laura A. King,
Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif, (Jakarta: Salemba, 2010),
hlm. 41.
[13] Korelasi
positif contohnya semakin lama perkuliahan berlangsung, semakin sering siswa
menguap. Semakin keras siswa belajar, semakin tinggi nilainya. Contoh korelasi
negative misalnya semakin lama perkuliahan berlangsung, semakin menurun
perhatian siswa. Semakin lama siswa bermain, semakin rendah nilai ujian siswa.
[14] Nurmasyitah
Syamaun, “Faktor-Faktor Korelasional Al-Qudrah Al-Istijwabiyah (Karakter
Reflekstif) dengan Maharat Alkalam Mahasiswa Program Studi Bahasa Arab
Pada PTAIN di Aceh”, dalam Jurnal Lisanuna: Jurnal Ilmu Bahasa Arab dan
Pembelajarannya, UIN Ar-Raniry, Vol. 5, No. 1, 2016, hlm.157.
[15]Variabel yang
dimanipulasi disebut variabel bebas dan variabel yang akan dilihat pengaruhnya
disebut variabel terikat. Lihat Kerlinger, Asas-Asas Behavioral,
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006), hlm. 315.
[16] Tristiadi Ardi
Ardani, dkk, Psikologi Klinis…, hlm. 72.
[18] FJ. Monks, Psikologi
Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1996), hlm. 37.
[19]Aziz Amin
Mujahidin, “Keefektifan Pembelajaran Apresiasi Puisi dengan Analisis Struktural
dan Analisis Semiotik Berdasarkan Gaya Berfikir Sekuensial Acak Pada Siswa
SMP”, dalam Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UNNES, Vol.
1, No. 2, 2012, hlm. 130.
[20] Tristiadi Ardi
Ardani, dkk, Psikologi Klinis…, hlm. 70.
[21] Kohort juga
bisa diartikan sekelompok orang yang secara merata mengalami situasi atau
peristiwa yang sama dalam periode tertentu. Lihat Nur Nasry Noor, Epidemiologi,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 83.
[22] Laura A. King,
Psikologi Umum…, hlm. 369.
[23] FJ. Monks, Psikologi
Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya…, hlm. 31.
[24] Tristiadi Ardi
Ardani, dkk, Psikologi Klinis…, hlm. 71.
[25] Laura A. King,
Psikologi Umum…, hlm. 370.
[26]John W.
Santrock, Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta:
Erlangga, 2002), hlm. 62.